SAMOSIR – Sebelum ajaran Kristen masuk ke tanah Batak, para leluhur kita dahulu sudah memahami pergantian hari yang disebut Ari Batak Toba. Jumlah ari tersebut terdiri dari 30 hari (ari) 12 bulan (Sipaha) ditambah penanggalan Hurung dan Rikkar.
Hurung maksudnya penanggalan yang berobah menurut terbitnya bulan. Dengan demikian, penentuan ari Batak harus disesuaikan dengan terbitnya bulan.
Secara umum, penulis memberi pemahaman tentang makna per hari yang dimulai dari Artia hari pertama. Artia jarang dipakai ketika ada acara besar maupun kecil di Batak Toba. Karena Artia ini merupakan hari yang keras (Ari manonggal).
Umumnya, yang bisa memakai ari artia ini harus orang yang memiliki ilmu keilahian dan orang yang sakti.
Menurut sejarah, Raja Sisingamangaraja XII lahir di Artia sesuai penanggalan Batak tepat di bulan satu di Sipaha Sada. Ketika orang melakukan hajatan, yang melakukan hajatan tidak bisa makan ikan Batak (Ihan Batak).
Suma (hari kedua). Suma boleh dipakai namun tetap tergantung orang yang melakukan hajatan. Orang yang bisa melakukan hajatan di hari ini adalah orang bandal dalam istilah Batak disebut anak Sukkil sukkil. Pantangan hari itu adalah binatang berkaki dua seperti ayam dan sejenisnya.
Anggara, adalah hari ketiga menurut penanggalan Batak. Hari ini adalah hari yang baik untuk mengobati dan meracik obat-obatan. Oleh nenek moyang kita dahulu, hari ini juga sangat cocok juga untuk berburu.
Di hari baik menurut penanggalan Batak Toba ini, juga sering digunakan untuk musyawarah sekeluarga dengan para sesepuh, namun tidak diperbolehkan bersuara keras apalagi sampai timbul pertengkaran.
Saat ari anggara, juga cocok dipakai untuk perang dan buang sial, namun tetap memperhitungkan letak Pane Nabolon. Perlu diingat, tidak boleh berhadapan dengan letak Pane Nabolon, tapi harus mengikuti arah Pane Nabolon tersebut.
Penulis : Aliman Tua Limbong
Editor : Mahadi Sitanggang