NINNA.ID-Lebih banyak pihak setuju Kapal Ferry Simanindo-Tigaras segera terapkan tiket online. Sekalipun Asisten I Pemkab Samosir Tunggul Sinaga pada Jumat 1 September di hadapan masyarakat Simanindo menyatakan penerapan penjualan tiket online perlu ditinjau dan untuk saat ini harus kembali ke penjualan offline.
Sejumlah pihak sangat menyayangkan pernyataan tersebut. Di tengah tuntutan zaman dengan teknologi yang serba canggih, masyarakat harus bisa menerima perubahan tersebut.
Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Samosir Laspayer Sipayung menyatakan hanya oknum tertentu yang tidak senang dengan penerapan tiket online.
Oknum tersebut selama ini adalah agen penjual tiket yang memanfaatkan kesempatan di balik kondisi penumpang yang mendesak ingin berangkat.
Menurutnya, mereka (oknum) telah terbiasa mendapatkan komisi dari penjualan tiket. Mereka menjualnya dengan harga yang lebih tinggi dari biasa atau normal.
Bahkan, dengan penerapan tiket online, oknum tersebut tidak lagi leluasa korupsi. Sebab, dengan berbasis online, celah untuk melakukan tindakan curang sangat sempit atau bahkan tidak bisa sama sekali.
Selain itu, karena transaksi dijalankan secara online, pengarsipan manifes lebih terorganisir dan terjamin. Disinyalir oknum tersebut adalah orang-orang yang bekerja di PT Pembangunan Prasarana Sumatera Utara.
“Tak ada tawar-menawar. Itu arahan dari Menkomarves Luhut Panjaitan, kami harus jalankan. Zaman serba canggih. Apalagi tamu-tamu dari kota, terkhusus yang Tionghoa, waktu libur mereka singkat. Jadi, kalau habis hanya menunggu Kapal Ferry, itu bisa buat mereka marah dan tidak mau lagi ke Samosir,” jelas Laspayer.
Sikap yang sama juga dinyatakan oleh Kabid Dinas Perhubungan Kabupaten Samosir, Rikardo Sidabutar.
“Tiket online akan jadi salah satu daya tarik bagi wisatawan ke Samosir. Asalkan pelaksanaanya tepat dan benar,” terangnya.
Kepala Dinas Pariwisata Samosir juga mendukung penjualan tiket secara online. Hal yang perlu untuk diperhatikan oleh BUMD PT Pembangunan Prasarana Sumatera Utara menurutnya adalah sosialisasi kepada warga dan para pedagang di sekitar dermaga.
Sosialisasi tersebut diharapkan memungkinkan masyarakat di Samosir beradaptasi dengan sistem penjualan online.
Menyinggung keberatan kumpulan para pedagang Simanindo yang khawatir jualannya tidak laku setelah sistem baru diterapkan, ia berharap ada aturan yang mewajibkan para penumpang check-in 30-60 menit sebelum jadwal keberangkatan.
“Belajar dari peraturan penerbangan di bandara. Para penumpang nantinya punya waktu untuk menikmati kuliner, belanja produk UMKM di sekitar dermaga,” terangnya.
Dukungan agar pelaksanaan tiket online juga datang dari anggota perhimpunan hotel dan restoran Indonesia (PHRI) Samosir, Hartoba Torhis Sidabutar.
Ia mengatakan tiket online tersebut seharusnya didapatkan lewat aplikasi dan bukan lewat agen.
Ia menekankan perlunya ada waktu boarding minimal 1 jam sebelum keberangkatan agar wisatawan dapat menghabiskan uang mereka.
Dengan demikian hal tersebut dapat menghidupkan usaha-usaha yang ada di sekitar pelabuhan. Akan tetapi, ia juga mengatakan agar tiket online tidak berlaku untuk semua Kapal Ferry.
“Hanya Kapal Ferry milik pemerintah yang bagus dibuat online. Kalau swasta jangan dibuat online. Sebab, ini akan menampung orang-orang yang belum paham digital,” terangnya.
Jika semua tipe angkutan (swasta dan BUMN maupun BUMD) disamaratakan menurutnya akan menimbulkan permasalahan.
Untuk Kapal Ferry Simanindo-Tigaras ia setuju diberlakukan penjualan tiket online asalkan ada boarding time 1 jam.
Adam Damrin Nainggolan anggota Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) sangat menyayangkan penolakan masyarakat terhadap penerapan penjualan tiket online.
“Ketahuan sadar wisatanya masyarakat Simanindo lemah. Bagaimana pariwisatanya mau maju kalau cara berpikirnya salah. Di sinilah peran pemerintah, pariwisata, intelektual pariwisata untuk memberikan pemahaman ke masyarakat,” ujarnya.
Menurutnya, alasan yang dibuat kumpulan para pedagang Simanindo tidak dibenarkan.
“Kalau wisatawan memang niat mau belanja, tetapnya akan belanja. Sekalipun wisatawan menunggu sangat lama, kalau dia memang tidak niat beli, dipaksa bagaimanapun tetap tidak belanja juga,” terangnya.
Pandangan yang sama juga dilontarkan oleh seorang pegiat wisata bernama Silva di Grup Forum Pariwisata Danau Toba.
“Kenapa kumpulan para pedagang Simanindo tidak mikir jika sudah ada bookingan online, para pengunjung merasa lebih nyaman. Dengan demikian lebih banyak pengunjung memilih jalur Simanindo-Tigaras,” jelasnya.
Ia menambahkan, dengan waktu boarding 1 jam memungkinkan bagi para pengunjung untuk shopping, makan dan minum.
Dengan bertambahnya penumpang, waktu tunggu pun dapat dipersingkat. Hal tersebut justru lebih efisien.
Lasma Turnip warga Medan yang kampungnya di Huta Sidaji Samosir meneriakkan pernyataan berikut,” Teknologi sudah semakin canggih hamuna (kalian–para pedagang di Simanindo)!”
Ia meyakini hanya orang yang tidak tahan dengan transparansi yang menolak keras penjualan tiket online.
“Mereka selama ini dapat persenan kali dari penjualan tiket. Kalau bisa beli online, ruginya dimana coba?” tanyanya.