Selain Janda, Batak Mengenal  Beberapa Status Untuk Wanita Menikah

NINNA.ID – Sebagai lanjutan tulisan kami dari kosa kata Batak Toba sebelumnya, kali ini kami akan menguraikan sedikit beberapa istilah dalam bahasa Batak Toba yang kemudian menjadi jati diri, khususnya bagi wanita yang sudah dan pernah menikah. Ternyata, selain status sebagai janda, ada beberapa status wanita yang menikah dalam kehidupan sosial Batak kuno.

Secara umum, status seorang wanita menjadi istri karena ada  pria yang menjadikannya sebagai teman hidup untuk melanjutkan keturunan. Namun perjalanan wanita menjadi seorang istri tak selamanya berjalan normal. Maksudnya, berstatus wanita lajang didekati pria lajang lalau menikah, jadilah suami istri.

Dalam saat tertentu, seorang wanita menjadi istri disebabkan beberapa kondisi.

Kondisi pertama misalnya ketika seorang wanita dipersunting seorang pria duda. Maka sebutan bagi wanita yang menikahi duda disebut PANORONI.

Ada juga sebutan TUAN LAIM yang biasanya disematkan kepada istri pertama yang sudah mendapatkan pemberkatan resmi dari gereja. Lalu kemudian sebutan MABALU (janda) disematkan kepada seorang istri yang ditinggal mati suami.

Dalam prosesi pengebumian seorang suami atau istri yang meninggalkan pasangan hidup ini disebut MOPPO: sebuah acara budaya adat untuk memasukkan jenazah ke dalam peti mati. Prosesi ini masih tetap dipertahankan hingga sekarang.

Kemudian ada lagi istilah TUJUNG yang ditujukan kepada seorang suami ataupun istri yang menggal dunia, meningglkan anak-anak masih bocah di kisaran umur 0-10 tahun. Selanjutnya adalah istilah SAMPETUA yang mengandung makna jika salah seorang di antara suami ataupun istri telah meinggal dunia, sudah memiliki cucu dan cicit. Almarhum sudah meninggalkan keturunan yang sudah berkeluarga.

TERKAIT  Parsorangni Sada Dakdanak (Lahirnya Seorang Anak Dalam Keluarga Batak)

Status lain untuk istri dalam budaya Batak ada IMBANG. Sebutan ini diberikan kepada dua wanita yang menjadi istri seorang pria. Kedua istri itu disebut IMBANG.

IMBANG biasanya terjadi karena dua faktor, antara lain disebabkan istri pertama tidak memiliki anak laki-laki. Pada tulisan sebelumnya, istilah yang sama disebut PULTAK PAGAR. Namun bisa juga karena faktor istri pertama sama sekali tidak memiliki anak. Di zamannya, jika situasi seperti dialami sepasang suami istri, maka sang suami diperkenan mempersunting wanita lain sampai mendapatkan keturunan.

BERSPONSOR

Kemudian kondisi yang berikutnya adalah sebutan istri SIKKAT RERE. Sebutan ini diberikan jika istri meninggal lalu suami menikah dengan adik istrinya itu. Disebutlah dia istri SIKKAT RERE.

Sebutan istri yang berikutnya adalah SAPARIHOTAN. Sebutan ini diberikan kepada seorang wanita yang adik kandungnya dinikahi oleh adik kandung suaminya. Sebutan istri yang berikutnya adalah MANGARAMBINGI yang terjadi karena seorang pria menikahi dua wanita kakak beradik kandung.

 

Penulis  : Aliman Tua Limbong
Editor     : Mahadi Sitangggang

BERSPONSOR

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU