NINNA.ID-Masyarakat Simanindo khawatir jualan mereka sepi jika tiket online diberlakukan. Kekhawatiran ini didasari fakta sejak Kapal Ihan Batak di Pelabuhan Ajibata menerapkan tiket online, para penumpang tidak lagi menghabiskan waktunya untuk makan dan minum di warung di sekitar pelabuhan.
Malah, karena jam keberangkatan tertera di tiket online, para penumpang sengaja mengatur keberangkatan pas-pasan sampai di pelabuhan.
Dengan demikian, yang biasanya mereka harus buru-buru ke pelabuhan karena takut ketinggalan kapal, sejak tiket online berlaku mereka tidak perlu habiskan waktu banyak di pelabuhan.
Kemudahan ini justru mendatangkan ancaman bagi para pelaku UMKM, khususnya pemilik warung di sekitar pelabuhan.
Para pedagang yang tadinya mendapatkan penghasilan dari penjualan makanan dan minuman, harus menghadapi kenyataan para penumpang hanya melintas di pelabuhan.
Banyak yang tidak lagi singgah untuk makan dan minum di warung-warung mereka.
“Sepi sejak tiket online berlaku. Kosong-melompong kadang tidak ada penumpang yang turun untuk belanja ke warung,” jelas pemilik kedai Marangin-angin Pasaribu di Pelabuhan Ajibata.
Sejumlah toko pakaian akhirnya tutup karena wisatawan tidak lagi mendatangi toko-toko.
Keadaan inilah yang menjadi dasar Masyarakat Simanindo terus-menerus menolak pemberlakuan tiket online.
Sudah 2 kali spanduk dipasang di jalan menuju pintu Pelabuhan Simanindo yang menyatakan masyarakat menolak keras kebijakan tiket online.

Upaya perlawanan ini diwakili oleh 100 masyarakat yang menandatangani pernyataan penolakan.
Keluarga Sinaga pemilik Kapal Kayu Romauli Simanindo yang juga ikut menandatangi penolakan keras terhadap pemberlakuan tiket online.
Sebenarnya, keluarga ini tidak ingin melawan keras upaya pemerintah berlakukan tiket online. Akan tetapi demi mendukung solidaritas bermasyarakat, keluarga ini pun ikut menandatangani upaya penolakan tiket online.
“Itulah memang tuntutan zaman, memang harus dibuat tiket online. Tapi bagaimanalah mau dibilang. Kami masyarakat di sini khawatir gak laku jualan kami kalau tiket online mulai berlaku. Ikutlah kami menandatangani,” jelas Sinaga saat dijumpai Ninna, Sabtu 7 Oktober 2023.

Perlu Paket Kebijakan
Ketua Asosiasi Pelaku Pariwisata Indonesia (ASPPI) Samosir, Ombang Siboro, berharap saat ticket online sejatinya penjualan ticket online itu tidak terpisah, tetapi merupakan bagian dari sebuah paket kebijakan, yakni: 1. sistem dan tata cara booking ticket, 2. sistem pembayaran, 3. sistem tata cara check-in, sistem dan tata cara car-boarding. Nah, yang belum diatur dan diterapkan secara sistemik dan tuntas tentang point ke 3 dan 4,” jelasnya.
Ia mengatakan, sepanjang manajemen check-in dan car-boarding belum diterapkan meniru sistem boarding bandara, upaya untuk berlakukan tiket online akan tetap mendapat perlawanan dari pihak masyarakat sekitar.
Masyarakat Simanindo khawatir tidak akan ada lagi calon penumpang yang singgah di kedai makanan dan minuman mereka.
“Nah tugas ini sebenarnya yang harus didorong, dibahas, dan dikomunikasikan oleh pejabat-pejabat yang bekerja di instansi yang mengurusi pariwisata di Samosir yang digaji dari uang rakyat termasuk dari pajak sektor pariwisata. Bukan hanya sibuk rapat-rapat, posting-posting FGD/sosialisasi, lomba ini itu, sibuk sambut-sambut pejabat dan lain-lain,” tegas Ombang.
Ia menambahkan, pihak vendor Ferry penyeberangan harus menerapkan aturan check-in dan car-boarding meniru pola bandara
Masyarakat Tidak Dirugikan
Ia berharap isu penjualan tiket online yang sudah lama diperjuangkan oleh para pelaku pariwisata ditindaklanjuti para pejabat tanpa menyebabkan masyarakat terkesampingkan atau dirugikan.
“Intinya, penjualan tiket online harus diterapkan serentak dengan sistem boarding. Bagi pengunjung tidak akan masalah bila harus menunggu satu jam setelah chek-in, asalkan ada kepastian jam keberangkatan menyeberang,”
Anggota Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI), Daniel Manik, mengemukakan, penjualan atau penerapan sistem online merupakan salah satu hal yang sudah lama diperjuangkan oleh para pelaku pariwisata.
“Terkait banyaknya penolakan tentang tiket online ini, saya kira pihak pemerintah perlu mengadakan sosialisasi kepada warga yang bermukim khususnya yang punya bisnis di sekitar pelabuhan. Perlu diambil kebijakan khusus tentang tenggang waktu untuk check-in di pelabuhan,” jelasnya.
Misalnya dengan membuat kebijakan sebelum check-in atau sebelum boarding ditetapkanlah waktu misalnya 1 jam, jangan 5 menit. Dengan kebijakan 1 jam sebelum boarding ini calon penumpang masih punya waktu untuk singgah di pelabuhan.
“Jadi, semua tergantung kebijakan yang bijaksana. Mana kebijakan yang diambil. Jangan menjadi boomerang buat pihak yang lain. Artinya jangan 1 pihak diuntungkan tapi pihak lain dirugikan. Disinilah pemerintah atau siapa saja pembuat kebijakan harus jeli,” jelasnya.
Penulis: Damayanti Sinaga