Pelabuhan Ambarita, Kenapa Belum Rampung?

SAMOSIR – Para penumpang di Pelabuhan Ambarita terpaksa duduk di lantai karena pelabuhan belum rampung. Sebagian besar memilih duduk di belakang maupun di sisi kiri kanan kantor pelabuhan, tempat pembelian tiket. Sebagian lagi memilih duduk di warung-warung yang ada di sekitar pelabuhan sembari menantikan keberangkatan. Selama Lebaran, khususnya di hari pertama hingga hari ketiga yakni 2-4 Mei, jumlah penumpang membludak di pelabuhan.

Para penumpang kecewa karena mereka tidak dapat tempat duduk selama mengantri kapal. Apalagi selama Lebaran ini antrian panjang. Akibatnya, wisatawan harus menunggu berjam-jam selama di pelabuhan ini. Salah satu penumpang yang duduk di lantai bertanya mengapa pemerintah tidak segera merampungkan penyelesaian pelabuhan ini dan membiarkan wisatawan harus mencari sendiri posisi duduk mereka.

“Ngomel-ngomel tadi aku sama petugas Dinas Perhubungan.Kok gak ada tempat duduk disediakan. Antrian sudah panjang begini. Toilet pun tidak ada. Terpaksa harus pergi ke toilet yang disediakan warga,” ujarnya.

Warga di sekitar Pelabuhan Ambarita mengatakan pembangunan Pelabuhan Ambarita gantung karena masih ada warga sekitar yang belum melepaskan lahan mereka untuk dibangun pemerintah. Ada 8 warga yang masih menahan lahan mereka dan menuntut ganti rugi senilai Rp500 juta kepada pemerintah atas lahan yang mereka tempati.

“Gak mau mereka diganti rugi Rp150 juta. Padahal yang lain sudah terima ganti rugi. Tinggallah 8 orang ini yang menuntut ganti rugi atas lahan mereka, masing-masing Rp500 juta. Pemerintah bukan hanya kasih Rp150 juta saja sebenarnya ke mereka. Dikasih lagi tanah buat mereka dan disediakan kios nantinya untuk berjualan di pelabuhan. Kan sudah enak kalilah mereka dapat itu dari pemerintah. Payah memang warga kita,” terang Ibu boru Silalahi penjual kain di tenda biru.

TERKAIT  Mendorong Desa Wisata Menawarkan Pengalaman yang Unik

Hal senada diungkapkan oleh Ibu boru Manik penjual kain di sebelah boru Silalahi. Ia mengatakan hal yang dilakukan oleh kedepalan orang yang masih menahan lahan mereka untuk dibenahi pemerintah justru menghambat rejeki warga. Pemerintah, kata dia, sudah berikan perhatian penuh untuk memajukan Samosir tapi yang menghambat justru rakyat sendiri.

Tenda Sementara
Para pedagang di tenda biru mengatakan, tenda tempat mereka berjualan bersifat sementara. Mereka terpaksa berjualan di tenda biru karena kios mereka di Desa Siallagan belum rampung. Terdapat miskomunikasi antara pemerintah dan para pedagang. Para pedagang di Desa Siallagan beranggapan pemerintah yang akan merevitalisasi semua bangunan baik sisi luar maupun dalam. Akan tetapi, pemerintah hanya merenovasi bagian luar, hanya sekadar bagian pintu, tidak termasuk ruangan dalam.

“Kami (para pedagang) pikir semua bakal dibetullin. Padahal hanya bagian luar saja. Hanya pintu dan atap. Makanya bangunan itu belum bisa dipakai. Bagian dalam setelah direnovasi masih berantakan. Makanya kami pernah menuntut pemerintah supaya diselesaikan. Tapi tidak bisa. Harus berbagilah. Kami juga harus keluarkan duit untuk bagian dalam,” jelas Ibu boru Silalahi.

BERSPONSOR

Tahun ini, para pelaku jasa pariwisata bisa tersenyum karena wisatawan membludak. Para pedagang, penyedia penginapan, penyedia jasa transportasi dan pelaku jasa wisata lainnya di Kawasan Danau Toba, khususnya di Samosir dapat memperoleh lonjakan penghasilan dari sektor pariwisata. Hampir di setiap pelabuhan, destinasi, penginapan, dan bahkan desa wisata dipadati oleh mobil-mobil wisatawan yang sedang berkunjung.

 

Penulis  : Damayanti Sinaga
Editor     : Mahadi Sitanggang

BERSPONSOR

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU