Perihal Usul Penghapusan Denda Pajak Kendaraan dan Pajak Progresif, Ini Penjelasan Polri

NINNA.ID – Direktur Registrasi dan Identifikasi (Regident) Korlantas Polri Brigjen Yusri Yunus memberi penjelasan perihal usul Polri untuk penghapusan denda pajak kendaraan dan denda pajak progresif.

Sebagaimana kepada Merdeka.com, Yusri mengatakan saat ini data registrasi kendaraan sudah tidak valid.

Yusri menjelaskan usulan tersebut atas kesepakatan antara Korlantas Polri, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Dirjen Keuangan Daerah (BKD), dan Jasaraharja.

Terkait, penghapusan denda pajak kendaraan progresif, Yusri menjelaskan aturan itu merespons tingginya budaya konsumtif masyarakat saat ini. Padahal, awal pajak progresif diterapkan untuk ‘memaksa’ orang memiliki satu kendaraan saja.

BERSPONSOR

“Mobil kedua pakai nama pembantu, pakai nama tetangga dan keempat pakai nama saudara, kan akhirnya enggak valid datanya. Makanya kami harapkan sudahlah pajak progresif hilangkan saja supaya valid data. Ini kita harapkan single data terjadi, data polisi, jasa Raharja dan Dispenda semuanya sama,” jelasnya saat dihubungi merdeka.com, Selasa (14/3).

Usulan terkait biaya pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) II dan pajak progresif kendaraan bermotor dihapuskan.

“Kita usulan ini ada dua poin. Pertama adalah BBNKB II yang diminta di nolkan saja dihapuskan saja. Yang kedua usulan progresif ya,” jelasnya.

Sebab, gambaran data kepatuhan masyarakat membayar pajak kendaraan masih di bawah 50 persen. Sehingga memicu adanya persoalan baru.

BERSPONSOR

Jenderal Bintang Satu itu mencontohkan, salah satu problem tidak patuhnya masyarakat dalam bayar pajak. Lantaran, biaya balik nama kendaraan yang mahal, padahal kondisi masyarakat di Indonesia sangat suka membeli kendaraan bekas.

Karena minat membeli kendaraan bekas yang tinggi, hal itu diperkirakan jadi penyebab rendahnya kepatuhan masyarakat membayar pajak. Karena, ia menyadari bahwa biaya balik nama kendaraan sangat mahal, dibandingkan biaya pajak tahunan kendaraan.

“Nah di Indonesia ini rata-rata orang beli bekas. Namanya banyak, pakai orang pertama. Dia mau balik nama tapi mahal. Sehingga dia tunggu enggak usah bayar pajak, tunggu pemutihan lah,” ucapnya.

TERKAIT  KPU Umumkan 17 Partai Politik Lolos Sebagai Peserta Pemilu 2024

Akibat persoalan mahalnya biaya balik nama kendaraan, maka banyak masyarakat yang menunda dan menunggu program pemutihan atau pemotongan biaya pajak. Padahal, langkah itu akan menimbulkan masalah baru kedepannya.

- Advertisement -

Karena saat ini, sudah tidak diperbolehkan mengurus pembayaran pajak kendaraan memakai identitas bukan sesuai pemilik aslinya. Semisal, memakai nama orang lain pemilik kendaraan sebelumnya.

“Polisi sekarang kan penindakan pakai ETLE. Kalau kamu masih pakai nama tetangga, kamu enggak mau balik nama. Itu kalau melanggar yang ditilang siapa. tetangga kan orang lain,” kata dia.

“Kalau kamu belinya motor di tempat jual motor bekas enggak tahu lagi orang pertamanya. Bingung nanti polisi. Kamu yang melanggar tapi yang ditilang nama pertama atau orang lain,” tambah dia.

Yusri mengatakan apabila usulan penghapusan pajak biaya balik nama berlaku, diharapkan masyarakat akan menjadi patuh membayar pajak, karena biaya balik nama gratis.

“Masyarakatnya enak, balik nama gratis. Pasti pada mau bayar pajak dong, pajaknya Rp300.000 balik nama Rp1 juta berapa tahun itu kalau dipakai buat bayar pajak. Senang kan masyarakat kaya gitu,” tuturnya.

Di sisi lain, Yusri menjelaskan bila usulan ini bisa diterbitkan sesuai kewenangan dari daerah khususnya Pemerintah Provinsi melalui Peraturan Gubernur (Pergub). Dengan membebaskan biaya pajak BBNKB II dan pajak progresif.

“Nah ini yang kita usulkan kepada gubernur agar BBNKB nol. Setelah dinolkan (gratis) pajak itu PAD nya pendapatan daerah dari kendaraan bermotor langsung meningkat dia. Karena pada mau bayar pajak, masyarakatnya enggak kena bayar balik nama,” terangnya.

 

BERSPONSOR

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU