Samosir, NINNA.ID – Bagi sobat NINNA yang sering berkunjung ke Kawasan Danau Toba khususnya Samosir pasti pernah bertanya mengapa ada begitu banyak tugu mewah di Samosir?
Bagi bagi masyarakat Batak, khususnya Batak Toba, Tugu mencerminkan tiga nilai utama dalam budaya mereka, yaitu hamoraon (kekayaan), hagabeon (banyak keturunan), dan hasangapon (kemuliaan).
Semakin megah dan mewah tugu yang didirikan, semakin jelas menunjukkan bahwa marga tersebut memiliki status yang tinggi dalam ketiga aspek tersebut.

Biasanya, kelompok marga yang memiliki kekayaan melimpah, keturunan yang banyak, serta martabat yang tinggi yang mampu membangun tugu megah sebagai penghormatan bagi leluhur mereka.
Logikanya, kemegahan tugu berbanding lurus dengan kemampuan ekonomi dan solidaritas anggota marganya.
Pendanaan pembangunan biasanya berasal dari seluruh anggota marga di berbagai penjuru dunia melalui sistem toktok ripe—sebuah mekanisme iuran bersama—serta donasi dari anggota marga yang telah mencapai kesuksesan dalam bidang sosial maupun ekonomi.

Prinsip ini sejalan dengan salah satu umpasa (ungkapan tradisional) Batak Toba yang berbunyi: “Raja urat ni uhum, arta urat ni hosa, naposo urat ni gogo.” Artinya, penguasa adalah sumber hukum, harta adalah sumber kehidupan, dan pemuda adalah sumber tenaga.
Dengan kata lain, anggota marga yang memiliki kekuasaan dan kekayaan diharapkan memberikan kontribusi lebih besar, sedangkan anggota lainnya menyumbang sesuai kesepakatan melalui iuran.
Di balik kemegahan dan biaya fantastis dalam pembangunan tugu marga, terdapat makna yang lebih dalam. Tugu ini bukan hanya sekadar simbol status, tetapi juga berfungsi sebagai artefak modern yang merekam genealogi marga Batak Toba.
Tugu menjadi pengingat bagi generasi mendatang tentang asal-usul dan kebesaran leluhur mereka. Dengan demikian, keberadaan tugu tidak hanya berfungsi sebagai penanda fisik, tetapi juga sebagai bukti nyata eksistensi dan perjalanan sejarah suatu marga dalam masyarakat Batak.

Studi Kasus: Tugu AE Manihuruk
Salah satu contoh tugu yang memiliki makna mendalam adalah Tugu Jala Udean Ni Ompu Landit Simanihuruk/br. Sitohang Rap Dohot Pinompar Na, yang lebih dikenal sebagai Tugu AE Manihuruk.
Monumen ini didirikan untuk menghormati Ompu Landit Simanihuruk dan keturunannya. Tugu ini terletak di Binangaborta, Lumban Suhi Suhi Toruan, Pangururan, Samosir, Sumatera Utara.
AE Manihuruk, atau Arsenius Elias Manihuruk, adalah seorang tokoh militer di Indonesia yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN). Ia dikenal memiliki peran penting dalam pembentukan sistem Nomor Induk Pegawai (NIP) bagi Pegawai Negeri Sipil. Beliau wafat pada 10 Januari 2003 di Jakarta dan dimakamkan di tugu ini pada 16 Januari 2003.
Tugu ini tidak hanya berfungsi sebagai makam keluarga, tetapi juga sebagai simbol penghormatan dan pemersatu bagi keturunan marga Manihuruk.
Selain itu, tugu ini juga menjadi destinasi wisata budaya di Samosir yang menarik perhatian banyak pengunjung untuk lebih memahami sejarah dan budaya Batak.
Dengan adanya tugu ini, diharapkan generasi penerus marga Manihuruk dan masyarakat umum dapat mengenang jasa-jasa AE Manihuruk serta memahami pentingnya menjaga dan melestarikan warisan budaya leluhur.
Makna Tugu dan Makam dalam Budaya Batak
Dalam budaya Batak, baik tugu maupun makam memiliki makna yang sangat penting, baik secara spiritual maupun sosial. Berikut adalah makna dari masing-masing:
- Tugu dalam Budaya Batak
Tugu adalah monumen atau bangunan peringatan yang didirikan oleh keluarga atau keturunan seorang leluhur Batak yang dianggap penting. Maknanya meliputi:
- Penghormatan kepada Leluhur – Tugu didirikan untuk mengenang dan menghormati leluhur yang berjasa dalam marga atau keluarga.
- Simbol Kebanggaan Marga – Tugu juga menjadi simbol kejayaan dan keberlanjutan marga tertentu dalam silsilah Batak.
- Pemersatu Keturunan – Pembangunan tugu sering menjadi ajang berkumpulnya keturunan dari berbagai generasi untuk mempererat hubungan kekeluargaan.
- Spiritualitas dan Doa – Biasanya, saat peresmian tugu, dilakukan upacara adat untuk memohon berkat dari roh leluhur.
- Makam dalam Tradisi Batak
Makam dalam budaya Batak juga memiliki makna yang sangat dalam, di antaranya:
- Tempat Peristirahatan Terakhir – Makam adalah tempat beristirahatnya jasad seseorang setelah meninggal.
- Status Sosial dan Martabat – Dalam beberapa keluarga Batak, makam yang megah menandakan status sosial seseorang semasa hidupnya.
- Pentingnya Relokasi Tulang (Mangongkal Holi) – Dalam adat Batak, ada tradisi memindahkan tulang belulang leluhur ke tempat yang lebih layak, sering kali ke tugu keluarga, sebagai bentuk penghormatan dan penyatuan roh dengan para leluhur.
- Spiritual dan Warisan Budaya – Makam juga mencerminkan hubungan spiritual antara yang hidup dengan yang telah meninggal.
Baik tugu maupun makam, keduanya menunjukkan bahwa dalam budaya Batak, menghormati leluhur bukan hanya tentang mengenang mereka, tetapi juga menjaga hubungan antara generasi yang telah lalu dengan yang masih hidup.
Penulis/Editor: Damayanti Sinaga