NINNA.ID – Setibanya di halaman rumah Hasuhuton, petugas meletakkan bahan-bahan yang dibawa dari hutan seperti pohon Sarimarnaek, Pollang, Hampawa, Daun Kayu Sampinur, Sanggar, Lalang, Ijuk dan Paku si 5 inci, untuk kelengkapan ritual mandudu.
Beberapa daun-daunan yang disebut Banebane diserahkan kepada Hasuhuton. Lalu hasuhuton menabur beras ke Borotan sebagai pertanda ucapan terima kasih, kiranya Mulajadi Nabolon merestui kayu tersebut satu rangkaian dengan kerbau persembahan.
Sekitar pukul 17.00 WIB, Banebane tadi ditempelkan ke setiap rumah yang ada di lokasi itu sebagai pertanda, bahwa semua penghuni rumah yang ditandai dengan Banebane tadi terlepas dari marabahaya. Dilanjutkan dengan tepung disematkan ke setiap rumah dengan harapan biarlah yang kuasa berkenan datang ke setiap rumah.
Sekitar pukul 19.00 WIB, Hasuhuton bersama saudara-saudaranya Mangkehei Eapan (menurunkan)yang dudah dimasak, yaitu seekor lomok (anak babi), yang telah disajikan di pagi hari kepada arwah nenek moyang mereka. Sebab diyakini, bahwah Mulajadi Nabolon tidak akan turun menerima kerbau persembahan Hasuhuton, tanpa direstui nenek moyang Hasuhuton.
Batak mengenal Simangot Silaon Nabolon, yaitu nenek moyang Hasuhuton di tingkatan teratas.
Setelah makan dilanjutkan dengan persiapan Ritual Mandudu (Mandungdang)
Personil Pargonsi mempersiapkan alat alat musiknya (Taganing bersama gong) lalu diberi tepung basah dengan stempel cap tiga jari ke taganing, yang artinya agar Mulajadi Nabolon memberkati Pargonsi serta alat-alatnya.
Setelah Pukul 20.00 WIB, Protokol (Parsinabul) bertanya kepada Pargonsi apakah acara sudah bisa dimulai. Pargonsi Mangkuruk Taganing (membunikan Taganingnya) dilanjutkan dengan garunggu Ogung (Gong dibunyikan serentak) dan Dipalu Sarune (meniup serunai).
Lalu pargonsi menjawab, “ngarade hami rahanami” (kami suda siap). Kemudian Protokol berdialog (Mardungdang) dengan Pargonsi agar saling mengingatkan jikalau ada syarat yang lupa.
Pargonsi menberitahu agar dipanggil Parhara dan ditugasi untuk menjaga kenyamanan acara. Parhara artinya Hulubalang Raja sama dengan Panglima Raja yang mengeksekusi jika ada yang macam macan di acara itu.
Hasuhuton mempersenjatai Parhara dengan sebilah parang panjang yang disebut Piso Halasan. Piso Halasan maksudnya pisau yang bermarwah untuk peperangan.
Parhara diberi Dembantiar (sirih) yang artinya agar Mulajadi Nabolon memberi kekuatan kepada mereka. Parhara menyampaikan ketegasan agar jangan ada yang macam-macam selama prosesi Mandudu berlangsung. Jika ada yang macan-macam Parhara tidak segan-segan mengeksekusinya. Kemudian Pargonsi Makkuruk Taganingnya.
Setiap dialog harus diselang-seling dengan Huruk yang artinya Parhara, Parbasbas dan Panglima memberi kaporan kepada Mulajadi Nabolon, apakah tahapan-tahapan acara tersebut berjalan sesuai kehendak Mulajadi Nabolon. Pargonsi menganjurkan agar digelar tikar pandan yang baru di halaman, serta di atasnya digelar tikar kecil yang disebut Lage.
Penulis : Aliman Tua Limbong
Editor : Mahadi Sitanggang