Untuk Wisatawan tak Sadar Kebersihan di Sipinsur

NIINNA.ID – Saya suka heran. Terutama kalau wisata di tempat murah. Bahkan mungkin gratis. Modal datang. Wisatawan sewa tikar. Beli teh manis. Atau pop mi. Cuma itu. Datang sekeluarga. Bawa bekal masing-masing. Mungkin juga minuman. Beberapa kardus minuman kemasan. Gelas atau botol.

Lalu, mereka pulang. Sampah berserakan. Di sekeliling mereka. Sampah itu bukan dari pedagang di sekitar. Tetapi, mereka bawa dari luar. Jadi, mereka meninggalkan sampah. Itu yang saya lihat di Sipinsur pada libur Lebaran kemarin. Bukan salah karyawan di sana.

Bukan pula salah Dinas Pariwisata Humbang Hasundutan. Fasilitas tong sampah ada. Banyak. Petugas kebersihan pun ada. Tapi, saya melihat tak ada etika. Tak terdidik. Di Sipinsur misalnya. Modal seribu rupiah, pengunjung berhak membawa makanan.

Tentu saja berhak. Tapi, mereka tak berhak membuang sampah sembarangan. Apalagi sampai melimpah. Sebotol kemasan minuman sih tak apa-apa. Meski sebenarnya juga apa-apa. Apalagi kalau dibeli dari dalam. Tapi, kalau berkardus-kardus? Ini manusia apa?

Sebagai pengunjung saja, saya risih. Apalagi petugas kebersihan. Mereka diupah sedikit. Seadanya. Tapi, begitulah karakter wisatawan kita. Tak semua. Sedikit saja. Apalagi yang melimpah. Tapi, manusia suka meniru. Dilihat ada yang buang, mereka jadi ikutan.

Semula satu yang ikutan. Diikuti yang lain. Diikuti yang lain lagi. Mudah-mudahan yang pernah meninggalkan banyak sampah membaca ini. Lalu tersadar. Kemudian berubah. Dan harus berubah. Saya yakin bisa. Memang, karakter kita buruk. Tetapi, itu bukan dari sononya.

TERKAIT  Kemenparekraf Gelar Bedah Desain Kemasan Toba Batch 12

Itu seperti kalau kita ke negara maju. Jerman misalnya. Sebulan saya pernah tinggal di sana. Rapi sekali. Kawan saya juga ikut. Ia ini terbiasa melanggar lampu merah. Ada kesempatan, terobos. Di Jerman ia berubah. Bahkan ketika jalan kaki. Meski lengang, ia menunggu lampu hijau.

Mengapa tak nyebrang? Tanyaku. Malulah. Jawabnya. Artinya, jika semua patuh, kita malu untuk melanggar. Di Indonesia dia suka terobos. Tak perlu malu. Semua seperti itu. Saya yakin. Yakin sekali. Andai ada yang terobos lampu merah, ia juga pasti ikutan kok.

BERSPONSOR

Sebaliknya, orang bule datang ke Indonesia. Di negaranya ia disiplin. Tiba di Indonesia ia ikutan ngaco. Terobos lampu merah. Buang sampah. Bahkan sampai tak pakai helm. Artinya, karakter kita dengan negara maju tak berbeda. Yang berbeda adalah kebiasaan komunal.

Saya ingat lagi kawan itu. Kami berjalan di pelataran Kota Koeln. Kami jalan kaki menuju Katedral. Sambil ia merokok. Uniknya, puntung rokok ia kantongi. Coba di Sipinsur. Dilihat orang membuang sampah sekardus. Jangankan puntung rokok, kawan itu pasti membuang apa saja. Iya kan?

Penulis : Riduan Pebriadi Situmorang
Editor   : Mahadi Sitanggang

BERSPONSOR

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU