NINNA.ID – Kisah ditemukannya beberapa alat musik tradisional Batak ternyata memiliki hubungan erat dengan kebiasaan hidup suku Batak pada masa itu. Rerata penemuan alat musik itu karena ketidaksengajaan. Walau demikian, penemuan alat musik itu menunjukkan adanya instuisi kuat di bidang seni yang menjadikan bunyian tak beratur di awalanya menjadi bernada.
Dalam perjalanannnya, penemuan alat musik yang tak sengaja itu ada yang dikembangkan menjadi alat musik baru, seperti Sarune Bolon. Dari namanya saja dapat ditebak, kalau cikal bakal alat musik ini adalah alat musik Sarune Etek, yang ditemukan dari Durame dan ada juga Husapi yang ditemukan tak sengaja dari alat pengusir burung di sawah oleh Pamuro.
Bentuk Sarune Bolon nyaris tak ada bedanya dengan Sarune Etek, hanya terjadi perubahan ukuran panjang dan diameternya. Jumlah lobangnya tetap sama dengan Sarune Etek, yaitu 4 lobang di atas dan satu di bawah.
Kayu yang sudah dilobangi tadi disebut Porda, alat yang mengluarkan nadanya terbuat dari tunas tanaman Arungarung sejenis bambu. Tunas Arungarung tersebut dijemur di Parapara, atau yang kita kenal tempat penjemuran kayu bakar.
Setelah kering kemudian ditempah menjadi Itit. Cantolan Itit disebut Situkkoi yang terbuat dari tanduk kerbau. Untuk mengoperasikan Sarune Bolon tersebut, Situkkoi dimasukkan kelobang Porda dan pada ujung Porda ditempel semacam serobong (cerobong) untuk memperbesar suara Sarune Bolon.
Untuk mengantisipasi terjadinya kebas pada bibir, antara Itit dan Situkkoi dipasang bulatan yang terbuat dari tanduk juga, namanya disebut Ambongambong. Berdasarkan penututan para nenek moyang terdahulu, Sarune memiliki arti yaitu Sar dan Une. Sar maksudnya memberitakan ke khalayak ramai sedangkan Une maksudnya yang baik. Jadi makna Sarune adalah memberitakan yang benar atau menyuarakan yang benar.
Pada senibudaya Batak Toba, alat musik memiliki makna yang tinggi. Seperti Taganing marunungunung, Sarune marhatahata. Filosofi kedua alat musik ini yaitu, ada semacam permintaan dari manusia untuk disampaikan kepada penguasa alam semesta.
Pemusik menabuh Taganingnya berdasarkan permintaan manusia dan diteruskan ke Yang Maha Kuasa melalui irama Sarune.
Penulis   : Aliman Tua Limbong
Editor     : Mahadi Sitanggang