Krisis Geopolitik dan Perubahan Iklim Tantangan bagi Pertumbuhan Ekonomi Global

NINNA.ID-Dunia masih berusaha bangkit dari bayang-bayang pandemi, krisis geopolitik, dan perubahan iklim yang semakin nyata. Tahun 2025 dibuka dengan harapan, namun juga dengan tantangan besar yang membayangi pertumbuhan ekonomi global.

Laporan Global Economic Prospects terbaru dari Bank Dunia memberikan gambaran yang jelas: meski ada tanda-tanda pemulihan, dunia masih jauh dari jalur pertumbuhan yang diharapkan.

Di banyak negara, pertumbuhan ekonomi mulai stabil. Bank Dunia memperkirakan bahwa ekonomi global akan tumbuh sekitar 2,7% per tahun hingga 2026.

Akan tetapi, angka ini masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan sebelum pandemi yang mencapai 3,1%.

Di Amerika Serikat, kebijakan fiskal dan konsumsi rumah tangga yang kuat masih menjadi pendorong utama pertumbuhan.

Namun, risiko perang dagang yang meningkat dengan Tiongkok serta ketidakpastian kebijakan setelah pemilu presiden dapat menggoyahkan pasar keuangan global.

Sementara itu, di Eropa, pemulihan ekonomi berjalan lambat akibat inflasi yang masih tinggi serta dampak perang yang berkepanjangan di Ukraina.

Di Asia, Tiongkok yang selama dua dekade menjadi mesin pertumbuhan global kini mulai menunjukkan tanda-tanda perlambatan akibat lemahnya permintaan domestik dan krisis sektor properti.

BERSPONSOR

Dampaknya terasa di negara-negara tetangga seperti Indonesia dan Thailand yang sangat bergantung pada perdagangan dengan Tiongkok.

Sementara itu, India terus tumbuh pesat, menjadi salah satu harapan baru bagi perekonomian dunia.

EKONOMI DUNIA 2025

Tantangan Baru

- Advertisement -

Negara-negara berkembang dan pasar negara berkembang telah menjadi tulang punggung ekonomi global dalam dua dekade terakhir.

Sejak tahun 2000, mereka telah meningkat dari menyumbang 25% menjadi hampir 45% dari total PDB dunia.

Akan tetapi, laporan Bank Dunia menunjukkan bahwa banyak dari negara-negara ini kini menghadapi tantangan besar.

Investasi yang melemah, tekanan utang yang meningkat, dan ketegangan geopolitik menghambat pertumbuhan.

Di Afrika Sub-Sahara, meskipun ada peningkatan dalam infrastruktur dan digitalisasi, pertumbuhan tetap tidak cukup cepat untuk mengangkat jutaan orang keluar dari kemiskinan.

Di Amerika Latin, kebijakan ekonomi yang tidak stabil di negara-negara besar seperti Argentina dan Brasil memperlambat pemulihan kawasan.

Di tengah semua ini, kebijakan proteksionisme yang semakin meningkat di dunia—terutama di negara maju—mengancam untuk memperburuk situasi.

Data menunjukkan bahwa pembatasan perdagangan baru yang diterapkan pada tahun 2024 lima kali lebih banyak dibandingkan dengan rata-rata dekade sebelumnya.

TERKAIT  Nilai Tukar Petani Sumatera Utara Desember 2023 Meningkat 0,96 Persen

Negara-negara berkembang yang sangat bergantung pada ekspor menghadapi tantangan berat untuk tetap bersaing.

Masa Depan Tidak Pasti

Bagi negara-negara berpendapatan rendah (LICs), tantangan lebih berat lagi. Konflik yang berkepanjangan di Sudan dan Suriah, serta bencana iklim di Afrika dan Asia Selatan, semakin menghambat pertumbuhan ekonomi mereka.

Bank Dunia memperkirakan hanya enam dari 26 negara berpendapatan rendah yang memiliki peluang untuk naik ke status negara berpendapatan menengah pada tahun 2050.

Tingkat kemiskinan ekstrem juga menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Sejak pandemi, pengurangan jumlah orang yang hidup dengan kurang dari $2,15 per hari hampir terhenti.

Faktor seperti ketidakstabilan politik, perubahan iklim, dan lemahnya investasi dalam sumber daya manusia menjadi penghambat utama.

Reformasi dan Kolaborasi Global

Dalam menghadapi tantangan ini, laporan Bank Dunia menekankan perlunya kebijakan yang lebih tegas dan kolaboratif.

Negara-negara berkembang perlu meningkatkan investasi dalam infrastruktur dan pendidikan untuk mendorong produktivitas jangka panjang.

Digitalisasi dan penguatan perdagangan regional juga dapat menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan pada negara-negara besar.

Selain itu, dunia internasional harus lebih berperan dalam membantu negara-negara miskin mengatasi dampak perubahan iklim, terutama dengan pendanaan yang lebih fleksibel dan berbasis hibah.

Bank Dunia juga menyoroti pentingnya reformasi kebijakan perdagangan global untuk menghindari dampak negatif dari proteksionisme yang meningkat.

Menyongsong Masa Depan dengan Strategi yang Tepat

Dunia sedang menghadapi era ketidakpastian ekonomi yang semakin kompleks. Dari perlambatan Tiongkok hingga proteksionisme perdagangan, dari konflik geopolitik hingga perubahan iklim, semua faktor ini menuntut respons yang lebih cepat dan lebih strategis dari pemerintah dan pelaku bisnis.

Dengan kebijakan yang tepat dan kerja sama global yang lebih erat, masih ada harapan untuk membalikkan tren pertumbuhan yang melemah.

Namun, tanpa langkah konkret, ekonomi dunia bisa terus terjebak dalam stagnasi, dan jutaan orang di negara berkembang akan semakin sulit keluar dari kemiskinan.

Tahun 2025 menjadi titik penentuan—apakah dunia bisa kembali ke jalur pertumbuhan, atau semakin terperosok dalam tantangan yang berlarut-larut?

Tulisan ini disadur dari publikasi Global Economic Prospects
Editor: Damayanti Sinaga

BERSPONSOR

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU