NINNA.ID – Pada zaman dahulu, nenek moyang kita sudah mengenal kebenaran dan kesucian lewat warna dan simbol-simbol. Semisal kain putih, kambing putih, ayam putih, itak putih. Dengan demikian Batak Toba mengartikan bahwa putih adalah simbol kebenaran dan kecucian.
Diyakini pula setiap perkampungan (Huta) memiliki penghuni yang disebut “HABONARAN NI HUTA”. Untuk menghormati penghuni tersebut dibutuhkan acara ritual MANGELEK HABONARAN NI HUTA.
Pada umumnya, Habonaran Ni Huta selalu bermukim di sudut Huta (kampung) itu sendiri. Untuk melaksanakan ritual ini, harus dipersiapkan seekor kambing putih jantan yang masih muda, sebagai persyaratan pertama, ditambah sajian-sajian yang lain. Adapun tahapan acaranya (Ruhut) sebagai berikut.
Kambing ditarik mengelilingi Huta, lalu membawa kambing ke tempat yang telah diyakini sebagai tempat Habonaran. Datu memegang Santi sebagai simbol untuk menyampaikan tujuan, hasrat kepada Mulajadi Nabolon.
Yang dimaksud dengan Santi adalah bakul kecil yang berisikan beras empat muk, jeruk purut, telur ayam kampung, sirih serta empat lembar uang kertas. Lalu  Datu meminta kepada Mulajadi Nabolon agar diberi kesehatan, rejeki, panjang umur dan keturunan yang sempurna kepada Hasuhuton (si pembuat acara) lewat tonggo-tonggonya.
Selama Datu martonggo, suasana harus hening dan hikmat. Pada saat itulah Datu mendengar serta melihat apa yang terjadi selama dirinya martongo.
Hasil penglihatan dan pendengarannya disebut Ittean menjadi Alatan nenjadi Idagidahan, akhirnya menjadi Ulpuhan. Ittean mampu mengartikan gestur, Idagidahan pemberitahuan alam (boa-boa) dan Ulpuhan artinya menugaskan. Ritual dilanjutkan menguras kambing serta membubuhkan beras di kepala kambing dan sekujur tubuh kambing tersebut.
Acara panjujuron gondang dilaksanakan sebagai isyarat penyampaian penghormatan kepada penghuni kampung tersebut (Habonaran ni Huta). Kemudian kambing dibawa pulang.
Sesampainya di rumah, kambing disembelih untuk dijadikan sesajen. Setelah masak lalu disusun di Pinggan Pasu (piring besar), lalu dinaikkan ke Galapang (Sibuaton) dilanjutkan dengan menerima Tua Ni Gondang dan manortor bersama.
Penulis : Aliman Tua Limbong
Editor   : Mahadi Sitanggang