NINNA.ID-Sejak musim liburan bagi orang Eropa dan Covid tidak lagi menjadi penghalang bagi orang-orang bepergian, tamu rombongan dari Eropa memadati Danau Toba, terkhusus di Pulau Samosir.
Kali ini, Ninna berkesempatan menemani tamu rombongan dari Eropa yang terdiri dari 20 bule. Yang mendapatkan kesempatan istimewa kali ini untuk melayani tamu rombangan ini adalah guide bernama Daniel.
One day trip kali ini dimulai dari pukul 08.30 WIB hingga berakhir pada pukul 17.00 WIB.
One day trip tersebut antara lain mengunjungi: Huta Siallagan Kabupaten Samosir, Desa Sigapiton Kabupaten Toba, Air Terjun Situmurun Kabupaten Toba, dan Pasar Souvenir Tomok serta Makam Raja Sidabutar di Kabupaten Samosir.
Perjalanan diawali dari Toledo Inn, tempat rombongan ini menginap. Lalu kami memasuki Kapal Motor (KM) Jogi menuju Huta Siallagan.
Huta Siallagan Kabupaten Samosir
Selama di Huta Siallagan, para bule Belanda ini mendapatkan penjelasan tentang Rumah Batak, Batu Persidangan Siallagan, dan hal menarik lainnya.
Bagian paling menarik selama di Siallagan yakni saat salah satu bule Belanda diminta untuk melakoni peran penjahat yang mendapat hukuman mati dari Raja Siallagan.
Hukuman mati pada zaman dulu (pada zaman Kerajaan Siallagan) biasanya dijatuhkan hanya kepada pria yang didapati melakukan dosa besar. Dosa besar yang dimaksud seperti memperkosa atau membunuh orang lain.
Desa Sigapiton Kabupaten Toba
Selesai mendengarkan story telling tentang Huta Siallagan, kami beranjak ke Desa Sigapiton Kabupaten Toba. Begitu turun dari kapal, kami disambut seorang pria dewasa yang tampaknya sudah akrab dengan sang Guide Daniel Manik.
Lalu kami pun berjalan kaki menuju sebuah sekolah yang telah sering didatangi oleh Daniel bersama tamu-tamunya.
Sesampainya di halaman sekolah, kami disambut oleh anak-anak yang masih setia menantikan kami sekalipun mereka sudah 20 menit lalu pulang sekolah.
Salah satu dari mereka berperan sebagai ketua dan menjadi juru bicara. Saat itu juga ia mengatakan akan mempersembahkan tor-tor. Begitu musik diputar, para bule Belanda ini pun ikut menggerakkan tangan dan kaki mereka.
Lagu kedua mereka yakni si Hutur Sanggul. Mereka mengajak bule-bule Belanda ini manortor bersama mereka. Suasana begitu seru. Para bule berusaha meniru gerakan anak-anak sekalipun itu sangat sulit bagi mereka.
Khususnya bagian manortor sambil menyilangkan tangan kanan ke tangan bawah. Bagian ini buat para bule cukup kebingungan dan beberapa memilih untuk tidak menggerakan tangannya sama sekali.
Namun ada juga yang berusaha untuk meniru gerakan anak-anak persis. Tapi yang lebih lucu lagi seorang pria mencoba memadukan tortor dengan tarian hiphop sesuka hatinya. Beberapa murid lantas meniru gerakannya.
Dua lagu ini berhasil menghipnotis rombongan bule ini. Lagu dan tor-tor ini juga seperti alat bantu yang membuat mereka dekat dengan anak SD di Desa Sigapiton.
Sebelum kembali ke kapal dan menuju Air Terjun Situmurun, anak-anak tersebut didampingi penjelasan dari Daniel meminta tamu rombongan dari Eropa untuk memberikan donasi atau saweran.
Agar kelak anak-anak tersebut dapat kembali menunjukkan tari-tariannya di hadapan para tamu. Mereka juga bisa membeli perlengkapan yang mereka butuhkan untuk di sekolah dan sedikit uang jajan buat mereka.
Perasaan kami senang sekali seusai mengunjungi sekolah tersebut. Anak-anak di sekolah tersebut pun masih ingin bermain bersama para bule.
Beberapa dari mereka terus mendekati para bule dan memegang tangan mereka. Ada yang malu tapi selalu memerhatikan para bule ini.
Air Terjun Situmurun Kabupaten Toba
Hingga akhirnya kami harus meninggalkan mereka dan menuju Air Terjun Situmurun Kabupaten Toba. Waktu tempuh menuju air terjun ini cukup lama. Namun, penantian yang lama ini terbayar.
Para bule ini merasa takjub dengan kekayaan alam Kabupaten Toba ini. Mereka sangat mengagumi pemandangan di Situmurun.
Saking gembiranya, mereka langsung buka baju dan ingin langsung nyemplung ke Danau Toba.
Tapi kami tahan karena mereka perlu mengisi perut terlebih dahulu. Karena sudah tiba waktunya jam makan siang. Jika mereka berenang dulu lalu makan, kami khawatir mereka akan kelelahan.
Jadilah mereka makan siang dengan menggunakan celana dalam dan kaos saja. Saat makan mereka pun terlihat terburu-buru karena saking ingin segera masuk ke danau.
Setelah menikmati waktu sekitar 1,5 jam di Situmurun, mereka harus kembali ke kapal.
Daniel Manik sudah lebih dulu menyelesaikan misi berenangnya. Belakangan dia naik ke kapal dan segera mengambil gitar untuk menghibur para tamu dengan lagu-lagu jenaka.
Lagu di sini senang di sana senang sangat disukai oleh para bule. Mereka juga mengikuti Daniel menyanyikan lagu tersebut.
Sembari menghibur para tamu, awak kapal pun membawa kami menuju Makam Raja Sidabutar dan Pasar Souvenir Tomok di Kabupaten Samosir.
Makam Raja Sidabutar
Sebelum menuju Makam Raja Sidabutar, kami melewati pasar souvenir Tomok. Sebagaimana pasar biasanya, kami ditawarin oleh para pedagang untuk membeli produk-produk yang mereka jual.
Tapi Daniel bilang kami ke makam dulu untuk mendengarkan story telling Makam Raja Sidabutar.
Sebelum memasuki makam, kami dipakaikan ulos satu per satu. Lalu duduk di bangku yang ada. Kemudian mulailah Daniel menceritakan serangkaian kisah mengenai makam-makam yang ada di hadapan kami.
Tamu rombongan dari Eropa ini mendengarkan dengan serius. Mereka terlihat takjub dan merasa baru kali ini mendapati budaya yang berbeda dari yang mereka selama ini lihat.
Kebanyakan tamu rombongan dari Eropa ini mengakui untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Indonesia.
Sumatera Utara merupakan tempat pertama yang mereka jalani selama perjalanan mereka.
Pasar Souvenir Tomok
Setelah dari Makam Raja Sidabutar kami menuju Pasar Souvenir Tomok kembali. Beberapa dari bule ini membeli souvenir berupa miniatur rumah Batak, pakaian Batak, dan lainnya.
Mereka juga sering dimintai berfoto bersama anak-anak yang lewat di Pasar Souvenir Tomok.
Beberapa anak muda yang menjaga kios souvenir juga memuji kegantengan para bule ini. Sebab, beberapa dari mereka memang ada yang benar-benar sangat ganteng.
Profesi Bule Eropa
Selama one day trip, Ninna coba cari tahu apa profesi dari masing-masing mereka. Ada seorang anak kuliahan berusia 23 tahun. Pekerjaan sampingannya sebagai pelayan Café.
Ia bekerja sehari dalam seminggu dan di hari libur dia manfaatkan waktunya untuk bekerja. Uang yang ia tabung selama bekerja sebagai pelayan Café yang ia gunakan untuk liburan ke Indonesia.
Ada wanita bule muda yang cukup talkatif. Ia bekerja sebagai guru berkebutuhan khusus. Ia dengan jenaka berkata begini ke Ninna,” Kalau di kelasnya aku sabar, tapi pada dasarnya aku bukan orang yang sabar-sabar amat,”.
Ada sepasang suami-istri. Sang suami sering bertanya banyak hal kepada guide. Profesinya adalah penulis.
Ada yang masih muda berprofesi sebagai Guru Matematika. Sang Guru Matematika ini juga memiliki pekerjaan sampingan sebagai Pemimpin Orkestra.
Yang lain seorang wanita yang cukup berumur adalah guru Bahasa Inggris.
Beberapa lain belum sempat Ninna tanya. Tapi rata-rata anak muda yang ikut rombongan trip adalah anak kuliahan yang punya pekerjaan sampingan.
Penulis: Damayanti Sinaga
Editor: Damayanti Sinaga
Penulis juga merupakan seorang pemandu wisata di Danau Toba