Toba – Saat pria dan wanita membangun komitmen membentuk keluarga baru, selalu membutuhkan perencanaan yang matang. Hal ini dimaksudkan agar pasangan yang baru menikah, nantinya diharapkan dapat mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga dengan baik.
Melalui rumah tangga, mereka akan memasuki berbagai tatanan kehidupan baik adat istiadat, sosial dan budaya masyarakat yang dianut. Selain adat pernikahan, selanjutnya pasangan suami istri dihadapkan untuk menyambut kedatangan sang buah hati.
Pasangan suami istri harus siap dengan segala perubahan yang akan mewarnai kehidupan berkeluarga, baik tanggungjawab dalam melangsungkan prosesi adat istiadat, termasuk acara dalam penantian sang buah hati di umur tujuh bulan kandungan istri.
Dalam adat batak khususnya Toba, keluarga meluapkan kebahagian melalui ucapan syukur dengan memohon doa, supaya pasangan yang sedang menanti sang buah hati anak pertama agar diberi kesehatan, rezeki dan keselamatan.
Maka keluarga pihak istri dan suami sepakat melakukan acara adat yang disebut Mandekkei atau Mambosuri.
Sebelum acara dimulai, terlebih dahulu kedua belah pihak sudah membicarakan dan mengundang sanak saudara yang dekat dengan segala persiapan yang akan dilakukan.
Pihak keluarga dari istri yang sedang mengandung disebut hula hula (mertua suami), akan menyiapkan dan membawa beberapa item, baik makanan dan perlengkapan adat khas Batak dan membawanya ke rumah tempat tinggal pasangan tersebut.
Saat acara mandekkei dilaksanakan harus dimulai saat parnakkok ni mata ni ari (saat matahari mulai naik sebelum pukul 12.00 WIB). Biasanya dilakukan antara pukul 10.00 – 11.00 WIB.
Kepada NINNA.ID, S Sidabutar salah seorang pihak parboru (mertua suami)Â yang sedang melaksanakan acara Mandekkei/mambusori di Ajibata Toba mengatakan, sebelum memulai acara, pihak parboru harus mempersiapkan dan membawa pinggan pasu/piring berkat (sekarang sudah piring keramik biasa) berisi nasi dan arsik ikan mas/ihan Batak (Dekke Batak), sebagai simbol kehormatan dan berkat dalam kehidupan.
Selanjutnya di awal acara, parboru menyerahkan ulos ragidup atau ulos bintang maratur yang diselempangkan kepada si calon ibu dan diisi buah pinang muda (mange mange), sebagai simbol kebahagiaan dalam memiliki keturunan dengan umur yang panjang (saur matua)
Tak kalah pentingnya, seserahan juga harus berdampingan dengan masakan mira (ayam putih masak napinadar) dengan bumbu sira pege (potongan Cabe rawit, jahe dan bawang merah), ini merupakan sebagai simbol berkat bagi keluarga.
Selanjutnya itak nanipohul/kue yang dikepal (campuran beras yang dihaluskan dengan kelapa dan dibentuk sesui genggaman jari dan harus nampak bentuk jari) bersimbol kekuatan dan harapan untuk mengokohkan dan menguatkan semua rencana dan harapan keluarga.
Turut disajikan juga itak nanihopingan (campuran beras halus, kelapa, dan gula merah ditumbuk halus, bagian atas dilubangi dan dibulatkan di lesung untuk tempat telur setengah masak yang sudah dikupas), sebagai simbol selamatan di siang hari agar kehidupan seperti datangnya matahari, menjadi terang.
Unsur penting lainnya adalah pangir (jeruk purut) yang direndam dengan air putih bersih untuk diminum oleh pasangan bahagia ini. Ritual ini dipercaya bisa melancarkan persalinan, dan tentu didampingi sambil menikmati buah pendingin yaitu pisang dan timun.
Sedangkan pihak keluarga suami menyediakan jamuan makan ala kadarnya, sesuai adat yang biasa dilakukan. Mereka juga menyiapkan sejumah uang dalam amplop yang diserahkan ke pihak parboru saat acara selesai sebagai ucapan terimakasih.
Penulis : Ferindra
Editor  : Mahadi Sitanggang