NINNA.ID – Hari ini, saya dengan anak-anak Sanggar Maduma ke Panoguan Solu di Paranginan, Humbang Hasundutan. Kebetulan, putri yang punya destinasi wisata ini sedang menikah. Kami dipercaya sebagai penari. Dan, kami pun pergi ke sana. Kami berangkat dari Doloksanggul menuju Sipinsur. Karena memang, jalur ke sana adalah dari Sipinsur.
Sipinsur ke Panoguan Solu sangat dekat. Mungkin sekitar 1-2 kilometer. Artinya, tak sampai belasan menit dari Sipinsur ke Panoguan Solu. Jadi, rugi rasanya jika berkunjung ke Sipinsur namun tak singgah di Panoguan Solu. Saya katakan demikian atas dasar berbagai pengalaman. Sebab, sebelum ini, berkali-kali sudah saya lewat begitu saja dari Panoguan Solu.
Kebetulan, pada penelitian Destinasi Sisingamangaraja selama hampir sebulan penuh tahun lalu bersama Balai Arkeologi Sumatera Utara, saya terhitung beberapa kali lewat dari sana. Ya, lewat begitu saja. Tak tertarik untuk singgah. Begitu juga dengan kesempatan-kesempatan sebelumnya. Lewat begitu saja dan tak tertarik. Tetapi, kali ini, saya seperti merasa menyesal.
Ternyata, menatap Danau Toba dari Panoguan Solu sangat eksotis.
Pulau Sibandang tampak jelas. Jalanan hitam nan mulus dari Bakara ke Muara terlihat anggun. Ombak danau terlihat tenang. Itu soal alamnya. Namun, Panoguan Solu tidak sebatas alam. Ada beberapa kreativitas yang empunya untuk mendesain Panoguan Solu supaya tampil lebih menarik dan memanjakan.
Di sana, misalnya, ada solu kecil. Ya, Solu. Terlihat sepele. Sebab, di mana-mana di Danau Toba ada solu. Dan, justru Solu adalah bagian tetap di setiap pinggiran Danau Toba. Tetapi, Solu ini punya keistimewaan. Ia dibuat menjadi ikon. Dan, memang, cukup ikonik. Berfoto di sana cukup indah dan menawan. Tak rugi berfoto di sana, apalagi prewed.
Toh, harga cukup terjangkau. Seharga Rp5.000 kita sudah bisa berselfi ria dan merasakan alunan angin sepoi dari danau. Kita bisa seperti merasa sedang di film Titanic. Hanya memang, kayu penopang Solu itu mulai renta. Andai saja penopangnya dibuat dari baja atau besi dan diatur semenarik mungkin, tentu akan jauh lebih nyaman dan aman.
Tidak hanya Solu. Ada juga rumah pohon. Jalan menuju rumah pohon itu dibuat satu kelokan. Cukup menarik dan eksotis di sana. Merasakan angin danau sambil menghirup aroma getah Pinus. Stres dan depresi bisa hilang seketika. Cuma lagi, kayu penopangnya sudah perlu diperbaiki dan diganti demi kenyamanan. Toh, alam di sana sangat menjual dan menjanjikan.
Masih ada spot lainnya. Jika punya anak, bisa membawa ikut serta karena ada ayunan dan tempat berseluncuran. Lapangannya luas. Bahkan sangat luas. Tak perlu repot untuk parkiran. Apalagi saya lihat, sedang ada pembenahan di mana-mana. Ada juga gubuk-gubuk untuk bersantai ria sambil memandang ke sekujur danau. Kita bisa healing di sana dengan sejuk.
Melihat ke bawah ada barisan pohon yang rimbun. Kita seolah bisa turun sampai ke pinggir danau. Ada juga gubuk yang pantas tempat selfie. Malah bentuk rumah Batak untuk rebahan pun ada. Cukup lengkap untuk sebuah kunjungan. Artinya, sangat rugi jika kita hanya lewat begitu saja seperti saya selama ini. Kapan lagi kita healing secara alami dan murah, tapi mewah?
Jadi, jika ke Sipinsur, singgahlah ke sana. Tidak menyita waktu kok. Cukup dekat. Jalan pun sangat mulus. Di sepanjang jalan, kita melihat alam yang indah. Damai. Sejuk. Benar-benar bisa menjadi tempat healing. Jika Anda sudah bosan dari Sipinsur dan Panoguan Solu, toh kita masih bisa melanjutkan perjalanan ke Bakara. Jalan lagi-lagi sangat mulus dan lancar.
Hanya memang, kita perlu hati-hati. Jalan sangat curam menuju Bakara. Namun, tak cukup lama sampai ke bawah. Paling hanya memakan 15 menit. Jadi, setelah sampai ke Bakara, situs wisata lebih banyak lagi. Artinya, jalur destinasi wisata Sipinsur-Panoguan Solu-Bakara sangat potensial. Sebab, di antara jalur itu, ada satu spot yang aduhai indahnya, yaitu Panoguan Solu.
Tak salah jika disebut sebagai kepingan surga di Humbang Hasundutan. Jadi, mau apa lagi? Ayo, berkunjunglah ke Sipinsur dan jangan lupa ke Panoguan Solu. Toh, setelah dari sana, kita masih bisa untuk terus turun ke bawah. Tinggal pilih jalur, ke Muara atau ke Bakara, atau bahkan ke Tipang? Saya sudah merasakan menyesal setelah selama ini abai pada Panoguan Solu. Jangan sampai Anda ikutan menyesal.
Penulis : Riduan Pebriadi Situmorang
Editor : Mahadi Sitanggang