Staf Ahli Kementerian Pariwisata Indonesia Mengunjungi Kampung Ulos Hutaraja, Ide Pengembangan Kampung Disampaikan

BERSPONSOR

NINNA.ID-Josua Puji Mulia Simanjuntak, Staf Ahli Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengunjungi Kampung Ulos Hutaraja pada Sabtu 28 Agustus 2023. Sejumlah masyarakat menyampaikan informasi penting yang perlu diketahui oleh Josua. Ide pengembangan kampung juga disampaikan.

Beberapa pertanyaan yang diajukan oleh Josua antara lain mengapa Coffee Shop Hutaraja tutup? Apakah Galeri selama ini tidak difungsikan? Masyarakat merespon pertanyaan tersebut.

Galeri Hutaraja misalnya, sudah 2 tahun terakhir tidak dimaksimalkan penggunaannya. Belakangan hanya digunakan sebagai pajangan ulos. Di kesempatan lain digunakan sebagai tempat untuk kegiatan-kegiatan desa.

Belakangan, Tunggane Huta Bazoka Simarmata mengizinkan agar Galeri Hutaraja digunakan sebagai tempat untuk Kursus Bahasa Inggris dan Pusat Informasi Turis.

BERSPONSOR

Pengembangan Kampung
Penulis yang saat ini tinggal di Hutaraja menyampaikan ide pengembangan Kampung Ulos Hutaraja dan Pardamean. Idenya adalah menjual paket wisata one day trip, two days trip dan jenis trip lainnya.

Konsep Desa Wisata atau Kampung Wisata belum benar-benar dimaksimalkan oleh Kampung Ulos Hutaraja. Padahal Kampung Ulos ini sangat memungkinkan untuk menyajikan One Stop Service. Maksudnya tersedia banyak layanan sekaligus yang ditawarkan kepada wisatawan-wisatawan.

Paket One Day Trip
Misalnya: Untuk paket one day trip, rombongan wisatawan begitu turun dari bus disambut oleh penerima tamu atau pemandu.

Pertama, mendapat edukasi soal Sejarah Kampung Ulos Hutaraja dan Pardamean. Maka itu cerita Sejarah Kampung Ulos ini perlu dikemas baik dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris.

BERSPONSOR

Kedua, mendapat edukasi soal Tenunan Ulos. Rombongan wisatawan dipandu oleh seorang pemandu yang dapat menjelaskan soal ulos. Apakah ini pemandu lokal ataukah pemandu dari anggota Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI). Ini dapat disepakati kedua belah pihak.

Di sini juga bisa disisipkan atraksi tambahan jika memungkinkan. Bisa ditambahkan atraksi manortor. Namun, mengingat anak-anak Sanggar biasanya bersekolah, hanya di hari libur dan Minggu saja, atraksi Tor-Tor Batak dapat ditampilkan.

Ketiga, mendapat edukasi tentang kopi di Coffee Shop Hutaraja. Dibutuhkan sosok yang mengerti kopi dari sektor hulu ke hilir. Tentunya setelah rombongan wisatawan mendapatkan penjelasan soal kopi, mereka pun dapat mencicipi cita rasa kopi yang disajikan di Hutaraja.

Harapannya, kopi kemasan yang diproduksi oleh Tim di Coffee Shop Hutaraja dibeli oleh para wisatawan sebagai oleh-oleh. Jadi tidak hanya produk berupa ulos saja yang dibawa pulang sebagai oleh-oleh, wisatawan mendapatkan tawaran berupa produk hasil bumi Samosir.

- Advertisement -

Para rombongan juga perlu makan siang selama berada di Kampung Ulos Hutaraja. Butuh snack-snack ringan, welcome drink yang memanjakan mereka selama berada di Hutaraja. Oleh karena itu, masyarakat Kmapung Ulos Hutaraja perlu mempersiapkan tenaga terampil untuk itu.

Paket Two Days Trip
Untuk paket two days trip hampir sama dengan paket one day trip. Akan tetapi ditambahkan homestay untuk penginapan para tamu rombongan. Selain itu, masyakat pengelola jasa wisata perlu menyediakan kuliner khas lokal agar wisatawan-wisatawan tidak perlu keluar dari kampung untuk cari makan maupun minum.

Pantai atau yang kerap disebut orang Batak Toba dengan sebutan pasir juga perlu dibersihkan. Dengan demikian, wisatawan-wisatawan dan tentunya masyarakat dapat menikmati mandi di Danau Toba.

Dulu, ada banyak sekali aktivitas warga Hutaraja di Danau Toba. Anak-anak berenang, mandi, mandikan kerbau, mencuci pakaian, mengambil air untuk minum dan banyak hal lain bergantung pada air di Danau Toba. Para pria biasanya juga ke Danau Toba untuk menangkap ikan.

Edukasi tentang seputar Danau Toba juga bisa ditambahkan. Misalnya, sejumlah fakta tentang Danau Toba bisa dipaparkan oleh pemandu. Danau Toba merupakan danau kawah terbesar di dunia. Danau ini dikelilingi oleh puncak-puncak gunung berapi berwarna hijau yang merupakan bagian dari Pegunungan Bukit Barisan.

Para wisatawan juga dapat mengabadikan momen-momen menarik di berbagai sudut di Pantai Hutaraja. Ada salah satu angle baik di Cofee Shop Hutaraja, yakni latar belakang Danau Toba dan Pussuk Buhit. Penjelasan tambahan tentang Danau Toba perlu ditambahkan agar kian memperkaya pengetahuan para wisatawan.

TERKAIT  Penguatan SDM Kunci Pengembangan Industri GIM Lokal
Sanggar Tari Haruhata
Anak-anak Sanggar Tari Haruhata di Kampung Ulos Hutaraja berpose di salah satu spot foto terbaik, yakni di belakang Coffee Shop Hutaraja. (foto: Damayanti)

Tantangan Pengembangan
Untuk mewujudkan hal ini tentu tidak semudah menyatakannya dalam kata-kata maupun tulisan ini. Dibutuhkan kerja keras, kekompakan warga Hutaraja. Melatih, memantapkan perilaku, serta melakukan perjuangan yang tak habis-habisnya guna memberikan pelayanan bermutu tinggi secara konsisten.

Modal dasar warga Hutaraja sudah ada yakni ramah dan baik hati. Kebanyakan warga Hutaraja pun murah hati. Begitulah memang sikap orang Batak secara umum, terlepas didapati kelemahan pribadi masing-masing individu.

Kelebihan lain yang dimiliki warga Hutaraja antara lain jago manortor, nyanyi dengan suara lantang. Bahkan adalah hal biasa bagi mereka menghibur, mengajak orang-orang ikut manortor bersama mereka.

Anak-anak juga bisa dilibatkan untuk menghibur para tamu dengan tor-tor Batak. Para kaum pria juga pada dasarnya suka menyanyi dengan suara lantang di kedai-kedai. Tentu mereka juga bisa diminta untuk sesekali menghibur tamu-tamu. Menyanyikan lagu-lagu Batak dengan suara lantang.

Namun kembali lagi, konsep ini mudah dituliskan tapi tantangan untuk mewujudkannya tak seindah itu. Bisnis pariwisata apalagi kampung wisata itu bisnis yang melibatkan semua pihak. Semua harus bekerja keras menjadi satu tim, tidak terpecah.

Sangat dibutuhkan kerendahan hati guna mempermudah komunikasi antar tim. Tidak sepatutnya ada yang merasa lebih berkuasa, terlalu mengatur dan membuat satu sama lain tidak atau kurang nyaman.

Dua Kubu Berkuasa
Khususnya dua kubu berkuasa yang ada di Hutaraja yakni Kuasa Adat dan Kuasa Pemerintahan Desa.

Kuasa Adat dibutuhkan ketika Pemerintah Desa (Kuasa Desa) tidak mampu mengatasi permasalahan konflik antar etnik. Lembaga Adat (Kuasa Adat ) dibutuhkan Pemerintah Desa dalam rangka mendatangkan daya tarik wisatawan. Hanya saja mereka tidak memiliki akses dalam pengambilan keputusan pemerintahan Desa.

Lembaga Adat sebagai lembaga yang disegani masyarakat dalam pengambilan keputusan yang berhubungan kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, mereka tidak memiliki legitimasi. Lembaga Adat hanya simbolik dan dihegemoni oleh negara. Pemerintah Desa adalah perpanjangan tangan negara.

Masyarakat diperhadapkan dengan dikotomi kekuasaan. Di satu sisi mereka menaati adat yang berlaku. Di sisi lain mereka juga harus menaati Pemerintah Desa sebagai simbol negara.

Kedua Kubu Berkuasa ini harus rela menanggalkan ego masing-masing demi mengutamakan kepentingan bersama. Kepentingan bersama harus menjadi utama daripada ego atau semangat meninggikan diri atau kekuasaan masing-masing.

Jangan karena ego masing-masing terjadilah yang orang Batak bilang,” Dang di ho! Dang di au! Tumagonan ma di begu!” Artinya, “Tidak samamu! Tidak samaku! Mendingan sama hantu!”

Sudah 2 tahun Galeri, Coffee Shop Hutaraja tidak dimaksimalkan sebagaimana cita-cita Pemerintah.

Tata kelola Kampung Ulos Hutaraja Pardamen juga belum maksimal seperti yang diharapkan. Belum memenuhi kriteria Desa Wisata. Pun belum bisa sejajar dengan Huta Siallagan yang tertata dengan baik.

Pelajaran dari Raja Salomo
Kata-kata Raja Salomo (Nabi Sulaiman) cocok menggambarkan apa yang terjadi di banyak Desa Wisata, khususnya di Hutaraja.

Raja yang hikmatnya luar biasa itu mengatakan begini dalam Bahasa Batak Toba,” Luhutna i nunga huida uju diranapi rohangku saluhut pambahenan, angka na masa di hasiangan on, uju sada jolma mangarajai donganna jolma mambahen ibana marhinamago.”

Artinya, ”Orang yang satu menguasai orang yang lain hingga ia celaka.” Sikap ingin menguasai dan mengeksploitasi sesama hanya akan berujung pada kehancuran atau kegagalan.

Cita-cita Desa Wisata sebagaimana yang diharapkan Presiden Jokowi akan mensejahterakan masyarakat, menuntaskan kemiskinan, melestarikan warisan budaya, tidak terwujud sebagaiamana seharusnya.

Sebaliknya, sejak bantuan dari Pemerintah Pusat digelontorkan, yang ada-adalah berebutan kekuasaan untuk mengambilalih, menguasai, dan lainnya. Lalu kapan pengembangan kampung dijalankan? Maukah kita menanggalkan ego dan mengalah demi kepentingan bersama?

BERSPONSOR

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU