NINNA.ID – Setiap manusia memiliki Tondi. Istilah lain disebut roh. Orang Batak Toba memberi pengertian, jika seorang manusia tiba-tiba tidak bisa berbicara, hampir dipastikan tondi-nya (roh) tidak lagi melekat pada dirinya.
Kondisi lain, dianggap karena ada gangguan medis. Misalnya, ketika seseorang jatuh dari sepeda motor, tiba-tiba tidak bisa berbicara. Setelah tondinya Dihisik hisik, tidak lama kemudian langsung bisa bicara. Inilah disebut Hot tondi di pamatang (roh sudah melekat pada badannya).
Menurut penuturan nenek kita dahulu, tondi bermacam macam. Tondi nahodar yaitu roh yang lemah gampang dirasuki roh jahat. Kemudian ada Tondi Panganci yaitu roh yang menyatakan yang tidak benar. Tondi nabonar roh yang selalu mewartakan yang benar.
Lalu apa bedanya tondi dengan sahala? Tondi dimiliki yang hidup sedangkan sahala, roh orang meninggal. Sehingga ada istilah martondi namangolu marsahala naung mate.
Bagaimana kita bisa membedakan hal itu? Jika seseorang memberikan upa tondi dengan seekor ikan Batak atau dengan manuk naniatur, itulah yang disebut mangupa upa tondi.
Akan tetapi jika kita menyiapkan ihan atau manuk naniatur namun tidak ada orang yang menerima (menghadap ikan) ikan tersebut, itulah yang disebut mangelek sahala.
Adanya perbedaan pemahaman dengan ajaran kristen, sebenarnya sah-sah saja. Namun dalam warisan leluhur nenek moyang Suku Batak, mangelek sahala adalah penghormatan dan peringatan.
Manusìa dilahirkan ke dunia ini mempunyai nasib masing-masing. Tak ubanya ketika kita bermimpi jumpa denga sahala nenek moyang kita. Itu salah satu isyarat agar memberi makanan kepada nenek moyang dengan istilah mangalean mangan.
Sering terjadi, jika mangalean marsipanganon tidak dilakukan, ada saja kendala atau penyakit kepada yang bermimpi tadi. Hal ini memang tidak berlaku lagi bagi semua Batak Toba, hanya kepada sebahagian orang. itupun dilakukan dengan suasana tertutup dan hening. takut dilihat khalayak rame jangan jangan disebut Sipele begu.
Penulis  : Aliman Tua Limbong
Editor   : Mahadi Sitanggang