NINNA.ID-Lima provinsi dengan jumlah bencana terbanyak selama 2021 di Indonesia antara lain Jawa Timur dengan jumlah 5.089 bencana, Jawa Barat 4.203 bencana, Jawa Tengah 3.722 bencana, Nusa Tenggara Timur 3.666 bencana, Sumatera Utara 3.064 bencana. Demikian data yang dikutip dari fitur tabel dinamis Badan Pusat Statistik Sabtu 10 Desember 2022.
Sumatera Utara masuk dalam urutan kelima dengan jumlah bencana terbanyak. Sepanjang 2021 tercatat intensitas bencana 483 tanah longsor di berbagai daerah, 732 banjir, 52 banjir bandang, 964 gempa bumi, 4 tsunami, 78 gelombang pasang laut, 483 angin puyuh, puting beliung atau topan, 82 gunung meletus, 59 kebakaran hutan, dan 127 kekeringan.
Nusa Tenggara Timur masuk dalam urutan keempat. Sepanjang 2021 tercatat intensitas bencana 610 tanah longsor di berbagai daerah, 570 banjir, 151 banjir bandang, 246 gempa bumi, 0 tsunami, 218 gelombang pasang laut, 1219 angin puyuh, puting beliung atau topan, 54 gunung meletus, 144 kebakaran hutan, dan 454 kekeringan.
Jawa Tengah masuk dalam urutan ketiga. Sepanjang 2021 tercatat intensitas bencana 1.190 tanah longsor di berbagai daerah, 1.249 banjir, 69 banjir bandang, 114 gempa bumi, 0 tsunami, 128 gelombang pasang laut, 619 angin puyuh, puting beliung atau topan, 26 gunung meletus, 49 kebakaran hutan, dan 279 kekeringan.
Jawa Barat masuk dalam urutan kedua. Sepanjang 2021 tercatat intensitas bencana 1.288 tanah longsor di berbagai daerah, 1.193 banjir, 100 banjir bandang, 601 gempa bumi, 0 tsunami, 91 gelombang pasang laut, 412 angin puyuh, puting beliung atau topan, 0 gunung meletus, 76 kebakaran hutan, dan 442 kekeringan.
Jawa Timur masuk dalam urutan pertama. Sepanjang 2021 tercatat intensitas bencana 511 tanah longsor di berbagai daerah, 1.176 banjir, 96 banjir bandang, 2.449 gempa bumi, 4 tsunami, 87 gelombang pasang laut, 486 angin puyuh, puting beliung atau topan, 74 gunung meletus, 50 kebakaran hutan, dan 156 kekeringan.
Sepanjang 2022
Secara terpisah, Badan Nasional Penanggulangan Bencana melaporkan setidaknya ada 634 bencana yang terjadi antara Juli dan September 2022, jumlah ini meningkat 35% dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2021. Sebagian besar bencana disebabkan oleh bencana hidrometeorologi termasuk banjir, kekeringan, tanah longsor, cuaca ekstrem (misalnya badai, topan). Empat puluh persen dari total bencana terjadi di Jawa Barat, Aceh, dan Jawa Timur.
Kementerian Pertanian melaporkan bahwa banjir dan kekeringan adalah penyebab utama gangguan sawah padi di bulan Agustus 2022. Kedua ganggguan tersebut berdampak pada 1.500 hektare sawah. Sekitar 80% gangguan pada sawah disebabkan oleh banjir; 20% sawah yang terdampak banjir berujung gagal panen atau puso.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memperkirakan 5,4 juta hektare sawah akan menerima curah hujan lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata jangka panjang antara Oktober hingga Desember 2022. Lebih dari 80% sawah di Jawa diprediksi menerima curah hujan di atas normal. Hal ini menimbulkan risiko banjir dan gangguan hama yang dapat menyebabkan gagal panen.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa produksi beras di periode Januari dan September mencapai 26,1 Juta ton. Dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya, luas panen dan produksi padi mengalami sedikit penurunan, masing-masing sebesar 0,86% dan 0,22%. Secara keseluruhan, BPS memperkirakan produksi beras nasional akan mencapai 32 juta ton pada akhir tahun atau naik 2,3% dibandingkan dengan tahun 2021.
Badan Pangan Nasional melaporkan bahwa status ketahanan pangan dan gizi di sebagian besar provinsi berada dalam kondisi stabil pada Agustus 2022. Tiga puluh satu provinsi berada dalam kondisi stabil, sedangkan tiga provinsi berada dalam kondisi waspada dan terdapat kemungkinan penurunan ketahanan pangan dan gizi. Provinsi yang termasuk dalam kategori waspada adalah Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Barat.
Prediksi Iklim 2023
BMKG memperkirakan fenomena La Niña masih berlangsung dan diperkirakan akan terus berlanjut meskipun dengan kondisi yang lebih lemah hingga akhir tahun. Fenomena La Niña telah berlangsung selama tiga tahun berturut-turut sejak tahun 2020 (Triple-dip La Niña).
Tren terbaru menunjukan bahwa anomali ENSO saat ini terjadi setiap 2-3 tahun sekali. Sebelum tahun 1980, peristiwa ini hanya terjadi setiap lima tahun. Peningkatan curah hujan diperkirakan terjadi di Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Curah hujan di Sumatera dan Kalimantan diperkirakan berada dalam kondisi normal, namun, curah hujan di bawah normal diprediksi akan terjadi di Sumatera Barat, Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.