NINNA.ID-Baru-baru ini, dalam sorotan jagad maya, Nia Tobing, seorang penyanyi berdarah Batak, menghadirkan kembali sebuah lagu klasik yang menyentuh hati.
“Dideng-dideng,” begitu melodi lembut itu menyelinap diantara relung hati penggemarnya di media sosial Facebook.
Dengan suara merdunya, Nia Tobing memberikan sentuhan magis pada lagu yang tampaknya telah tertidur dalam kenangan.
Tidak seperti tren musik modern yang cenderung menggoda telinga dengan dentuman keras, “Dideng-dideng” muncul sebagai lagu yang tak lekang oleh waktu.
Meskipun dipandang sebelah mata oleh beberapa kalangan, lagu ini menemukan tempat terindah di hati para warganet yang tak bisa mengabaikan keindahan lirik dan melodi yang mengalir penuh makna.
Mengapa lagu ini begitu istimewa? Bukan hanya karena nada yang merdu, tetapi juga karena pesan yang terkandung di dalamnya.
Lagu ini bukanlah semata-mata hiburan belaka, melainkan sebuah persembahan kepada para ibu.
Liriknya, yang seperti mengajak “ninabobo” di pangkuan kasih sayang, membawa pendengarnya ke masa-masa kecil, saat-saat di mana seorang ibu adalah sumber cinta tak terhingga.
Menariknya, dalam kesejukan melodi ini, kita menemukan keunikannya.
Di blantika musik Batak, di mana dominasi lagu-lagu modern begitu kentara, ide untuk menghidupkan kembali nuansa “ninabobo” seperti “Dideng-dideng” bisa dibilang langka.
Namun, ketidakpopuleran tersebut bukanlah tanda bahwa masyarakat tidak membutuhkan lagu semacam ini.
Sebaliknya, lagu ini justru menunjukkan bahwa di tengah gejolak musik modern, ada kerinduan tersendiri akan melodi yang membawa kenangan.
Keistimewaan “Dideng-dideng” tidak hanya terletak pada nuansa nostalgia bagi para generasi tua yang tumbuh bersama liriknya.
Lagu ini memiliki daya tarik lintas generasi. Meskipun klasik, ia tetap relevan bagi setiap pendengarnya, dari yang muda hingga yang tua.
Hal ini menunjukkan bahwa cinta seorang ibu, seperti yang dinyanyikan dalam liriknya, adalah sesuatu yang bersifat universal dan abadi.
Nia Tobing dengan penuh keahlian membawakan lagu ini, tidak hanya sekadar menyanyikannya, tetapi juga membangunkan kembali kenangan indah dan nilai-nilai kasih sayang yang mungkin perlahan terlupakan.
Lagu ini membuktikan bahwa sebuah lagu tak hanya sekadar serangkaian nada, tetapi juga puitisasi makna kehidupan.
“Dideng-dideng didok tu au, da hasian,” mengalun sebagai pengingat bahwa kasih ibu adalah ladang penuh berkah, tak kenal waktu.
Sebagai seorang penyanyi Batak yang melibatkan diri dalam menyuarakan kembali lagu seperti “Dideng-dideng,” Nia Tobing membawa persembahan istimewa bagi para penggemar musik Indonesia.
Ia bukan hanya membawakan lagu, tetapi juga membangunkan sejuta kenangan dan mengajak pendengarnya untuk merenung akan nilai-nilai kehidupan yang sesungguhnya.
Sungguh, dalam keunikan melodinya, “Dideng-dideng” membawa kita pada perjalanan mengenang, menelusuri jejak-jejak cinta kasih yang senyap tetapi mengharukan.
Sebuah persembahan yang bukan hanya untuk dinyanyikan, melainkan untuk dirasakan, diterima, dan diberikan kepada mereka yang kita cintai.
Nia Tobing melalui “Dideng-dideng” telah berhasil menghadirkan melodi kasih ibu, merangkul para pendengar dalam kehangatan pelukan seorang ibu yang tak akan pernah pudar.
Penulis: Dedy Hutajulu
Editor: Damayanti Sinaga