NINNA.ID – Dahulu kala, yakin atau tidak yakin, percaya atau tidak percaya hubungan manusia dengan Ilahi (Mulajadi Nabolon) sangat dekat. Pada masa itu hukum positif belum dikenal. Demikian juga halnya dengan aliran kepercayaan.
Manusia dapat secara langsung menyampaikan hasratnya kepada Mulajadi Nabolon melalui tonggo-tonggo (doa). Diyakini pula ada Raja Parbaringin utusan setiap garis keturunan yang disebut Pangulu Raja bersama dolinya. Mereka mengetahui apa saja yang akan terjadi semisal Partaonan, wabah penyakit, hal-hal yang akan terjadi di daerahnya.
Jika sebuah keluarga yang tidak memiliki keturunan anak laki-laki pergi ke orang pintar untuk menanyakan SORO NI ARPI (nasib), orang pintar tersebut mengatakan harus memanggil Raja Bius. Dengan demikian yang meminta keturunan laki-laki tadi mengundang Raja Bius agar melantunkan tonggo tonggo kepada sang dewata.
Bila Raja Bius melihat tanda-tanda pengharapan, maka Raja Bius pun mendaulat anak yang akan dikirim illahi semisal dengan sebutan Pinta Raja, Tanggu Raja, Tomu Raja.
Nama yang telah disematkan kepada bayi yang baru lahir itu kemudian dikenal dengan ditanggu tanggu raja. Setelah dewasa setiap ada acara raja bius maka dia harus hadir di sana.
Setelah berketurunan dan punya cucu dan cicit, biasanya Pinaranak Ni Raja tersebut melakukan acara mandudu: memberikan persembahan anak kerbau jantan yang belum dicuil serta miliki 4 pusaran di badannya serta tanduknya melengkung dan ekornya panjang. Jika tidak diserahkan maka besar kemungkinan keuarganya akan berantakan semua.
Penulis : Aliman Tua Limbong
Editor   : Mahadi Sitanggang