NINNA.ID – Sekaitan dengan awal mula begu dapat diterangkan sebagai berikut. Bila seseorang meninggal dunia, tondi-nya akan meninggalkan badanya. Tondi inilah yang berubah menjadi begu.
Pada mulanya, begu tinggal di sekitar kuburan orang mati. Dia akan mencintai badan selama masih ada yang sisa. Mulai saat kematian, orang mati menjadi musuh orang hidup. Dia ingin menyeret orang lain ke kematian.
Karena itu, pada saat ada orang meninggal, ratapan (andung) disenandungkan bukan pertama-tama untuk menghormati orang yang meninggal tetapi lebih untuk menyenangkan begunya. Orang yang ditinggalkan mau memperlihatkan dan meyakinkan betapa mereka menghormati dan mencintainya.
Dalam pandangna orang Batak Toba zaman dahulu, orang terpandang yang meninggal dunia mesti dikubur dan diratapi dengan penghormatan dan ratapan hebat, sementara orang miskin biasa-biasa saja.
Kematian perempuan yang sedang berbadan dua dianggap paling sial. Tondinya menolak menerima tondi si anak. Bunuh diri dan kematian mendadak juga dianggap juga tidak terhormat. Begu-begu orang yang meninggal seperti itu dianggap luar biasa jahat dan berbahaya.
Begu-begu suka berkeliaran pada malam hari. Kerajaan para begu adalah tiruan manusia dari kehidupan di dunia. Begu-begu juga bekerja, melancong, bermain, berperang dan kawin sama seperti yang dilakukan oleh manusia yang masih hidup.
Itulah sebabnya orang meninggal harus dikubur bersama dengan keluarganya. Orang yang meninggal di daerah jauh sering digali dan dikubur kembali di pekuburan keluarga.
Semakin banyak keturunan saat masih hidup di dunia, semakin terhormatlah dia di tempat orang-orang mati. Di kalangan begu-begu, pria dan prempuan yang tak punya anak rendah kedudukannya.
Karena itu perkawinan yang tidak memiliki keturunan sangat menakutkan bagi orang Batak Toba.
Nasib orang meninggal tergantung pada bagaimana dia saat hidup di dunia. Kalau keadaaan tak berlangsung baik di tengah keluarga, si orang mati pun menderita di dunianya yang seram itu. Mereka tergantung sepenuhnya dari belaskasihan dan nasib keturunannya.
Jika keluarga yang ditinggalkan tidak menghormati roh anggota keluarga yang sudah meninggal maka yang mati itu akan membalas dan berbuat jahat.
Dalam diri orang Batak dahulu tertanam keyakinan sekiranya tidak ada begu maka dunia ini akan sempurna, ternak tidak akan mati, panenan tidak gagal, takkan ada kemelaratan dan tak akan ada kematian.
Begu dipandang meracuni kehidupan. Di mana dan di setiap tempat begu-begu mengembara dan selalu mencari mangsa, mengancam wanita hamil dan bersalin, serta membahayakan kehidupan anak-anak. Terutama kalau malam tiba dan terlebih lagi pada bulan baru muncul, para begu akan mengganggu manusia.(Tulisan ini akan kami sajikan bersambung setiap hari Minggu, Rabu dan Sabtu)
Penulis : Pastor Moses Elias Situmorang (Direktur Rumah Pembinaan Fransiskan Nagahuta, P.Siantar-Sumut dan calon Peserta PPRA 63-64 Lemhannas RI)
Editor : Mahadi Sitanggang