SAMOSIR – Desa Tomok merupakan salah satu desa wisata dan pintu gerbang masuk bagi wisatawan yang berkunjung menikmati keindahan Pulau Samosir. Tomok merupakan salah satu jantung kekayaan budaya Batak Toba. Di sini ada pertunjukan patung menari.
Kata Tomok berasal dari kata “Tolmok atau Mokmok” artinya gemuk, tambun, pendek berisi atau montok. Kata ini erat kaitannya dengan kesuburan. Warga Desa Tomok memiliki keyakinan, seorang istri yang sehat dan subur itu harus bertubuh montok.
Dari Pelabuhan Ajibata atau Parapat, tempat ini dapat ditempuh selama 30 menit melalui kapal wisata tradisional. Sesampainya di Tomok, akan terlihat pelabuhan pariwisatanya yang apik.
Desa Tomok di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara ini menyimpan misteri beragam situs sejarah kuno. Daya tarik pariwisata budaya ini masih masih dilestarikan dengan baik.
Di desa ini pengunjung dapat menemukan benda-benda zaman megalitikum yang bersejarah, sehingga kawasan ini menjadi salah satu situs kebudayaan ternama di tanah Batak.
Ada makam Raja Sidabutar dan keluarganya, gereja tua, museum Batak, patung sigale-gale, batu kursi, hingga patung gajah purba.
Sebagai desa wisata, pengaruh modernisasi di kawasan ini berkembang dengan cepat, tapi tidak melunturkan kebudayaan lokal. Masyarakat di sini, baik itu pedagang, penarik becak motor dan sopir angkutan sangat fasih berbahasa Inggris.
Jajaran kios penjual cinderamta merupakan sambutan pertama yang dirasakan wisatawan begitu menginjakkan kaki ke Tomok. Berdagang cinderamata memang salah satu gantungan hidup warga Tomok, selain bertani
Desa Tomok merupakan salah satu tempat di Pulau Samosir yang memiliki pertunjukan patung kayu menari, yang disebut Sigalegale, selain di Museum Huta Bolon Desa Simanindo dan Huta Raja Siallagan.
Konon katanya, Patung Sigalegale (lemah gemulai) adalah boneka kayu yang dibuat untuk membahagiakan salah satu raja di wilayah Samosir yang bernama Raja Rahat untuk mengenang putranya bernama Manggale yang meninggal dalam peperangan.
Kerinduan Raja Rahat kepada Manggale membangkitkan niatnya mencari seorang datu (dukun), lalu oleh penasehatnya diperintahkan membuat patung yang menyerupai putera kesayangan Sang Raja.
Setelah patung selesai dibuat, dilakukan ritual pemanggilan roh anak Sang Raja dan dimasukkan ke dalam patung. Kebahagiaan Sang Raja bertemu dengan roh anaknya itu dirayakan dengan Gondang Sabangunan dan tarian tortor selama tujuh hari tujuh malam.
Sejak saat, upacara ritual pemanggilan roh masuk ke patung menari sigalegale untuk menghibur mereka yang tidak memiliki keturunan, menjadi membudaya.
Namun saat ini pertunjukkan patung sigalegale digerakan satu orang dalang dengan jalur-jalur tali di belakangnya. Patung Sigalegale tidak lagi bergerak sendiri dengan kekuatan gaib seperti dulu. Musik tradisional yang dimainkan juga sudah melalui alat musik modern yang direkam atau musik live tradisional, gondang.
Penulis : Ferindra
Editor : Mahadi Sitanggang