Samosir, NINNA.ID-Di balik bukit-bukit hijau dan hembusan angin Danau Toba yang tenang, sebuah kisah tumbuh dari biji kecil menjadi aroma harum yang kini mulai mengharumkan nama Samosir di dunia kopi. Kisah tentang Marulam Sinaga dan Kopi Pardosir.
Ide penamaan Pardosir berasal dari singkatan Parbaba Dolok Samosir.
Lebih dari satu dekade lalu, Marulam Sinaga menanam kopi di lahan keluarga seluas dua hektare di Parbaba Dolok, Samosir. Saat itu, tidak ada merek, tidak ada label, bahkan mungkin tidak ada kebanggaan. Hanya panen lalu jual, sekadar untuk bertahan.
Namun di tengah kesederhanaan itu, tumbuh pertanyaan yang kemudian menjadi semangat: “Kenapa kita hanya menjual kopi mentah? Kenapa Kopi Samosir belum dikenal, padahal kita punya yang bagus?” ujar Marulam Sinaga, pemilik Pardosir KOPI yang juga Ketua KelompokTani Agro di Desa Parbaba, Samosir, menceritakan ide awal usaha ekonomi kreatif kopinya kepada NINNA, Rabu 16 April 2025 di Café Pardosir.
Belajar Otodidak, Menyulut Asa
Jawaban dari pertanyaan itu tidak datang seketika. Marulam Sinaga memulainya dengan cara paling dasar: belajar dari pengalaman daerah lain.
Ia mengamati bagaimana Sidikalang, Simalungun, dan Humbang bisa membangun citra kopi mereka. Lewat internet, lewat perbincangan. Semua dilakukan otodidak.
Namun titik balik datang pada tahun 2018. Pardosir mendapat pelatihan dari Direktorat Jenderal Perkebunan di Lembang, Bandung. Di sana, ia mempelajari proses kopi dari buah ceri hingga pengemasan.
Ini bukan hanya pelatihan teknis—ini adalah pemantik semangat baru bahwa Kopi Samosir bisa diolah, dibanggakan, bahkan dijual dengan harga yang pantas.

Dari Dapur ke Media Sosial
Tapi mimpi tak akan jadi kenyataan tanpa tindakan. Tahun 2017, bahkan sebelum pelatihan, Pardosir sudah mulai nekat memasarkan hasil olahannya. Ia menggunakan penggiling bumbu dapur untuk menggiling kopi, lalu menjualnya lewat Facebook.
Idenya sederhana: siapa yang memberi “like” pertama, dapat kopi gratis. Promo itu mungkin terlihat sepele, tapi dari sinilah aroma pertama Kopi Parbaba mulai menyebar.
Lambat laun, dukungan mulai berdatangan. Dari Kementerian, Pardosir mendapat rumah produksi.
Dari bank, ia mengakses Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI—dari Rp30 juta hingga akhirnya bisa mengelola pinjaman Rp350 juta.
Namun jalan tidak selalu mulus. Pandemi menghantam keras. Penjualan berhenti. Pasar lesu. Tapi usaha tak boleh mati.
Untuk bertahan, Pardosir menambah usaha: menanam dan menjual ubi jalar jenis JP, dikirim ke pabrik luar daerah. Kopi tetap jalan meski permintaan turun drastis.
Kini, dalam sebulan, Marulam Sinaga bekerjasama dengan istri dan anaknya sebagai satu tim harus menyetor cicilan Rp8 juta. Tapi keluarga ini tak gentar. Bagi mereka, ini bukan sekadar bisnis, ini adalah perjuangan mengangkat harkat petani kopi Samosir.
Tenaga Lokal, Dampak Nyata
Saat musim panen kopi tiba, lahan dua hektar Pardosir bisa menyerap hingga 200 pekerja lepas—tetangga, keluarga, warga sekitar. Namun ada tantangan unik: saat panen raya serentak, semua orang sibuk di ladang masing-masing. Akibatnya, pernah ada buah kopi yang terbuang karena tidak ada yang memanen.
Kondisi ini menyadarkan Pardosir bahwa membangun ekosistem kopi bukan hanya soal produksi, tapi juga soal kolaborasi.
“Kalau cuma petani, nggak kuat. Kalau cuma pengusaha, nggak jalan. Harus bareng dengan pemerintah,” ujarnya.
Kini, usaha Pardosir bukan hanya soal menjual kopi. Ia juga membuka pintu untuk wisata edukasi.
Anak perempuannya bernama Israelma Sinaga yang telah tamat SMA kini lebih banyak mengurusi Café Pardosir yang terletak di Simpang Parbaba Dolok.
Di Pardosir Farm and Café, Anda bisa merasakan langsung proses kopi dari biji hingga ke cangkir.
Farm-nya berada di Parbaba Dolok, sedangkan kafenya di Parbaba Toruan. Dalam paket wisata yang ditawarkan, pengunjung diajak mengenal langsung siklus kopi: mulai dari menanam bibit, memetik buah ceri, mengupas kulit, mengeringkan, menggiling, menyangrai, hingga menyeduh dan mencicipi.

Dua metode utama pengolahan—kering dan basah—diperkenalkan secara langsung. Anda akan belajar mengapa kadar air harus pas, kenapa fermentasi penting, dan bagaimana proses sangrai mengubah karakter rasa kopi.
Di akhir tur, Anda bisa menikmati hasilnya: secangkir kopi Pardosir, diseduh dengan cara tradisional, disajikan dengan latar Danau Toba yang memesona.
Oleh-Oleh dari Tanah Batak
Kopi Pardosir bukan hanya bisa dinikmati di tempat. Produk mereka kini sudah mulai dikenal sebagai oleh-oleh khas Samosir. Tak sedikit wisatawan yang membawa pulang kemasan kopi Pardosir, lengkap dengan cerita di baliknya.
Lebih dari sekadar produk, ini adalah secangkir semangat. Tentang seorang petani yang berani bermimpi. Tentang tanah yang subur dan potensi yang selama ini tersembunyi.

Mungkin, suatu hari nanti, saat Anda menyeruput kopi Samosir di sudut dunia mana pun, Anda akan teringat: bahwa aromanya pernah lahir dari Desa Parbaba Samosir yang sunyi—dan dari seorang pria Batak yang tak pernah berhenti percaya.

Tertarik dengan wisata kopi di Samosir?
Hubungi Pemilik Pardosir Coffee Marulam Sinaga: +62 821 6526 1975
Penulis/Editor: Damayanti Sinaga