NINNA.ID – Pada tulisan sebelumnya kita sudah membahas langkah awal yang biasanya dilakukan oleh suku Batak dalam membangun satu rumah. Mulai dari ritual-ritual awal sampai pada pengambilan bahan (kayu) ke Tombak (hutan). Berikut ini, masih terkait ritual pembangunan rumah suku Batak, seperti yang dituturkan para sesepuh terdahulu.
Istilah ritual disebut Mameakkon Batu Parsuhi dalam bahasa Indonesia disebut peletakan batu pertama. Hal ini dilakukan biasanya setelah Partapakan lengkap dan pengadaan bahan-bahan bangunan sudah tiba di lokasi. Adakalanya proses ini harus ditanyakan kepada dukun (orang pintar) tentang kapan baiknya pelaksanaan Mameakkon Batu Ojahan/Parsuhi (Peletakan Batu Pertama).
Setelah ditetapkan hari pelaksanaannya, para sanak saudara akan diundang bersama tetangga satu kampung, dan tentu tidak ketinggalan pihak hula-hula akan diundang juga. Terlebih hula-hula yang bersentuhan langsung kepada keluarga si pembuat rumah.
Setelah undangan lengkap antara mereka yang berkeluarga, diundanglah pekerja bangunan, yang jauh sebelumnya sudah disepakati. Saat acara peletakan Batu Ojahan biasanya harus dilengkapi sesajen: tepung beras, Harbue Satti dan cawan berisi campuran air perasan jeruk purut yang sudah dipotong.
Setelah semuanya lengkap, pekerja bangunan akan melantunkan Tonggotonggo (doa) kepada Borpati Ni Tano dilanjutkan dengan meletakkan sebutir telur ayam, sembari melekatkan semen kepada beberapa batu pondasi. Kemudian pekerja menaburkan tepung tawar berbarengan dengan memercikkan air Pangurason.
Setelah ritual oleh pekerja ini selesai, saatnya diserahkan kepada Hasuhuton (si pemilik rumah), untuk meletakkan Batu Ojahan. Begitulah seterusnya sampai seluruh keluarga melakukan ritual tersebut, mulai dari keluarga sesepuh yang dituakan dalam silsilah mereka, dilanjutkan dengan marga boru dan yang terakhir adalah marga Hulahula.
Ritual ini sebagai gambaran bahwa idealnya sebuah keluarga itu harus hidup bahu-membahu, dan saling membantu di saat duka maupun suka.
Setelah proses peletakan Batu Ojahan selesai, akan dilanjutkan dengan acara makan bersama. Dalam prosesi ini, pihak Hasuhuton (si pemilik rumah) harus menyerahkan Tudutudu Sipanganon kepada hulahula Si Pamupus (tulang), marga yang sama dengan marga ibu.
Penulis : Aliman Tua Limbong
Editor   : Mahadi Sitanggang