NINNA.ID – HUMBAHAS
Saat ini mewarnai atau mengecat rumah sangat gampang. Pergi ke toko penjual material bangunan terdekat, beli cat sintetis, lalu catlah rumahmu. Tapi, pernahkah kita terpikir tentang pewarna apa yang digunakan oleh masyarakat jaman dulu untuk mewarnai tempat tinggal mereka?
Usut punya usut, dari penuturan salah seorang warga yang memiliki rumah dengan pewarna alami, ternyata, masyarakat jaman dulu sudah mengenal bahan pewarna alami yang berasal dari alam. Contohnya ada di Desa Tipang, Kecamatan Baktiraja Kabupaten Humbang Hasundutan. Di sini masih terdapat beberapa rumah yang menggunakan cat alami ini, usianya sudah puluhan tahun namun masih tetap terlihat menawan.

Kisah unik di balik penemuan pewarna alami ini terjadi sekitar tahun 60-an, bersamaan dengan kisah pemberontakan Kolonel Simbolon, tutur Jomso Manalu, seorang warga pemilik rumah yang diwarnai dengan tanah.
Berawal dari hilangnya seorang anak penggembala kerbau, Â di sebuah tempat di mana ia biasa menggembalakan kerbau orang. Setelah dicari-cari, akhirnya si anak hilang tersebut ditemukan dalam keadaan seperti kesurupan. Uniknya lagi, anak gembala itu ditemukan di lokasi tanah yang berwarna tak biasa.
Ketika tanah berwana itu dicampur dengan air, menghasikan warna-warni yang menarik dipandang mata bila dioleskan pada papan. Lokasi tersebut pun dinamai Batu Harang, di sekitaran Pargaulan, Lintong, Kabupaten Humbang Hasundutan.
Seketika, masyarakat yang bermukim di sekitar lokasi penemuan pun datang berbondong-bondong untuk mengambil tanah berwarna unik tersebut dan mewarnai tempat tinggal mereka. Tidak butuh waktu lama, dari mulut ke mulut, kabar tentang tanah berwarna itu pun segera tersiar ke mana-mana.
Begitulah berita tentang tanah berwarna itu sampai ke telinga masyarakat yang ada di Tipang. Â Sontak, khususnya ibu-ibu dan anak perempuan pun bergegas naik ke Lintong untuk mendapatkan tanah berwarna unik.
Perjalanan para ibu-ibu dan anak perempuan dari Tipang mendaki ke Lintong itu, mengukir kisah tersendiri yang hingga saat ini masih diingat jelas oleh beberapa orang masih hidup. Salah satunya, Boru Sihombing, isteri dari Jomso Manalu.
Cara penggunaan pewarna alami tersebut tidak rumit.
Tanah yang dibawa dari Batu Harang hanya dicampur dengan air lalu diaduk dan dioleskan ke papan tempat tinggal. Kuas yang digunakan juga seadanya, berupa bambu yang dihancurkan atau ijuk, tergantung kreativitas masing-masing keluarga.
Adapun varian warna tanah tersebut terdiri atas warna cokelat, kuning telur, merah, kuning, putih, dan abu-abu.
Saat ini sudah sangat jarang, bahkan tidak pernah lagi terdengar berita tentang keberadaan Batu Harang, maupun penggunaannya sebagai pewarna tempat tinggal. Keberadaan Batu Harang perlu diteliti lebih lanjut tentang unsur-unsur tanahnya, hingga berbagai informasi lainnya yang mungkin bermanfaat bagi warga sekitar.
Dengan sedikit sentuhan kreativitas, bukan tidak mungkin tanah berwarna dari Batu Harang dipertimbangkan kembali sebagai pewarna alami untuk tempat tinggal warga di sekitarnya. Selain kualitasnya sudah terbukti tahan lama, ini menjadi keunikan khas daerah tersebut.
Penulis : Gomgom Sihombing
Editor  : Mahadi Sitanggang