LEGENDA PARA DEWA BATAK TOBA (2)

Si Boru Deak Parujar

NINNA.ID – Pada mulanya adalah Mulajadi Nabolon (Sang Maha Pencipta versi keyakinan Batak kuno). Dia ini bersemayan di ginjang ni gininjangan di langit napitu lampis (langit ketujuh). Yang pertama diciptakan oleh Mulajadi Nabolon adalah Manukmanuk Hulambujati, semacam ayam/burung berukuran tertentu. Tidak dijelaskan seperti apa bentuknya, katanya mirip lampu-lampu dan moncongnya terbuat dari besi.

Burung ini konon pada suatu saat bertelur, jumlah telurnya ada 3 butir dengan ukuran sebesar periuk. Manukmanuk Hulambujati bingung dan gelisah melihat telurnya lebih besar dari badannya sendiri. Bagaimana mengeraminya?, pikirnya.

Mau tak mau akhirnya dia meminta petunjuk. Atas petunjuk Mulajadi Nabolon ke 3 telur tersebut dierami oleh Manukmanuk Hulambujadi dengan cara yang tidak biasa. Ketika tiba hari dan bulannya, moncong Manukmanuk Hulambujati mulai gatal. Ini adalah sebagai pertanda bahwa harinya telah tiba.

Manukmanuk Hulambujati lalu mematuk-matuk kulit telur itu satu persatu dengan menggunakan moncongnya yang terbuat dari besi. Dan wah. Ternyata dari cangkang telur itu keluarlah 3 putra Dewata (Debata).

Batara Guru, Debata Sori atau sering juga disebut Sori Pada, dan Mangala Bulan.

BERSPONSOR

Ke 3 Dewata ini kemudian dikenal dgn sebutan Debata Na Tolu. Mereka ini tinggal di alam Banua Ginjang (kayangan). Seiring waktu berjalan Debata Na Tolu ini bertumbuh menjadi besar dan semakin dewasa, penampilan mereka sangat tampan dan rupawan.

Selanjutnya tidak ada yg menduga, ternyata Manukmanuk Halambujati bertelur lagi dan menetaslah tiga 3 putri: Si Boru Parmeme, Si Boru Parorot, dan Si Boru Panuturi. Di kemudian hari ketika ke 3 putri dewasa, lantas Debata Na Tolu menikah dgn mereka secara berpasangan menurut urutan kelahiran. Batara Guru menikah dengan Si Boru Parmeme, Debata Sori dgn Si Boru Parorot dan Mangala Bulan dengan Si Boru Panuturi.

Tibalah saatnya Mulajadi Nabolon memberi berkat keturunan kepada Debata Na Tolu, khususnya kepada Batara Guru dan Mangala Bulan. Dari Batara Guru dgn isterinya Si Boru Parmeme lahirlah seorang putri bernama Si Boru Deak Parujar dan dari Mangala Bulan dengan isterinya Si Boru Panuturi lahirlah seorang putra bernama Siraja Odapodap.Kedua anak ini seiring waktu semakin bertumbuh dan besar seperti biasa.

Ketika sudah remaja, Si Boru Deak Parujar tumbuh menjadi seorang gadis yg cantik jelita. Tidak ada seorangpun yang menyamai kecantikannya di alam kayangan, sehingga banyak pria yang ingin mendekatinya. Tetapi sang ayah, Batara Guru dengan keras melarang anak gadisnya bergaul dengan siapapun.

BERSPONSOR

Walaupun dilarang oleh ayahnya, Si Boru Deak Parujar suka melirik pria-pria, terutama pria tampan, tapi hanya sebatas itu. Bertindak lebih jauh tidak boleh sesuai larangan ayahnya, Batara Guru. Namun demikian, sesungguhnya ada sesuatu yang menggelitik di hati Si Boru Deak Parujar dan hal itu membuatnya penasaran. Semua orang tahu ada sosok bernama Siraja Odapodap anak dari Mangala Bulan, tapi tidak pernah ada yang pernah melihatnya. Termasuk Si Boru Deak Parujar. Rasa penasarannya itu membuatnya ingin tahu seperti apa rupa Si Raja Odapodap, sosok yang misterius itu.

TERKAIT  Seni Budaya Tradisional Pakpak (I)

Si Boru Deak Parujar sangat pintar bertenun. Pernah suatu senja, setelah selesai bertenun, Si Boru Deak Parujar berjalan sampai di suatu hamparan rumput, lalu dia duduk di atas sebuah batu.

Dari atas batu itu Si Boru Deak Parujar melihat dan memandang ke sekeliling, hatinya sungguh senang. Dia merasakan kehidupan datang menyapanya dengan ramah. Langit cerah. Di sana-sini awan bertebaran berwarna putih, biru dan kemerah-merahan. Dalam perjalannya menuju barat, matahari juga tampak menakjubkan seakan mengirimkan salam hangat melalui sinarnya yang merah jingga berpadu dengan warna-warna lain.

Dengan semua itu Si Boru Deak Parujar merasakan kehangatan dan kedamaian yang tidak terlukiskan. Dia membayangkan alam sekitar memangkunya dengan penuh cinta, seperti berada dalam pangkuan ibunya Si Boru Parmeme.

- Advertisement -

Di hari yang sama, ternyata Si Raja Odapodap juga keluar dari rumah atas ijin orangtuanya Mangala Bulan dan Si Boru Panuturi. Selama ini dia jarang keluar rumah karena tidak ingin berjumpa dengan orang-orang. Tapi sekarang dia merasa bosan di rumah terus-menerus, dia ingin merasakan suasana baru di luar rumah. Maka berjalanlah Si Raja Odapodap menuju satu tempat di dekat tebing sebuah bukit.

Di dekat tebing itu dia merasa senang. Tapi itu tidak lama karena suasana kemudian berganti. Tidak tahu bagaimana tiba-tiba cuaca berubah dengan cepat. Tidak tahu dari mana datangnya, angin berembus sangat kencang. Langit menghitam dan matahari tidak lagi memancarkan sinarnya karena tertutup awan hitam tebal. Guntur dan guruh menggelegar, kilatpun menyambar-nyambar. Langit semakin hitam pekat, akhirnya hujanpun turun dengan deras berpadu dengan guntur dan guruh yang terus memecah langit.

Si Raja Odapodap merasa sangat ketakutan, lalu dia buru-buru berdiri dan lari sekencang-kencangnya pulang ke rumah. Dia menggigil dan masuk ke peraduan untuk menghilangkan rasa dingin yang menusuk.(bersambung)

 

Penulis : Roy M Siboro (warga Bekasi)
Editor    : Mahadi Sitanggang

BERSPONSOR

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU