NINNA.ID – Seiring berjalannya waktu, kuda betina yang telah diuras (disematkan) dalam ritual sebelumnya, diharapkan melahirkan anak kuda jantan. Tanda-tanya yang ditunggu, memiliki tanda-tanda sesuai dengan permintaan Mulajadi Nabolon dengan garis menyangkut Hadebataon (keilahian).
Syarat lainnya, anak kuda jantan itu harus berwarna hitam (Silintom). Jika tidak memiliki warna hitam, anak kuda tetsebut tidak akan dikurbankan. Namun jika badan anak kuda tersebut hitam seluruhnya, tidak bercampur warna lain, itulah yang menjadi kurban (persembahan) kepada sang Illahi.
Hasuhuton ([pembuat acara), memberitahu kepada Datu Pangaraksa, Datu Pangaraksa maksudnya seorang Datu (Orang pintar) yang mengetahui tentang hakekat atau yang berhubungan dengan Mulajadi Nabolon.
Datu pangaraksa tersebut menanyakan hari dan jam lahirnya anak kuda jantan tadi. Hasuhuton memberitahu termasuk segala hal-hal yang terjadi saat anak kuda jantan Lahir.
Berdasarkan ilmu Hadebataon (keilahian), Datu pangaraksa menyatakan bahwa anak kuda yang lahir benar permintaan Mulajadi Nabolon. Berarti permintaan mereka dikabulkan Mulajadi Nabolon lewat tonggo-tonggo Datu Parmangmang. Datu parmangmang maksudnya suatu pengetahuan tentang tanda tanda alam.
Dengan segera Hasuhuton memberitahu kepada Pomparan yang satu garis keturunan, bahwa benar anak Kuda yang lahir adalah permintaan Mulajadi Nabolon berkat permintaan mereka bersama. Dengan segera seluruh pomparan berkumpul untuk merencanakan kapan acara penyerahan kurban (pelean) kepada Mulajadi Nabolon.
Hasuhuton memanggil Horong Parsinabul (protokol) bersama Datu Pangaraksa, agar memberi masukan tentang tahapan acara ritual Pasahat Hoda Somba (kuda persembahan). Dalam tradisi Batak, dikenal dengan istrilah HODA SOMBA.
Penulis : Aliman Tua Limbong
Editor : Mahadi Sitanggang