HUMBAHAS – Perajin alat musik Batak seperti Sarune kini sudah langka kita temukan. Tidak banyak anak muda Batak yang mewarisi pengetahuan tentang cara pembuatan alat musik seperti sarune.
Selain itu, banyak anak muda memilih meninggalkan desa karena desa dianggap tidak menarik dan belum mampu menyediakan karier memuaskan. Namun, Martunas Siburian memilih tetap tinggal di kampung di Desa Tipang, Humbang Hasundutan.
Pekerjaan sebagai perajin mungkin tidak membuat Martunas hidup dalam kemewahan, tapi itu cukup untuk membiayai kebutuhan rumah tangganya. Ia menjadikan karier sebagai perajin alat seni sebagai mata pencarian utama di samping bertani. Hal menarik lainnya, pria yang pernah merantau setahun di Jakarta ini memulai usaha ini pada 2020, awal Covid-19 menyerang bumi.
“Sebelum jalankan usaha ini saya bertani. Tapi karena harga jual produk pertanian merosot, saya coba cari ide usaha lain. Saat Covid muncul, kan kegiatan jadi berkurang. Di situlah saya mulai terpikir untuk belajar buat alat musik ini,” ujarnya menceritakan awal ide bisnis alat musiknya.
Karena tidak memiliki pengetahuan sama sekali tentang cara pembuatan alat musik dari kayu ini, ia meminta bantuan kepada seorang temannya. Setelah lima bulan belajar, dia merasa sudah bisa mandiri. Meski demikian, ia dan temannya menjalin kerjasama jika ada undangan untuk mengisi acara musik.

“Kawan yang mengajari aku buat alat musik itu. Jadi kami kerjasama. Aku buka usaha di Tipang Humbang Hasundutan, dia di Dolok Sanggul. Kami sering sama untuk mengisi acara musik seperti acara di Meat,” ungkapnya.
Prospek dan Tantangan Usaha Sanggar Seni Dalloid Tipang
Martunas bercerita, selama Covid yang parah, ia sama sekali belum menghasilkan pendapatan sepeserpun dari usaha kerajinan ini. Tapi ia bertekad untuk fokus dengan usaha pembuatan alat musik ini. Seiring waktu berjalan, khususnya selama setahun belakangan ini, prospek usaha ini lebih cerah.
Tidak hanya membuat Sarune, ia juga menyediakan jasa pembuatan meja, kursi, perahu dan benda lain dari kayu. Produk buatan tangannya telah dikenal banyak orang. Produk kerajinan ini pun telah sampai ke Sibolga, Batam, Jakarta dan kota lain.
Modal awal saat ia merintis usaha ini Rp5 juta. Belakangan omzet penjualannya pernah menembus Rp50 juta. Ia memasarkan produk dan jasanya melalui sosial media seperti Facebook, Instagram dan lewat penampilan musiknya yang dinamai Sanggar Seni Dalloid Tipang.
Selain tantangan untuk menyalurkan hasil produksi kerajinan tangannya, tantangan lain yang ia sangat rasakan yakni kesediaan bahan baku kayu. Sebab, bahan baku kayu berkualitas sulit untuk didapat dan harganya mahal.
Tapi ia bertekad untuk fokus dengan usaha yang telah ia jalankan selama dua tahun lebih ini. Dia berharap ke depannya punya modal untuk membuka workshop dan memperbaiki kualitas produknya.
Saat Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mampir ke Desa Tipang, ia memperoleh bantuan usaha berupa mesin gergaji kayu pohon, chainsaw atau biasa disebut Sengso, alat penghalus kayu dan alat potong listrik.

Sejak pemerintah meluncurkan program desa wisata, banyak desa berbenah. Salah satunya Desa Tipang. Selain menciptakan industri jasa pariwisata, program tersebut juga melahirkan pengusaha baru di sektor usaha mikro kecil menengah seperti usaha kerajinan tangan, kuliner dan lainnya.
Buat bro dan sista yang tertarik untuk memesan produk kerajinan Martunas, dapat berkunjung ke Sanggar Seni Dalloid di Desa Tipang, Humbang Hasundutan atau dapat menghubunginya melalui no HPnya 082276524125.
Penulis : Damayanti Sinaga
Editor : Mahadi Sitanggang