Perayaan Natal SMA Negeri 1 Doloksanggul, Kemeriahan dan Semangat Belajar Merdeka

HUMBAHAS – Meriah sekali. Acara demi acara Natal SMA Negeri 1 Doloksanggul sangat padat. Siswa-siswa sangat antusias. Mereka ingin tampil. Apalagi, pada kelas XII, ini menjadi perayaan Natal pertama dan terakhir. Selama duduk di SMA tentu saja.

Semua seperti berlomba ingin tampil. Tapi, waktu terbatas. Maka, beberapa kecewa. Apalagi setelah acara hiburan ditiadakan. Ditiadakan karena sekolah lain juga mengadakan Natal. Di tempat yang berdekatan.

Toleransi harus ada. Tak mungkin kita hiburan, mereka ibadah. Maka, hiburan ditiadakan. Pilihan yang bijaksana.

Tapi, bijaksana kadang selalu menyakitkan. Seorang siswa menangis di luar. “Kami udah siap tampil, Pak,” katanya pada saya.

Saya menjelaskan. Tak mungkin kita meriah, orang lain ibadah. Mereka menerima. Tetapi, tak siap menerima. Jadilah mereka tetap kecewa.

Kecewa tak sama dengan marah, apalagi benci. Siswa lainnya datang ke rumah saya.

“Saya tak mau tampil lagi jika ada acara. Kecewa, Pak,” katanya.

“Yang rugi siapa? Artis saja kecewa, tetapi tetap tampil. Karena kalau tak tampil, mereka yang rugi.” Ia pun mengerti. Saya akan tampil lagi, katanya.

BERSPONSOR

Saya juga mengerti. Kecewa selalu ada. Tetapi, kecewa lebih banyak berumur pendek. Saat ini kecewa, besoknya tidak.

Karena itu, mereka berjanji, jika ada acara, akan tampil lagi. Pendidikan memang harus seperti itu: memberikan panggung dan kesempatan.

Panggung dan kesempatan itu membuat mereka percaya diri. Belajar matematika membuat siswa terampil berhitung. Panggung memberi mereka terampil hidup.

Pelajaran yang tak bernilai di rapor. Tetapi, berarti dalam kehidupan. Sama seperti ketika siswa tampil di pesta-pesta. Mereka jadi pemberani.

- Advertisement -

Pendidikan harus merdeka. Seperti Kampus Merdeka. Memberi kebebasan pada mahasiswa sesekali ke luar. Sekolah pun sebaiknya sudah bisa seperti itu. Sesekali tanpa keterusan. Kelamaan di dalam kelas toh tak membuat mereka pintar. Itu seperti pisau. Terus dipakai tanpa diasah, maka akan tumpul.

TERKAIT  Program Geopark UNESCO di Danau Toba Tidak Membumi

Ada siswa saya. Dulunya diragukan. Malah korban kekerasan. Dari ayahnya sendiri. Ia punya trauma. Ia tak pernah masuk 10 besar. Sering tampil di masa pandemi membuatnya berbeda.

Ia untuk kali pertama masuk dalam jajaran 5 besar. Masuk PTN dari jalur tulis. Sebuah prestasi yang tak pernah ia pikirkan.

Maksudnya, di dalam kelas tak selalu membuat mereka semakin pintar. Ruang kelas terlalu lama tanpa pernah ke luar jadi seperti penjara. Bagi beberapa orang tentu saja.

Itulah mengapa mereka terlihat kecewa. Karakter siswa mungkin sudah seperti ini. Mereka harus diberi kesempatan.

Kurikulum Merdeka menjadi tempat mereka berlabuh. Ada kesempatan untuk tampil dan berkarya. Tetapi, takutnya kelamaan berkarya hingga acara semakin padat.

Sama seperti perayaan Natal SMA Negeri 1 kemarin. Acara berlangsung padat. Bapak Kepala Cabang Dinas Humbang malah kerasan sampai ujung acara.

Ada juga yang menarik. Alumni tahun lalu datang. Mereka membawa bingkisan. Bapak Kepala SMA 1 Doloksanggul Panutur Simorangkir, menyambutnya sukacita.

Dalam harapannya, Panutur Simorangkir punya target. Sebanyak 200 orang masuk PTN pada tahun 2023. Target yang besar, tetapi tidak mustahil.

Namun, patut dinantikan. Apalagi Kepala SMA Negeri 1 Doloksanggul, Panutur Simorangkir, sudah memberikan panggung pada siswa. Cara ini mungkin seperti mengasah pisau. Mungkin saja.

Lalu, Alfred Silalahi, Kacabdis Humbang mengatakan, akan sering-sering ke sekolah. Melihat perkembangan. Patut ditunggu.

 

Penulis  : Riduan Situmorang
Editor    : Mahadi Sitanggang

BERSPONSOR

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU