TARUTUNG – Ketua Komunitas Olah raga Tradisional Tapanuli Utara, Darwin Nainggolan mengungkapkan, banyak jenis permainan yang memiliki nilai budaya dan kearifan lokal Batak Toba. Permainan ini penting untuk dibangkitkan kembali demi upaya pelestarian setelah nyaris dilupakan generasi muda saat ini.
Menyambut Hari Pahlawan 10 Nopember 2022, Komunitas Olahraga Tradisional Kabupaten Tapanuli Utara mengadakan pertandingan olahraga tradisional Batak.
Permainan tradisional itu dikenal dengan Margala dan Marjalengkat untuk pelajar SD dan SMP Sekabupaten Taput.
“Olah raga tradisional Batak memiliki nilai kearifan lokal yang tinggi, semangat kerja keras, persatuan, serta kekompakan yang tidak dapat dipisahkan dari nilai nilai budaya yang ada,” terang Darwin.
Dia menyampaikan pesan itu dalam sambutannya, di tengah kegiatan Margala dan Marjalengkat, untuk pelajar SD dan SMP se Kabupaten Taput di Lapangan Tangsi Tarutung, Rabu (09/11/2022).
Dikatakan, kegiatan olah raga permainan tradisional tersebut digelar demi upaya melestarikan dan membangkitkan semangat olah raga tradisional sebagai kekayaan dan kearifan lokal di Taput.
“Banyak yang nyaris melupakan permainan olah raga ini. Namun, kita dari komunitas akan berupaya membangkitkan dan melestarikannya,” sebutnya.
Dijelaskan, pertandingan Margala dan Marjalengkat memperebutkan hadiah berupa dana pembinaan senilai puluhan juta rupiah yang dilaksanakan dalam bentuk turnamen.
Prosesnya terlebih dahulu dilakukan seleksi di tingkat kecamatan hingga dilanjutkan ke tingkat kabupaten. Pesertanya pemenang pertama dan runner up di tingkat kecamatan.
Untuk peserta lomba Margala, satu tim berjumlah lima orang ditambah dua orang cadangan. Sementara, peserta lomba Marjalengkat diikuti perorangan.
Bagi juara lomba ke dua jenis permainan tersebut, pelajar SD dan SMP putra-putri mendapat piagam penghargaan dari Bupati Taput Nikson Nababan, trofi, serta dana pembinaan, juga hadiah hiburan.
Pada kesempatan itu, Kepala Dinas Pendidikan Taput Bontor Hutasoit mengapresiasi gelaran kegiatan dimaksud yang menurutnya merupakan bagian dari pendidikan karakter yang menuntut kerja sama, kekompakan tim, serta harmonisasi.
“Olahraga ini bagian dari kurikulum merdeka. Pelajar dituntut untuk belajar sambil bermain. Saya mengajak seluruh tenaga pendidik untuk melestarikan olahraga tradisional Margala dan Marjalengkat di setiap sekolah,” ujar Bontor Hutasoit.
Harapnya, kegiatan perlombaan olah raga tradisional ini menjadi agenda tahunan untuk dilaksanakan bagi pelajar di Kabupaten Taput.
Sekilas tentang permainan Margala, kegiatan ini merupakan salah satu jenis permainan yang dilakukan oleh anak-anak suku Batak.
Bagi masyarakat Batak, permainan ini juga dikategorikan sebagai salah satu jenis olahraga tradisional yang masih dilestarikan keberadaannya.
Permainan ini mengandalkan kerjasama tim, mengandalkan kecepatan kaki dan pikiran untuk mengatur strategi mengalahkan lawan.
Di sejumlah daerah di wilayah Tapanuli, Margala disebut juga dengan nama lain Marcabor, sebuah permainan yang menuntut kegesitan setiap pemain untuk tidak tersentuh oleh lawan mainnya.
Selain itu dituntut pula kekompakan antara pemainnya karena saat permainan dilangsungkan biasanya tidak terjadi komunikasi.
Permainan ini terdiri dari dua kelompok, setiap kelompok yang menjaga ibarat membaca arah gerak para lawannya, layaknya orang menghitung strategi dan peluang yang ingin diciptakan.
Permainan ini membutuhkan tiga garis horizontal dan tiga garis vertikal yang membentuk empat kotak untuk dijadikan arena permainan.
Sedangkan Marjalengkat adalah permainan dengan dua tongkat yang masing-masing diberi bilah untuk tumpuan kaki. Permainan ini sering dilakukan sebagai ajang adu ketangkasan dan kecepatan berlari di atas tongkat.
Di tanah Batak, tongkatnya terbuat dari batang kayu atau bambu. Permainan ini membutuhkan keseimbangan tubuh, karena kedua kaki tidak boleh menyentuh tanah. Bagian tubuh dipikul oleh alat bantu dua buah tongkat dan harus bisa berlari melintasi garis permainan yang sudah ditentukan.
Penulis : Rollis
Editor : Mahadi Sitanggang