Tradisi Mangaletek Baion Tuk Bikin Tikar Pandan di Tanah Batak Nyaris Sirna

NINNA.ID-Tradisi atau kebiasaan mangaletek baion nyaris sirna. Mangaletek baion yang artinya menganyam pandan berduri (Pandanus tectorius) saat ini sukar ditemukan.

Tidak banyak generasi muda di Tanah Batak yang mewarisi pengetahuan untuk membuat tikar pandan.

Selain itu, alasan lain yang menyebabkan produk kearifian lokal ini ditinggalkan karena bahan baku pandan berduri sulit ditemukan dan persaingan harga tikar pandan dengan tikar pabrik.

Kini masyarakat lebih memilih tikar plastik atau ambal yang diproduksi oleh pabrik dibandingkan dengan menggunakan tikar tradisional ini.

Alasannya, tikar yang diproduksi oleh pabrik lebih tahan dibandingkan dengan tikar tradisional serta lebih murah.

Pandan Berduri
Boru Sijabat salah satu kaum Ibu di Desa Sigapiton yang masih melanjutkan tradisi mangeletek baioan untuk membuat tikar (foto: Damayanti)

Zaman Dulu
Di zaman dulu, masyarakat di Tanah Batak menggunakan tikar ini untuk kebutuhan sehari-hari. Dijadikan tikar alas tempat tidur, tandok tempat beras, gajut untuk tempat meletakkan barang-barang, dan lainnya.

30-40 tahun silam, masyarakat masih sangat sering menganyam tikar pandan berduri.

Produk tikar pandan berduri juga sering dijumpai di rumah-rumah orang Batak.

BERSPONSOR

Salah satu desa yang masih mempertahankan kebiasaan mangeletek baion yakni Desa Sigapiton, desa yang terletak di bawah The Kaldera Nomadic Escape, Kabupaten Toba, Sumatera Utara.

Pengerjaan Tikar Pandan

Bagi Boru Sijabat di Desa Sigapiton untuk menyelesaikan satu tikar pandan berukuran 1×2 meter dibutuhkan waktu sekitar 3 minggu. Itupun jika konsisten mengerjakannya. Jika tidak, bisa lewat dari waktu tersebut.

Dibutuhkan alat-alat tradisional misalnya pisau, guntig atau cutter. Bahan yang dibutuhkan seperti daun seperti daun pandan berduri.

- Advertisement -

Harga yang dipasarkan oleh pengrajin tikar tikar tradisional bermacam-macam.

Tergantung ukuran dan kesulitan motif yang dibuat. Harga paling murah untuk gajut kecil untuk tempat makanan dibandrol seharga Rp20.000. Untuk tikar pandan ukuran 1×2 meter harganya sekitar Rp600.000.

Tandok Beras
Tandok Beras merupakan salah satu produk dari mangeletek baion. Tandok ini biasa digunakan di Pesta Batak untuk membawa beras ke pesta (foto: Damayanti)

Selain Boru Sijabat, ada kaum ibu lainnya yang ikut mempertahankan tradisi ini. Di antaranya Boru Sinaga yang masih bertetangga dengan Boru Sijabat.

Sewaktu Sigapiton akan dijadikan sebagai Desa Wisata, masyarakat setempat berupaya untuk menjadikan produk tikar anyaman ini sebagai produk khas Sigapiton.

TERKAIT  Jeruk Kingtown Hasil Bumi Simalungun Dijadikan sebagai Oleh-Oleh Khas Danau Toba Rombongan Tamu Batak Centre

Harnitop Manurung, anak perempuan Boru Sinaga, menggagas agar tradisi mangaletek baion dapat dipertahankan.

Ia mengumpulkan para ibu yang salah satunya adalah ibu kandungnya sendiri dan tetangga sekitar untuk memproduksi tikar pandan, tandok dan produk lainnya dari tikar pandan.

Kini produk anyaman para Ibu di Desa Sigapiton bisa kamu temukan salah satunya di Hauma Lounge.

Tandok
Gajut kecil yang dijual di Hauma Lounge (foto: Damayanti)

Semangat Desa Wisata
Upaya para ibu di Desa Sigapiton pertahankan tradisi mangeletek menjadi bukti bahwa tidak sedikit masyarakat semangat untuk mendukung Desa Wisata.

Mereka yang sekalipun belum tahu produk mereka akan dijual kemana dan siapa yang membeli, mereka sangat bersemangat untuk berkarya.

“Kami hanya buat. Si Harnitop yang mengurus mau dijual kemana. Tidak tahu kami harganya berapa. Kami percaya saja sama dia. Ini ibaratkan sekolah kami. Kami bikinlah mangaletek baion ini seperti prakarya kami. Biar ada kegiatan kami,” ujar Boru Sijabat saat disinggung soal tikar yang ia buat.

Terkait desa wisata, menurut sebuah referensi yang dimaksud desa wisata adalah komunitas atau masyarakat yang terdiri dari para penduduk suatu wilayah terbatas yang bisa saling berinteraksi secara langsung di bawah sebuah pengelolaan dan memiliki kepedulian serta kesadaran untuk berperan bersama.

Desa wisata dibentuk untuk memberdayakan masyarakat agar dapat berperan sebagai pelaku langsung dalam upaya meningkatkan kesiapan dan kepedulian dalam menyikapi potensi pariwisata atau lokasi daya tarik wisata diwilayah masing-masing desa.

Desa Sigapiton telah berupaya untuk memenuhi syarat yang disebut desa wisata dengan mempertahankan kearifan lokal yakni mangeletek baion. Produk baion ini juga menjadi produk khas Desa Sigapiton.

Berminat untuk mendukung kearifan lokal di Tanah Batak? Salah satu bentuk kontribusi yang bisa kamu tunjukkan adalah dengan berkunjung ke Desa Sigapiton atau membeli produk tikar anyaman ini.

Penulis: Damayanti Sinaga
Editor: Damayanti Sinaga

BERSPONSOR

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU