DAIRI – Tao Silalahi Arts Festival 2022 pentaskan Batu Ni Hata dalam karya yang ditampilkan di puncak acara. Direktur Tao Silalahi Arts Festival Hermanto Situngkir mengatakan di Tao Silalahi, Kamis (15/09/2022). Festival ini diselenggarakan oleh Rumah Karya Indonesia (RKI).
Hermanto menjelaskan, Batu NiHata ini direpresentasikan dalam bentuk pertunjukan yang disutradari Novita Butarbutar, alumni Seni Pertunjukan Unimed dengan composer musik Emady Bangun, mahasiswa Seni Musik Unimed dan Sintong Pasaribu alumni Etnomunikologi USU. Selain itu, seni tari juga berkontribusi di karya ini dengan Riansyah dari Mozaik Deli sebagai koreografer dan Upay Mei Tarigan Alumni Magister Seni ISI Jogja sebagai Choirnya.
Novita menyebutkan, karya ini terinspirasi dari cerita candi Batu Sigadap yang ada di Silalahi. Kemudian dikreasikan dengan cerita yang baru sehingga bisa dinikmati oleh masyarakat yang lebih luas lagi.
Cerita ini mengisahkan dua kelompok yaitu kebenaran yang dianalogikan dengan kelompok pro dan kebohongan dengan kelompok kontra.
“Jangan mematikan cahaya orang lain agar kau tampak gemerlap,” kutipan salah satu dialog dalam karya Batu ni Hata.
“Kita mau sampaikan, kebenaran akan selalu berdiri tegak sedangkan kebohongan mau sekeras apapun ditutupi akan berakhir serupa candi Batu Sogadap,” ujar Novita.

Karya ini merupakan kolaborasi dari anak-anak RKI dengan Siswa-Siswa SMA Negeri 1 Silahisabungan. Tidak hanya itu, turut juga mahasiswa Jurusan Musik Nomensen dan Seni Pertunjukan Unimed. Dengan total penampilan 40 orang.
Novita menyebutkan proses pengerjaan karya ini berlangsung cukup lama. Penggarapannya dimulai sejak tahun lalu dan latihan dengan semua pemerannya selama dua bulan dengan 18 pertemuan.
Novita berharap, melalui karya Batu Ni Hata ini, ia ingin manusia meredam keegoisannya “Karna Egois akan membunuh apapun yang aturannya milik kita,” tutupnya.
Hahomion
Ritual Hahomion juga dipentaskan pada pembuka Tao Silalahi Arts Festival (TSAF). Ritual Hahomion merupakan upacara untuk memohon izin kepada Tuhan dan kepada yang dipercaya sebagai penguasa dan penghuni Tao Silalahi.

“Macam-macam sebenarnya tujuan Hahomion ini. Tapi dalam hal ini kita meminta kelancaran TSAF,” jelas Hermanto.
Ritual Hahomion dipandu oleh Raja Raja Turpuk Silahisabungan dan Pihak Rumah Karya Indonesia sebagai panitia. Ritual ini dilaksanakan di dua tempat, yakni di Tugu Silalahi kemudian dilanjut di Pulau Silalahi. Ritual Hahomion ini konsisten dilakukan sebagai pembuka TSAF dari tahun ke tahun. Panitia ingin upacara ini eksis dan dikenal khalayak ramai.
Hermanto bercerita, para peserta masih fokus ke euforia keseruan kemping rame-rame ketika datang ke TSAF. Ia berharap di TSAF selanjutnya, para peserta semakin peduli dengan cita-cita TSAF dan akhirnya ikut ritual Hahomion tersebut di tahun-tahun yang akan datang.
Tidak hanya upacara Hahomion, TSAF ke-7 kali ini juga menghadirkan sanggar-sanggar lokal untuk menghibur para peserta yang disapanya dengan “Dongan Kelana”.
Mereka adalah Sanggar Gracial Silalahi, Rumah Belajar Paropo, Sanggar Sipartogi Art, Sanggar Martumbadan, Sanggar Aek Nauli. Selain itu juga artis-artis kota juga turut memeriahkan TSAF 7 ini.
Mereka adalah Komunal Primitif Percussion, Vocapela, Hayuarra, Sanggar Seni Pearung, Snipmus 21, Sarimpang Art, Avila, SMK Maranatha Sidikalang, Al Musiqa Jayyida, dan Pakpakustik.
Tidak hanya itu, Tao Silalahi Arts Festival kali ini menampilkan Pertunjukan drama musikal yang mengangkat salah satu dari 13 candi yang ada di Silalahi, yaitu Batu Sigadap dengan sutradara Novita Butar-butar. Karya ini menggabungkan seni peran, tari, dan musik dalam pertunjukannya.
Penulis : Damayanti
Editor : Mahadi Sitanggang