NINNA.ID –Danau Toba anugerah. Itu tak terbantah. Maka, Pak Presiden pun datang ke Danau Toba. Berkali-kali sudah. Tak ada kabupaten seistimewa di kawasan Danau Toba. Sama sekali tidak ada. Karena itu, sangat mungkin kabupaten lain cemburu. Apakah kabupaten di Indonesia hanya ada di sekitar danau? Oh, tentu saja tidak.
Baiklah, semua kita pantas bergembira. Semua kita juga pantas bersyukur kepada Pak Jokowi. Tak ada presiden seperhatian Pak Jokowi. Dan, juga mungkin, tak ada menteri Batak seantusias Luhut Panjaitan. Sebelum-sebelumnya, ada kok menteri Batak. Tetapi, sejauh mana perhatian mereka ke Danau Toba? Ada yang menandingi Oppung Luhut?
Orang mungkin akan berdalih. Ya, memang dulu ada menteri Batak. Tetapi, mereka tidak menjadi tangan kanan seperti Oppung Luhut. Nah, justru itu kita sampai pada pertanyaan ini:
Apa kabar Danau Toba setelah Oppung Luhut tak lagi menteri dan Pak Jokowi sudah demisioner?
Pertanyaan ini sepertinya sederhana. Tapi, pertanyaan ini penting. Sangat penting karena jujur saja, saya belum merasa yakin dengan komitmen pemerintah daerah di kawasan Danau Toba, terutama terkait visi dan effortnya. Lebih tak yakin pula pada BPODT kita ini. Maaf, mungkin penilaian saya ini tak berdasar. Tak ada fakta. Tak ada data. Tetapi, ini soal pengalaman nyata yang saya hadapi.
Coba lihat, apakah masih banyak sampah yang berserakan di sekitar danau? Banyak sekali. Tidak hanya berada pada taraf merusak pemandangan, tetapi sudah sampai pada taraf yang mengganggu. Pergilah ke beberapa pinggir danau di pantai. Oh, di beberapa titik, kamu pasti akan menemukan sampah. Itu pasti.
Terlalu sederhana untuk mengatakan bahwa tugas pemerintah adalah membereskan, apalagi mengutip sampah. Mereka bukan pemulung. Tetapi, adalah mengada-ada jika memberi tanggung jawab ini kepada masyarakat setempat. Selain masyarakat juga bukan pemulung, masyarakat ternyata sudah punya beban masing-masing: mencari sesuap nasi untuk keluarganya.
Jadi, adalah tidak masuk akal membebani tanggung jawab ini kepada masyarakat. Saya pikir jelas, beban ini ada pada pemerintah. Namun, pemerintah sesungguhnya punya wewenang untuk meringankan tanggung jawabnya. Adanya edukasi massif dan tersistem, misalnya, kepada masyarakat agar mereka telaten untuk tidak membersihkan, tetapi cukup menjaga.
Negara-negara maju telaten dengan kebersihan. Saya pernah ke Singapura. Berwisata di sana. Semua sangat bersih. Saya jadi tak tega, apalagi berani untuk buang sampah. Saking bersihnya tentu saja. Apakah ini murni karena pemerintah Singapura telaten membuang dan membersihkan sampah? Tidak. Ini hanya bukti kecil bahwa Singapura berhasil mengedukasi.
Terlalu jauh Singapura. Agaknya, di Indonesia pun ada. Ada di Bali. Mereka sangat bersih. Apakah karena Pemerintah Bali selalu siaga 24 jam? Tidak. Mereka itu manusia dan bukan robot. Ini hanya soal bagaimana pemerintah mereka efektif untuk mengedukasi rakyat. Lalu, kita bertanya, mengapa di Danau Toba tak berhasil? Apa karena orang Batak bebal?
Mungkin saja. Tetapi, saya lebih percaya pada ini: pemerintah setempat tidak punya effort dan visi untuk mengedukasi rakyat. Karena itulah saya kembali bertanya, setelah Pak Jokowi demisioner, setelah Oppung Luhut tak menjabat, apakah Danau Toba masih menjadi superprioritas? Kalau bukan lagi, bagaimana pemerintah setempat akan bertindak?
Pada kondisi demikian saya bertanya, untuk apa semua pembangunan infrastruktur, mulai dari bandara hingga pelabuhan jika pemerintah setempat tak punya visi untuk pariwisata, kecuali sebatas tampil membuat kata sambutan? Ya, saya maklum. Maklum sekali. Kita tak bisa hidup dari pariwisata saja. Bahkan orang Bali pun tak sepenuhnya hidup dari pariwisata.
Pemerintah juga harus peduli pada hal lain. Ada pertanian sehingga perlu menanam jagung, dan sebagainya, dan sebagainya. Tetapi, peduli pada pertanian bukan berarti malah tak peduli pada pariwisata. Sebab, tak semua juga masyarakat di Danau Toba hidup dari pertanian. Maksud saya dengan esai ini: saya meragukan visi pemerintah setempat. Ragu sekali.
Sangat banyak untuk disebutkan sehingga tulisan ini perlu disambung dengan artikel lain. Namun, supaya fair, saya membuka kesempatan pada khalayak umum, terutama pemerintah untuk memberikan informasi kemajuan. Terbuka juga untuk informasi kemunduran. Hal itu semata agar tulisan kita untuk selanjutnya berdasar. Punya data dan informasi, silakan japri saya di 082164358081.
Penulis  : Riduan Pebriadi Situmorang
Editor    : Mahadi Sitanggang