NINNA – TOBA
Rondang, cemilan khas Batak Toba berbahan jagung ini bisa dikatakan sebagai popcorn, karena memang mirip. Perbedaan mencolok hanya pada kemasan saat disajikan, tidak seapik bungkus popcorn ala Barat.
Sejak lama, rondang ini telah menjadi buah tangan orang tua sepulang dari pesta adat Batak. Kebiasaan membeli jajanan rondang ini ternyata sudah berlangsung sejak era kolonial Belanda.
Sampai saat ini, rondang dapat ditemukan di setiap pesta orang Batak Toba, secara khusus di kawasan Danau Toba. Rondang ini biasanya dijajakan bersama dengan kacang tanah rebus atau kacang goreng.
Bahan rondang hanya jagung dan gula sebagai pemanis. Biasa dijajakan dalam dua pilihan, alami tanpa warna dan merah.
“Kalau orang tua kita pulang dari pesta adat ataupun dari pasar atau yang dikenal orang onan, ini biasa tak lupa dibeli sebagai oleh-oleh. Sepertinya, rondang ini hanya ditemukan di pasar dan acara adat Batak,” ujar Amir Siahaan warga Balige.
Sebagai buah tangan utama, saat kecil dia juga pernah mengejar orang tuanya sepulang dari pesat, demi sebungkus rondang.
Biasanya, rondang menjadi cemilan saat menunggu giliran menyampaikan sepatah dua kata nasehat kepada mempelai ataupun kerabat.
Proses membuat rondang sangat sederhana. Jagung pilihan yang sudah dikeringkan, dicampur dengan gula sebagai pemanis. Jagung kemudian dimasukkan ke wadah yang sudah dipanaskan, tanpa minyak layaknya menggongseng. Wadah itu harus ditutup dengan rapat agar jagung pecah dan mengembang. Jika tidak ditutup, rondang akan terlontar tak terarah dari dalam wadah pemanas.
“Jagung itu digongseng dan ditutup. Persisi seperti membuat popcorn pada umumnya. Tapi jagungnya dicampur gula dulu biar ada rasanya saat sudah pecah dan mengembang,” ujarnya.
Rondang atau popcorn Batak seperti tak terpisahkan dalam pesta orang Batak. Cemilan pelintas zaman itu tak tergantikan dengan beragam cemilan yang mulai dijajakan di lokasi pesta.
“Rondang ini punya rasa khas tersendiri. Sejak zaman dulu, ini sudah menjadi ingatan hingga sekarang. Rasanya, kalau tidak makan rondang saat ada pesta. Kayak ada yang kurang,” terangnya.
Rondang ini, kata Amir Siahaan, masih tetap mempertahankan penampilannya. Bentuk dan rasa pertama sekali dia mencicipi rondang di masa kecil, tak berubah hingga saat ini. Itulah popcorn Batak.
“Sampai sekarang inilah yang menjadi makanan khas ya. Tak lekang itu dari ingatan kita,” kenang pria berusia 57 tahun ini.
Sama halnya dengan Amir Siahaan, banyak kenangan orang Batak bila melihat rondang ini. Masa kecil menunggu ibu pulang pesta di saat sore, adalah waktu yang ditunggu-tunggu.
Hingga kini, ia masih menggandrungi rondang atau popcorn Batak dan selalu mengimbau agar makanan ini dibawa sepulang dari pesta adat maupun belanja dari pasar tradisional. Baginya, pesta adat Batak Toba tanpa rondang seakan ada yang kurang.
Penulis : Stiruam
Editor : Mahadi Sitanggang