Samosir, NINNA.ID–Langit Samosir pada awal April 2025 kerap meneteskan gerimis. Menjelang sore, jalanan licin, dan kabut tipis menyelimuti Bukit Holbung—salah satu destinasi alam favorit di Pulau Samosir.
Namun suasana sendu itu tak sepenuhnya membungkam semangat wisatawan. Suara riang anak-anak masih terdengar memecah kesunyian, sesekali bersahutan dengan deru motor para pelancong yang datang dari Medan, Simalungun, hingga luar negeri.
Pada hari kedua Lebaran, pos tiket Bukit Holbung tampak sepi antrean. Di balik meja kecil , seorang petugas bermarga Sihotang menyampaikan bahwa jumlah pengunjung dalam dua hari pertama Lebaran hanya sekitar 500 orang per hari.
“Lebih sepi dari tahun lalu. Dulu bisa 700 sampai 1.000 orang sehari. Sekarang banyak yang bilang takut macet di Tele atau hujan turun,” ujarnya pelan.
Samosir memang diguyur cuaca tak menentu sepanjang liburan Idul Fitri. Gerimis rutin datang di sore dan malam hari, bahkan terkadang di pagi hari.
Jalanan dari Pangururan menuju Tele yang sempit dan rawan longsor membuat sejumlah wisatawan memilih urung naik ke kawasan dataran tinggi. Namun di tempat lain, narasi berbeda digaungkan.
“Tidak Ada Penurunan Wisatawan,” Klaim Resmi Pemkab
Di Parbaba, Pangururan—sekitar satu jam berkendara dari Holbung—Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Samosir, Tetty Naibaho, menyatakan bahwa jumlah kunjungan wisatawan selama libur Idul Fitri tidak mengalami penurunan.
Bahkan disebutkan bahwa dua destinasi utama yang dikelola pemerintah, yakni Menara Pandang Tele dan Air Mancur Menari di Water Front Pangururan, mencatat kunjungan hingga 7.000 orang per hari.
“Jumlah wisatawan tidak benar menurun ke Samosir. Data kami menunjukkan angka kunjungan rata-rata 5.000 hingga 7.000 orang per hari di objek wisata yang kami kelola,” ujar Tetty sebagaimana dikutip dalam pernyataan tertulis Rabu 9 April 2025.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa lama tinggal wisatawan meningkat dari satu menjadi dua hari, serta pengeluaran wisatawan yang juga lebih tinggi. PAD dari sektor pariwisata mencapai Rp 1,5 miliar dalam 12 hari, dengan Rp 1,35 miliar berasal dari dua destinasi unggulan tadi.
Data vs. Realita: Cerita dari Lapangan
Perbedaan mencolok antara klaim resmi dan kondisi lapangan seperti menjadi dua wajah Samosir di masa liburan.
Di satu sisi, air mancur menari Water Front Pangururan memang menjadi magnet baru. Klaim Dinas Pariwisata Samosit pengunjung ke Air Mancur Menari tembus 5.000 sampai 7.000 pengunjung.

Namun di sisi lain, objek wisata swadaya seperti Bukit Holbung tidak mengalami lonjakan serupa. Bahkan, meski pemandangannya spektakuler, destinasi ini belum masuk radar promosi resmi.
Seorang wisatawan asal Finlandia yang berhasil tiba di puncak Holbung, mengaku tahu tempat ini dari kawan.
“Ketika saya bertanya di Tourist Information Centre TukTuk, mereka tidak menyebut Bukit Holbung dan objek wisata lainnya yang menurut saya menarik untuk dikunjungi. Saya dapat informasi ini dari kawan saya. Saya tak mengerti mengapa ini tidak direkomendasikan,” katanya dengan nada heran.
Seorang warga Samosir bernama Hendra mengkritik Pemkab Samosir lewat Facebook karena tiba-tiba menaikkan harga tiket di dua objek wisata yang mereka kelola saat libur Lebaran.
Menurutnya, kenaikan harga ini ikut menyebabkan turunnya jumlah wisatawan yang datang ke Samosir pada tahun 2025 dibandingkan tahun 2024.
Dalam postingan ia menuliskan,” Apa kabar homestay, penuhkah semua? Apa kabar Dinas Pariwisata Samosir? Sudah puas kalian dengan pencapaian ini?”.
Pada Lebaran tahun 2024, ada banyak pengunjung ke Samosir. Sampai-sampai ada yang tidak kebagian kamar homestay atau hotel.
“Pengunjung ke Samosir itu luar biasa! Daya tarik bertambah dengan adanya Sibea-bea, Tano Ponggol, WFC dan lain-lain. Sekalipun investasi di Samosir seperti pembangunan hotel, homestay dan lain-lain bertambah. Tetapi, itu belum sanggup untuk menyerap angka pengunjung yang membludak. Banyak yang tidak dapat kamar penginapan. Makanya cukup banyak pengunjung tidur di WFC dengan gelar tikar,” jelas Ketua Tim Pengelola sementara WFC Pangururan dan Menara Pandang Tele Rudi Siahaan kepada Ninna sebagaimana yang diarsip pada 15 April 2024.
Lebaran tahun ini, beberapa pengelola homestay mengatakan jumlah tamu tidak sebanyak tahun sebelumnya. Menurut mereka, jumlah tamu tahun lalu jauh lebih banyak dibandingkan tahun ini.

Kesenjangan Promosi dan Dukungan
Galeri UMKM di Bukit Holbung kini menjual berbagai produk lokal dari Desa Hariara Pohan dan desa lainnya di sekitar Kawasan Danau Toba. Kripik pisang, dodol, hingga anyaman ulos terpajang rapi di etalase kayu. Namun, pelaku UMKM mengeluhkan kurangnya eksposur dari dinas terkait.
Kesenjangan ini memperlihatkan bahwa peningkatan PAD tak serta-merta berarti peningkatan merata bagi seluruh destinasi dan pelaku pariwisata.
Objek wisata yang berada di bawah manajemen pemerintah mendapat limpahan pengunjung karena promosi masif dan fasilitas lengkap yang didanai oleh Pemerintah Pusat.
Sementara destinasi swadaya yang menawarkan pesona alam dan kearifan lokal justru tertinggal.
Selain Bukit Holbung, ada Desa Tomok, dan banyak desa wisata lainnya di Kabupaten Samosir yang harus berjuang untuk mengurus ‘diri sendiri’. Sebagian besar desa wisata maupun objek wisata lainnya di Samosir cukup terlantar.
Refleksi: Angka Tidak Selalu Mewakili Realita
Pemerintah Kabupaten Samosir layak mendapat apresiasi atas capaian PAD selama Lebaran 2025. Investasi di destinasi seperti WFC dan Menara Pandang Tele memang menarik kunjungan dalam skala besar. Namun angka tidak selalu mewakili keseluruhan realita.
Masih banyak destinasi lokal, pelaku UMKM, serta pengelola homestay yang belum mendapat limpahan berkah serupa.
Ketimpangan ini bisa menjadi bahan refleksi bersama: bagaimana memastikan bahwa promosi, akses, dan dukungan benar-benar menyentuh seluruh pelaku wisata, bukan hanya destinasi unggulan yang dikelola langsung oleh pemerintah?
Karena pada akhirnya, menjaga agar setiap sudut Samosir tetap hidup, menarik, dan berdaya bukan sekadar soal mencatat angka, tapi soal mendengar suara-suara kecil di balik kabut Bukit Holbung, dalam gemerisik dedaunan, dan di homestay-homestay ataupun hotel yang tidak terisi.
Penulis/Editor: Damayanti Sinaga