SAMOSIR – “Tidak akan ada lagi turis ke Samosir jika sampah berserakan dimana-mana,” ujar Matthias, pria berkebangsaan Jerman kepada Ninna saat pria tersebut berkunjung ke Danau Sidihoni tiga minggu lalu.
Kata-kata tersebut ia sampaikan ke Ninna saat ditanya apakah dia menyukai Samosir. Sembari sibuk menjepret foto, ia menjawab, ”Ya tentu! Aku sangat suka Samosir!”.
Akan tetapi, setelah kata ya, ia mengatakan Samosir akan memiliki nasib seperti Negara Nepal jika tidak menjaga kebersihan.
Ia bercerita, selama bertahun-tahun para turis tidak lagi traveling ke Nepal karena negara tersebut dinilai tidak layak untuk dikunjungi.
Dia berharap Samosir tidak punya cerita yang sama seperti Nepal.

Ia pun mengakui Samosir lebih indah daripada tempat-tempat lain yang pernah ia kunjungi sebelumnya di Indonesia. Samosir memiliki banyak hal yang tidak dimiliki objek wisata lain.
Hal yang sama juga diakui oleh Anggota Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Samosir, Daniel L Manik, yang sering mendapat pertanyaan mengapa begitu banyak sampah berserakan di rumah-rumah penduduk.
Bahkan sejumlah bule pernah bertanya kepadanya apakah orang Indonesia suka menghambur-hamburkan sampah seperti yang mereka sering lihat?
Kecil Berdampak Besar
Ketua Pokdarwis Tanjungan Mangapul Sinaga mengatakan, persoalan sampah tampaknya kecil namun berdampak besar terhadap pariwisata.
Ia mengatakan salah satu persoalan pariwisata di Kawasan Aek Natonang Tanjungan yakni pengelolaan sampah belum jelas.
Ia menjelaskan, belum ada penampungan sampah berupa bak sampah maupun transportasi yang mengangkut sampah di Tanjungan.
Akibatnya, masyarakat setempat, khususnya Pokdarwis Tanjungan, memilih menyatukan sampah-sampah di satu tempat kemudian membakarnya.
Meski demikian, tindakan membakar sampah tersebut dilarang oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Aek Natonang Samosir.
Oleh karena itu, anggota Pokdarwis Tanjungan memutuskan untuk mengeluarkan sampah tersebut dan membakarnya di luar Kawasan Aek Natonang.
Mangapul mengatakan jika tidak ada sistem yang mempermudah masyarakat dalam menangangi sampah, tidak menutup kemungkinan masyarakat akan memilih membuang sampah ke sungai atau selokan parit dan itu akan mencemari Danau Toba.
Hal tersebut menurutnya persoalan yang tadinya dianggap kecil tapi bila dibiarkan terus-menerus akan berimbas besar.
Sarana Tak Difungsikan
Sekalipun ada sarana berupa tempat sampah, becak motor dan kontainer yang dapat difungsikan untuk mengelola sampah, KLHK tidak mempergunakan peralatan tersebut untuk mengelola sampah.
“Ada 20 tempat sampah, 5 becak motor dan 1 kontainer. Tapi, itu tidak difungsikan KLHK untuk mengelola atau mengangkut sampah. Becak tersebut digunakan untuk keperluan lain. Belum ada transportasi berupa truk yang mengangkut sampah dari Kawasan Aek Natonang. Hanya Pokdarwis Tanjungan, PPR dari Dinas Pariwisata Samosir dan masyarakat setempat yang mengurusi sampah-sampah,” ujarnya.
Penulis : Damayanti Sinaga
Editor : Damayanti Sinaga