NINNA.ID – Jika diperhadapkan dengan pilihan untung besar tapi berisiko mengorbankan banyak hal versus untung tidak begitu besar tapi usaha terus berkesinambungan, mana yang Anda pilih? Itu pertanyaan yang harus dipikirkan oleh para pengusaha, terutama perusahaan sawit di Indonesia.
Lonjakan permintaan minyak kelapa sawit selama beberapa tahun terakhir telah turut menyebabkan banyak lahan hutan hujan di Indonesia dirambah. Sejumlah area yang tadinya hutan tropis lebat dirambah menjadi lahan perkebunan sawit.
Akibatnya, Indonesia masuk peringkat penghasil emisi karbon ketiga terbesar di dunia. Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran global. Kondisi ini pula yang menjadi salah satu faktor yang memicu pemerintah mengeluarkan aturan Good Agriculture Practice (GAP) sejak 2003.
Seluruh perusahaan, khususnya perusahaan sawit, wajib mengikuti aturan GAP. Salah satu perusahaan sawit yang berupaya mengikuti GAP Sinar Mas Agribusiness and Food.
Belajar dari Kesalahan di Masa Lalu
Sinar Mas banyak belajar dari kesalahan di masa lalu. Produk-produk dari Sinar Mas pernah diboikot karena dituding menjadi biang keladi perusakan hutan. Sinar Mas pun pernah kehilangan sertifikat ramah lingkungan dan lainnya. Hal tersebut justru menimbulkan kerugian bagi Sinar Mas.
Perusahaan ini berupaya menebus kesalahan di masa lalu dan berkomitmen untuk utamakan prinsip industri hijau yang berkelanjutan. Di antaranya yakni konservasi hutan yang memiliki stok karbon tinggi, rehabilitasi gambut, mengurangi pemakaian pestisida, kebijakan nihil limbah, kebijakan zero burning policy atau menghindari penggunaan metode pembakaran untuk pembukaan lahan dan menghindari adanya konflik sosial.
Sejak 2012, Sinar Mas mengumumkan berbagai komitmen lingkungan untuk visi perusahaan yang berkesinambungan. Sinar Mas menyatakan telah berhasil mencapai visi tersebut.
Selama 100 tahun Eka Tjipta Widjaja berkiprah di Indonesia, perusahaan miliknya ini berupaya mewujudkan pertanian ramah lingkungan.
Terapkan Pertanian Ramah Lingkungan
Selaras dengan harapan para pecinta lingkungan, setiap aktivitas produksi harus memperhatikan keseimbangan alam demi keberlangsungan kehidupan manusia di bumi. Aturan GAP juga menuntut perusahaan-perusahaan sawit menghasilkan produk yang aman untuk dikonsumsi.
Sejak 2015, Sinar Mas Agribusiness and Food telah mewujudkan daur ulang limbah dari proses produksi minyak sawit mentah (CPO) di unit operasional hulu. Limbah itu mencakup limbah padat maupun cair. Limbah padat terdiri atas janjang kosong kelapa sawit, serat, dan cangkang buah. Sementara itu, limbah cair kelapa sawit dihasilkan dari proses pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi CPO.
Dalam penilaian PROPER pada 2018-2019, 31 pabrik kelapa sawit (PKS) Sinar Mas Agribusiness and Food telah mendapatkan peringkat biru. Untuk memastikan agar perusahaan senantiasa sejalan dan mematuhi persyaratan PROPER, perusahaan juga melaksanakan audit internal dan berbagai pelatihan di PKS-nya.
Selain proses pengembangan tanaman kelapa sawit di perkebunan yang nihil limbah, tahap menghasilkan produk turunan sawit juga berkontribusi besar bagi bumi.
Jika dibandingkan dengan proses produksi mentega yang berasal dari hewan, produksi margarin sebagai salah satu produk turunan Sinar Mas Agribusiness and Food yang berbasis tanaman terbukti jauh lebih jauh ramah lingkungan.
Hal ini erat kaitannya dengan penggunaan energi, efek gas rumah kaca yang dihasilkan serta penggunaan lahan. Dengan demikian, pilihan konsumen menggunakan sebuah produk juga dapat menentukan masa depan planet ini.
Sinar Mas Cegah Karhutla
Sejalan dengan kebijakan zero burning policy, Sinar Mas turut berpartisipasi dalam mencegah kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Kebakaran hutan dan lahan menjadi masalah paling sering dihadapi Indonesia.
Guna meningkatkan kesadaran masyarakat bahaya emisi karbon, Sinar Mas Agribusiness and Food meluncurkan Desa Makmur Peduli Api (DMPA).
Program yang dijalankan sejak 2016 ini melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam mencegah karhutla di Indonesia. Program ini turut berkontribusi dalam menekan angka karhutla di Indonesia. Pada tahun 2019, sekitar 99 persen area kebun Sinar Mas Agribusiness and Food tidak mengalami kebakaran.
Sinar Mas dalam situs www.smart-tbk.com menyebut program DMPA merupakan upaya bersama mencegah karhutla tanpa mengesampingkan kebutuhan riil masyarakat. Terdapat tiga pendekatan utama terintegrasi dari program DMPA, yaitu: 1) pencegahan kebakaran; 2) konservasi; 3) ketahanan pangan bagi masyarakat.
Guna mencegah kebakaran, Sinar Mas bersama kelompok Masyarakat Siaga Api (MSA) melakukan sejumlah aktivitas kolaboratif mulai dari sosialisasi ke masyarakat, pemantauan titik api, patroli bersama, hingga pemadaman kebakaran lahan yang dilakukan secara bersama.
Saat ini, terdapat 1.150 anggota masyarakat menjadi tim Masyarakat Siaga Api dan 40 desa di Jambi, Kalimantan Barat, Riau, Kalimantan, Tengah, Sumatera Selatan, dan Bangka telah berpartisipasi dalam program DMPA.
Guna menjawab kebutuhan dasar masyarakat yaitu ketahanan pangan, perusahaan memperkenalkan pola bertani tanpa membakar lahan kepada masyarakat di desa-desa sekitar perusahaan yang disebut Pertanian Ekologis Terpadu (PET). PET menjadi sebuah solusi bagi masyarakat untuk membuka lahan pertanian tanpa membakar dan ramah lingkungan.
Perusahaan menempatkan satu tenaga ahli pertanian untuk mendampingi masyarakat secara intensif dalam kurun waktu tertentu. Masyarakat didampingi melakukan identifikasi sumber daya penting di daerah mereka secara partisipatif, memanfaatkan dan menjaga sumber daya tersebut, serta belajar bersama-sama di kebun belajar atau sering disebut sebagai sekolah lapangan. Setelah sekolah lapangan usai, mereka akan mereplikasi di lahan masing-masing baik secara kelompok maupun individu.
Menyinggung pertanyaan di awal artikel ini, apakah Sinar Mas Agribusiness and Food menunjukkan pihaknya berupaya meraup keuntungan besar tapi dengan cara mengorbankan banyak hal ataukah berupaya keras membuat kiprah Sinar Mas di Indonesia berkesinambungan?
Jangan sampai keinginan meraup untung besar justru menimbulkan kerugian hebat. Dikira berkah malah jadi malapetaka. (Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Tulisan Jurnalistik yang diselenggarakan oleh Sinar Mas)
Penulis  : Damayanti Sinaga
Editor   : Mahadi Sitanggang