Waspadai Deflasi April: Harga Turun, Tapi Daya Beli Juga Lesu

NINNA.IDDi tengah aroma segar bulan April dan harapan akan pulihnya ekonomi pasca lebaran, pasar-pasar tradisional di Sumatera Utara justru menyuguhkan suasana yang kontras. Harga-harga kebutuhan pokok memang cenderung menurun.

Tapi jangan buru-buru senang—karena di balik turunnya harga, terselip tanda-tanda melemahnya daya beli masyarakat.

Sejatinya, April semestinya menjadi bulan inflasi ringan bagi Sumut. Ini sejalan dengan normalisasi kebijakan tarif listrik yang sebelumnya didiskon hingga 50 persen.

Kebijakan itu sudah berakhir di bulan Maret dan memberi suntikan inflasi.

Akan tetapi, ketika April datang, kondisi di lapangan justru berbalik arah. Data menunjukkan, angka inflasi tidak sepenuhnya mencerminkan realitas perubahan harga di pasar.

Inflasi
Foto sekadar ilustrasi. (foto: istimewa)

Mengapa demikian?

Karena inflasi kali ini lebih disetir oleh kebijakan pemerintah—terutama di sektor tarif listrik. Sementara harga kebutuhan pokok, yang menjadi denyut nadi pengeluaran masyarakat sehari-hari, justru bergerak turun. Ini artinya, deflasi bisa saja terjadi. Dan itu bukan kabar baik bagi perekonomian lokal.

Lihat saja harga bawang merah. Berdasarkan pantauan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Sumut, harga komoditas ini turun dari Rp43.250 per kilogram (9 April) menjadi Rp42.850 hanya dalam sepekan.

BERSPONSOR

Daging ayam juga ikut turun dari Rp35.700 menjadi Rp35.300 per kilogram. Bahkan bawang putih, yang biasanya relatif stabil, kini merosot dari Rp44.100 menjadi Rp44.000 per kilogram.

Tak hanya itu. Dari pengamatan langsung ke pasar-pasar di Medan dan sekitarnya, harga tomat kini bertengger di kisaran Rp6.000—jauh lebih murah dibanding Rp10.000 hingga Rp12.000 per kilogram pada Maret lalu. Ikan tongkol pun mengikuti tren serupa.

TERKAIT  Kepala BK Perdag Jelaskan Arah Kebijakan Perdagangan 2023-2024

Dari yang sebelumnya Rp25.000 hingga Rp30.000 per kilogram, kini hanya Rp20.000.

Memang ada satu komoditas yang “melawan arus”—cabai merah. Harganya melonjak dari Rp46.500 menjadi Rp60.850 per kilogram.

- Advertisement -

Tapi lonjakan ini bukan cerminan pulihnya konsumsi masyarakat. Kenaikan itu lebih dipicu oleh pasokan dari luar daerah, seperti Riau, yang saat ini menembus harga Rp72.350 per kilogram.

Dengan kondisi seperti ini, para pedagang mulai resah. Mereka mengeluhkan sepinya pembeli meski harga turun.

“Harga ayam sudah turun, tapi tetap saja pembeli nggak seramai dulu,” ujar Ibu Rani, pedagang daging ayam di Pasar Petisah.

Penurunan harga yang terjadi secara luas—pada daging, bawang, ikan, hingga sayuran—seharusnya mendorong belanja masyarakat.

Tapi ketika daya beli tidak ikut naik, maka yang terjadi bukanlah berkah ekonomi, melainkan peringatan dini.

Deflasi, meski terdengar menyenangkan di permukaan, bisa menjadi cermin ekonomi yang sedang lesu. Ketika orang enggan belanja bukan karena harga mahal, tapi karena isi dompet yang kian tipis, maka sudah saatnya kita waspada.

April ini, Sumut tidak hanya dihadapkan pada fluktuasi harga. Tapi juga pada tantangan yang lebih mendasar—menghidupkan kembali semangat belanja masyarakat yang tertahan.

Penulis: Benjamin Gunawan
Editor: Damayanti Sinaga

BERSPONSOR

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU