Petani Muda Samosir Bangun Masa Depan Lewat Pertanian Dukung Asta Cita Prabowo-Gibran dan Harapan Kemandirian Pangan

Samosir, NINNA.ID-Di hamparan hijau Desa Partungko Naginjang, Kabupaten Samosir, Pandapotan Sinaga (33) dan istrinya, Desi Ratnasari Sianipar (28), menyulam mimpi mereka dari tanah subur warisan leluhur.

Bagi Pandapotan, bertani bukan sekadar pekerjaan—ini adalah panggilan jiwa, bakat yang mengalir dalam darah keluarganya. Bahkan sebelum Presiden Prabowo mengusung program ketahanan pangan, keluarga ini sejak dulu merasa menyediakan bahan pangan hal yang mendesak.

Sekalipun hanya mengenyam pendidikan di Samosir, semangat Pandapotan tak pernah surut. Bersama Desi, mereka mengelola lahan seluas 3 hektar, meski baru 1,5 hektar yang digarap secara bertahap. Kentang, kol, dan cabai merah keriting menjadi andalan mereka.

“Tanah di sini subur. Kalau dikelola dengan baik, hasil pertaniannya bisa sampai buat anak-anak di Partungko Naginjang jadi sarjana,” ujar Pandapotan, matanya memancarkan keyakinan.

Komitmen Bertani

Perjuangan mereka tak selalu mulus. Tahun 2023, Pandapotan memberanikan diri mengambil pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari BRI sebesar Rp10 juta melalui Kantor Unit Pangururan.

Pinjaman itu bukan sekadar modal, tetapi titik balik untuk memperluas usaha mereka.

“Saya tahu soal KUR dari kawan. Lebih bertanggung jawab pinjam di bank daripada ke keluarga. Rasanya dipacu adrenalin untuk mengembalikan. Gak main-main,” ujar Pandapotan kepada NINNA saat dijumpai di rumah kediamannya di Dusun Baniara pada Selasa 4 Maret 2025.

BERSPONSOR

Ia mengatakan setidaknya ada dua petugas dari BRI Kantor Unit Pangururan yakni Boru Tambunan dan Boru Silalahi yang datang survei pertama di tahun 2023. Kemudian pada 2024.

“Mereka langsung survei dan saya tunjukkan ladang saya. Itu yang buat mereka yakin” jelas pria yang memiliki 3 anak.

Dengan pinjaman itu, mereka memperluas tanaman kentang, kol, dan cabai.

Hasilnya memuaskan—panen melimpah, harga jual sedang tinggi, dan mereka mulai mengumpulkan dana untuk membangun rumah di atas tanah warisan.

- Advertisement -

Tak butuh waktu lama, tahun 2024 mereka kembali mengajukan pinjaman Rp25 juta.

“Begitu ada uang, saya langsung tutupi pinjaman sebelumnya,” tambah Pandapotan.

Hasil panen mereka dijual ke agen-agen lokal. Harga cabai, misalnya, berkisar antara Rp15.000 hingga Rp60.000 per kilogram.

TERKAIT  Developer Day Perkuat Talenta Digital Indonesia

Sekali panen, Pandapotan bisa menjual 20 kg cabai, 2 ton kentang (dengan harga Rp6.000-Rp12.000 per kg), dan 2 ton kol (Rp500-Rp4.000 per kg).

“Panennya bertahap. Saya sengaja tanam sedikit-sedikit, jadi tiap minggu selalu ada hasil,” jelasnya.

Untuk membantu di ladang, mereka mempekerjakan empat buruh harian lepas—tetangga mereka sendiri—dengan upah Rp100.000 per hari, sudah termasuk makan.

Namun, tak selamanya ladang bersahabat. Pandapotan masih mengingat masa sulit saat hujan deras menghancurkan kentangnya.

“Kalau cuaca bagus, bisa untung besar. Tapi kalau musim hujan, bisa gagal total,” kenangnya.

Meski begitu, Pandapotan dan Desi tak pernah putus asa. Mereka yakin pertanian adalah masa depan mereka.

“Gak ada keinginan merantau. Bertani di sini lebih menjanjikan,” kata Desi sambil tersenyum.

Kini, mereka berencana memaksimalkan lahan yang belum tergarap, sambil tetap fokus pada pertanian.

“Saya tunjukkan ke orang BRI kalau usaha ini butuh modal. Mereka lihat sendiri,” ujar Pandapotan.

Dari ladang di Partungko Naginjang, Pandapotan dan Desi membuktikan bahwa impian bisa tumbuh sekuat kentang yang mereka tanam.

Bagi mereka, bertani bukan hanya soal bercocok tanam—ini adalah cara mereka membangun masa depan.

“Keluarga ini patuh mengembalikan pinjaman. Bidang usahanya juga merupakan prioritas BRI,” ujar pegawai BRI Kantor Unit Pangururan Lidia Sitohang pada Selasa 4 Maret 2025.

Di tengah perjuangan petani lokal seperti Pandapotan, visi Asta Cita Prabowo-Gibran tentang kedaulatan pangan menjadi relevan. Program ini menekankan pentingnya ketahanan pangan, akses permodalan yang lebih luas bagi petani, serta pengembangan teknologi pertanian yang lebih adaptif terhadap perubahan iklim.

Jika pemerintah mendukung penuh sektor pertanian melalui Asta Cita, petani seperti Pandapotan dapat semakin berkembang, membuka lapangan kerja, dan berkontribusi bagi ketahanan pangan nasional.

Dari ladang di Partungko Naginjang, Pandapotan dan Desi membuktikan bahwa pertanian bukan hanya profesi, tetapi jalan untuk membangun masa depan yang lebih sejahtera.

Penulis/Editor: Damayanti Sinaga

BERSPONSOR

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU