TOBA – Sepasang wisatawan terlihat sedang melakukan perjalan menuju lima Destinasi Wisata Super Prioritas Indonesia dan menentukan pilihan berlibur terakhir mereka di Destinasi Wisata Super Prioritas Danau Toba. Dipandu gadis cantik yang berperan sebagai guide, terlihat senang menyampaikan sejumlah hal tentang empat puak di sekitar Danau Toba. Dia selalu membawa gitar di pundaknya untuk mengisi waktu luang.
Itulah benang merah pertunjukan Sendratari Warnau Danau yang digelar di Labersa Hotel Balige Kabupaten Toba (13/10/21), yang didukung penuh oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya Provinsi Aceh
Dalam sendratari itu diterangkan, Toba memiliki banyak bentangan alam di sekitarnya, yang dikelilingi bukit-bukit berpadang rumput dan belukar. Hutan dan lahan terbuka di dataran tinggi menjadi hulu air ke Danau Toba.
Bentangan alam dijadikan persawahan dan pemukiman. Di sana, turun-temurun empat puak dengan karakter-tradisi masing-masing, menyesuaikan diri dengan alam sekitar. Empat puak itu seperti berkelompok namun memiliki kemiripan.
Kemiripan itu dilihat dari dinamika keseharian, adat, ritus, dan upacara. Ada warna putih, merah, dan hitam melingkupi kemiripan sistem sosial yang praktiknya bervariasi. Tiga warna dan praktik sosial, terlihat ketika danau terlihat-biru.
Dari jauh ada yang datang karena tertarik melihat warna-warna itu. Mendekati biru danau dengan gelombangnya yang seperti menari, tentang irama alam dengan keindahannya menyambut semua pengunjung seperti turis.
Kolaborasi empat puak yaitu Toba, Phakpak, Simalungun dan Karo yang diperankan anak-anak Warna Danau, perwakilan beberapa sanggar seni di delapan kabupaten sekawasan Danau Toba, menghentak panggung megah sendratari Warnau Danau.
Hentakan gerak tari, kekuatan irama lagu serta alunan musik membuat pertunjukan satu jam lebih tidak terasa. Penghayatan masing-masing peran mampu membuat Ballroom Labersa Hotel malam itu, hening dan semakin larut dalam alunan musik yang merasuk ke jiwa, membuat bulu merinding pada setiap pertunjukan.
Sendratari itu, berhasil membangunkan kisah pendekar-pendekar Batak, dengan jurus-jurus Silat Batak, di empat puak di kawasan Danau Toba. Di daerahnya masing-masing, jurus-jurus silat mematikan ini, menghasilkan gerakan indah layaknya menari. Tapi tetap waspada, gerakan itu tetap jurus-jurus bela diri yang maut.
Di Simalungun Silat Batak ini disebut dihar, di Karo disebut ndikkar, di Pakpak/Dairi disebut moccak, dan di Toba disebut mossak.
Pada bagian tertentu mereka melakukan rekonstruksi gerakan yang untuk menggambarkan kemiripan, yang disebut hudahuda dari Simalungun, gundala-gundala dari Karo, mangkudakudai dari Pakpak/Dairi, dan hodahoda dari Toba.
Begitu apik dan epiknya sendratari Warna Danua yang disutradarai budayawan Thompson Hutasoit, malam itu. Hanya standing aplause riuh penonton, yang menyadarkan pertunjukan Warna Danau telah usai.
Penampilan di Kota Balige ini merupakan yang perdana dalam agenda Sendratari Warna Danau. Tiga kota lain yang sedang menanti kehadiran warna seni anak-anak Danau Toba antara lain; Kota Jakarta Tanggal 17 November 2021, di Kota Padang 22 November dan berakhir di Medan tepatnya tanggal 18 Desember 2021.
Pelestarian Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) ini, kata Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya Provinsi Aceh Nurmatias serta Plt Direktur Pemasaran Pariwisata BPODT Wahyu Dito Galih Indharto, merupakan upaya terus menerus mendukung Destinasi Wisata Superprioritas Danau Toba.
Penulis   : Febe S
Editor    : Mahadi Sitanggang