NINNA.ID – Setelah sudah ada kata sepakat dari beberapa Datu yang sudah dipanggil, maka ditentukanlah hari pelaksanaan Manguras Hoda. Yang hadir pada acara itu adalah pengetua Dalihan Natolu yakni Namardongan Tubu (Sesepuh) Tutur Boru kemudian Tutur Hula hula.
Namun dipastikan tidak ada perlakuan di sana seperti memberi Tumpak (memberi uang) dari sesepuh, juga Ulos dari Hulahula. kehadiran mereka hanya menyaksikan prose Manguras Hoda tersebut. Jauh-jauh hari kuda sudah dipersiapkan, dan harus betina. Demikian juga warna kuda tersebut harus ditentukan sesuai dengan garis yang telah ditentukan Mulajadi Nabolon.
Adapun garis yang ditentukan Mulajadi Nabolon yang disimbolkan kepada warna adalah hitam, putih dan merah.
Warna hitam disebut SILINTOM warna putiH disebut PUTI (Sihapas pilih) sedangkan yang merah disebut SINABARA.
Ketiga garis (warna) ini masing masing memiliki Hagogoon(Kekuatan) sebagal lambang pancaran Mulajadi Nabolon (Allah).
Hitam misalnya lambang pancaran Mulajadi Nabolon, yakni cara manusia mengenai Allah disebut Hadebataon. Manusia menghormati Mulajadi Nabolon melalui Pelean Namangolu (persembahan binatang hidup) dan Pelean Situtungon (persembahan yang sudah dibakar atau dimasak) yang jenisnya bermacam-macam, seperti ayam, ikan, kambing, kerbau dan kuda. Masing masing memiliki tata cara yang berbeda sesuai dengan garis tetsebut.
PUTI adalah lambang kesucian, kebenaran dan juga sebagai penimbang antara benar dan salah, suci dan kotor. PUTI juga dapat dikategorikan sebagai penimbang.
SINABARA (merah) adalah simbol Pancaran Mulajadi Nabolon yaitu Hagogoon (Kekuatan) yang identik dengan kekuasaan.
Kuda betina tersebut ditarik ke halaman rumah disaksikan Dalihan Natolu. Para Datu melantunkan Tongo-tongo (doa) kepada Mulajadi Nabolon (Allah), kemudian semua yang hadir dikasih makan minum dan Hasuhuton mengajak khalayak ramai aģar sama-sama berdoa. Mereka berharap Mulajadi Nabolon mengabulkan permintaannya melalui anak kuda betina yang diuras.
Penulis  : Aliman Tua Limbong
Editor    : Mahadi Sitanggang