NINNA.ID – Sejak minggu-minggu akhir Desember kemarin, Sibea-bea mulai dipadati pengunjung. Puncaknya, pada tahun baru, Sibea-bea sampai ditutup. Sibea-bea kelebihan pengunjung. Saya tiba-tiba tersadar bahwa Danau Toba memang bisa hidup dari wisata, terutama kalau bentuknya hybrid: buatan dan alami.
Sibea-bea tak murni alami. Dulunya, sebagai gunung, ia tak ramai dikunjungi.
Namun, ketika dibuat kelokan jalan dan akhirnya buntu di pinggir danau, tempat itu semakin menawan. Ditambah lagi salib besar di puncaknya. Satu pelajaran yang bisa diambil: hampir semua pinggiran Danau Toba bisa dibuat menjadi Sibea-bea yang baru.
Pelajaran lain adalah perlunya promosi melalui media sosial. Sibea-bea dikunjungi orang setelah sempat viral. Karena sambutan warga yang ramah dan profesional, ditambah lagi bea masuk yang bersahabat, tempat ini pun dikunjungi berkali-kali oleh orang yang sama. Akan menjadi berbeda jika sambutan warga tidak simpatik.
Atas dasar wisata hybrid itu, saya bermimpi semua kabupaten di kawasan Danau Toba membuat wisata andalan masing-masing. Di Humbang Hasundutan, misalnya, bisa dibuat wisata serupa. Tempat yang menurut saya potensial adalah di ujung Desa Tipang. Kebetulan saja, sebuah puncak bukit di sana sedang dirancang untuk lokasi pendakian.
Meniru konsep Sibea-bea, lekukan jalan bisa dibuat lebih eksotis. Tepat di puncaknya, juga bisa dibuat patung religi dan patung budaya. Religi, misalnya, bisa bertema Nasrani, seperti salib besar. Bertema budaya, misalnya, bisa berupa patung Sisingamangaraja karena Tipang dekat dengan kawasan tinggalan Dinasti Sisingamangaraja.
Tak ada yang salah meniru konsep yang sudah berhasil. Apalagi memodifikasi dan mengembangkannya. Danau Toba itu sangat mahal. Kita hanya perlu kreativitas untuk mencampurkan wisata alami dan wisata buatan. Maksudnya, Tipang sesungguhnya potensial untuk menjadi lokasi wisata Sibea-bea yang baru, bahkan lebih indah.
Sebab, di lembah di Desa Tipang, ada hamparan sawah yang luas. Ada beberapa Sarkofagus untuk dikunjungi. Desa Tipang bahkan menjadi salah satu desa wisata Indonesia. Ada juga dua air terjun yang indah, Air Terjun Janji dan Air Terjun Sipultak Hoda. Artinya, jika datang ke sana, kita mempunyai banyak alternatif wisata rujukan. Tidak berhenti hanya di lekukan jalan.
Sibea-bea baru di Desa Tipang untungnya menyangkut banyak lokasi. Terkait juga dengan Desa Bakara sebagai pusat Dinasti Sisingamangaraja. Bahkan, terkait juga dengan Sipinsur. Ketika berada di Sipinsur, pandangan mata kita bisa melihat indahnya Pulau Sibandang. Di kejauhan, kita juga bisa melihat Desa Tipang.
Saya berimajinasi. Andai ada patung besar, berupa patung budaya dan patung religi, seperti di Sibea-bea, kita bisa juga menikmatinya dari Sipinsur. Jika ingin melihat lebih dekat, hanya butuh hampir setengah jam, kita bisa turun dari Sipinsur menuju Desa Tipang. Waktu yang relatif singkat untuk sebuah kunjungan dengan banyak pilihan.
Tidak hanya Sipinsur. Sileme-leme di Parsingguran, tepat di atas Desa Tipang, dipastikan akan ramai pengunjung. Sebab, melihat Sibea-bea yang baru di ujung Desa Tipang akan jauh lebih menarik dan eksotis. Apalagi kalau dibuat rute baru dari Sileme-leme ke Sibea-bea yang baru di Desa Tipang. Maksud saya, membangun wisata Danau Toba di Humbang Hasundutan cukup menarik.
Sipinsur, Bakara, Sileme-leme bisa menjadi satu-kesatuan dari Sibea-bea yang baru di Desa Tipang. Inilah jenis wisata yang bisa disebut dengan all in one. Bisa wisata religi. Bisa wisata desa. Bisa wisata alam. Bisa wisata bahari. Bisa wisata budaya. Bahkan, bisa wisata olahraga dengan adanya jalur sepeda atau jalur mendaki di Desa Tipang.
Mewujudkan ide wisata all in one di dari Desa Tilang di Humbang Hasundutan memang membutuhkan dana yang besar. Paling tidak harus meniru konsep Sibea-bea dan memodifikasinya untuk lebih eksotis. Namun, kita sudah melihat, modal besar jika didukung dengan potensi dan visi yang besar, semuanya akan dikembalikan dalam waktu yang tak terlalu lama. Sibea-bea contohnya.
Jadi, untuk Humbang Hasundutan, mari jangan ragu menggelontorkan dana yang besar untuk menuntaskan visi wisata yang besar. Wisata hibrida sudah sangat menarik perhatian kita. Apalagi hibrida itu bercampur religi dan budaya. Namun, sebelum membangun ide besar itu, sebaiknya dulu membangun mental warga sekitar agar tidak bermental parsahalian bagi para calon pengunjung.
Penulis : Riduan Perbriadi Situmorang
Editor : Mahadi Sitanggang