HUMBAHAS – Situmorang di Hutapaung Utara punya Sarkofagus yang tak tuntas. Setelah saya banding-bandingkan dengan Sarkofagus di daerah lain, setidaknya ada bagian-bagian yang hilang (tak tuntas). Penyebab hilang ini masih misterius. Ada katanya karena perang. Pande (orang pandai) pembuatnya terbunuh (atau pergi bersembunyi?), dan masih banyak lagi.
Tetapi satu yang menarik adalah, karena Hutapaung cukup asing dengan budaya batu. Beda dengan Samosir, terutama Bakara dan Tipang. Bakara dan Tipang cukup terbiasa dengan budaya batu.
Di Baktiraja, perkampungan dibentengi dengan batu karena memang batu melimpah. Di beberapa tempat bahkan masih ada terlihat pangulubalang. Pangulubalang adalah batu berjiwa. Disebut batu berjiwa karena ke batu itu dihembuskan roh mistis. Batu itu akhirnya menjadi makhluk metafisik yang hidup. Ia pelindung kampung. Hanya memang, sebagai makhluk, ia punya umur.
Di desa lainnya, termasuk Hutapaung Utara, batu tak banyak. Malah sangat jarang. Karena itu, benteng kampung terbuat dari tanah. Di kampung tua kami, tempat Sarkofagus yang tak tuntas itu, benteng benteng masih terlihat. Ada cukup banyak benteng. Berarti dulu banyak kampung. Semoga tidak diratakan karena alasan suatu hal.
Baru-bari ini, Kementerian melalui Dinas Kebudayaan RIÂ meminta foto patung Sarkofagus yang tak tuntas itu agar dikirim. Untuk memfoto, saya (penulis) pergi menapaki kampung tua kami. Di sana, kopi sudah berjajar. Ia bukan lagi kampung tua. Ia menjadi perladangan muda.
Dulu, seseorang konon pernah menemukan kerangka manusia ketika membuka ladang di sekitaran perkampungan tua itu. Yang menarik bagi saya, asal marga kami dulu katanya datang dari Samosir. Tetapi, saya belum tahu tentang sudah berapa generasi kami datang ke Hutapaung.
Lalu, mengapa datang ke Hutapaung? Apa kebaikan Desa Hutapaung? Apakah karena Samosir sudah sempit? Apakah karena ingin pulang ke kampung buyut di kampung Si Raja Lontung, di daerah Ulu Darat lalu malah nyasar ke Parsingguran terus datang mengarah ke Pollung sebelum akhirnya menetap di Hutapaung? Atau, apakah Hutapaung hanya tempat transit sebelum berdagang ke Barus?
Saya tak tahu. Saya hanya antusias karena dalam waktu dekat, Tim Balai Arkeologi akan kembali mengadakan penggalian di perkampungan Si Raja Lontung, anak dari Sariburaja karena itu menjadi saudara Raja Borbor di hulu sejarah.
Yang saya tahu, sejarah selalu menarik untuk dibahas. Mengapa menarik? Karena kita manusia. Bagi manusia, sejarah adalah masa depan yang pernah terlewat. Jadi, jika banyak yang alergi sejarah, saya meragukan apakah ia manusia dari bumi atau dari langit.
Penulis  : Riduan Pebriadi Situmorang
Editor   : Mahadi Sitanggang