Kopi, Cokelat, dan Harapan dari Tanah Batak: Perjuangan Velisia Sitanggang Memperkenalkan Komoditas Unggulan Samosir ke Dunia

Samosir, Houston, NINNA.ID– Ketika sebagian besar lahan di Tanah Batak berubah jadi hamparan jagung, Velisia Sitanggang justru melawan arus. Ia tak sekadar menanam, tapi menyemai harapan—melalui kopi dan cokelat.

“Tanah kita ini rumahnya tanaman mahal. Subur sekali. Tapi justru kita tanami jagung mandul,” keluh Velisia tahun lalu saat ia mengadakan Festival Pulang Kampung.

Baginya, fenomena ini bukan sekadar tren pertanian, tapi ancaman serius terhadap masa depan agroekologi Danau Toba.

Sebagai Ketua PHRI Samosir dan pemilik Rajawali Resort di Ronggur Nihuta, Velisia menyaksikan langsung bagaimana konversi lahan besar-besaran ke jagung—yang umumnya hibrida dan GMO—telah menggerus keanekaragaman hayati dan bahkan memicu bencana seperti banjir di Simanindo.

Namun Velisia tak hanya mengkritik. Ia bertindak. Melalui pendekatan edukatif dan festival yang dirancang sebagai ruang bertemunya diaspora dan masyarakat lokal, ia menyalakan semangat baru: menanam komoditas unggulan dan menjaga kelestarian lingkungan.

Dari Festival ke Pasar Dunia

Festival Pulang Kampung bukan sekadar perayaan nostalgia. Di dalamnya, terselip misi besar: regenerasi petani kopi dan cokelat di Samosir.

Dalam festival ini, ia menggandeng Baldwin Jehanno, pendiri Jika Chocolat, untuk melatih warga membudidayakan kakao berkualitas secara organik.

BERSPONSOR

“Saya ingin masyarakat tidak hanya menanam, tapi memahami nilai dari biji cokelat mereka,” ujar Velisia. Di tangan Baldwin, kakao dari Indonesia bisa naik kelas—menjadi produk berkelanjutan dengan harga adil dan kualitas ekspor.

Tak hanya cokelat, Velisia juga memperjuangkan kopi. Melalui PT Hauma Agro Antarnusa, ia membina petani untuk menerapkan praktik budidaya kopi berstandar tinggi: mulai dari petik merah, penggunaan tanaman pelindung, hingga pascapanen yang tepat.

Festival Pulang Kampung1
Velisia Sitanggang, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan Ketua Indonesian Diaspora of Americas bersama Pemilik Jika Chocolat Baldwin Jehanno mendidik masyarakat tentang budidaya tanaman kakao yang tepat. (foto: Damayanti)

Semua demi menjaga cita rasa khas kopi Arabika Samosir yang rich, smooth, and clean.

Kerja keras ini berbuah manis. Pada 25-27 April 2025, Velisia membawa Kopi Samosir tampil di panggung internasional: Specialty Coffee Expo di Houston, Texas. Di sana, lebih dari 17.000 pelaku industri kopi dari 85 negara mencicipi hasil bumi dari tanah vulkanik Samosir.

- Advertisement -
TERKAIT  Ini 10 Sungai Terpanjang di Dunia

Harapan dan Tantangan

Meski berhasil membawa harum nama Samosir ke tingkat global, perjuangan Velisia masih panjang. Ia berharap Pemerintah Kabupaten Samosir dan otoritas di Kawasan Danau Toba bisa lebih serius menggarap potensi komoditas unggulan dan mengarahkan kebijakan pertanian secara berkelanjutan.

“Jangan hanya semangat saat panen raya jagung. Kita harus pikirkan 10–20 tahun ke depan. Bagaimana anak cucu kita bisa hidup dari tanah ini?” ujarnya dengan nada tegas namun penuh keprihatinan.

Ia juga mengingatkan tentang pentingnya arah pariwisata yang berkelanjutan. “Jangan dorong wisata massal. Itu bisa merusak alam. Kita butuh wisatawan yang menghargai budaya dan lingkungan,” katanya, merujuk pada prinsip ecotourism yang ia terapkan di Rajawali Resort.

Secangkir Kopi, Sejuta Harapan

Bagi Velisia, secangkir kopi bukan hanya soal rasa. Ia adalah cerita tentang perjuangan, dedikasi, dan masa depan.

“Kami ingin ketika orang menyebut Samosir, yang mereka ingat bukan hanya danau dan panorama, tapi juga kopi dan cokelatnya,” tuturnya.

Lewat setiap cangkir yang diseduh di Houston, dan setiap bibit kakao yang tumbuh di tanah Samosir, Velisia membangun harapan: agar Tanah Batak tak hanya jadi tujuan wisata, tapi juga pusat produk agro unggulan kelas dunia.

VELISIA SITANGGANG
Velisia Sitanggang sedang berdiskusi dengan pengunjung di Acara Specialty Coffee Expo di Houston, Texas, diadakan pada 25-27 April 2025.

Dan untuk itu, ia tak hanya butuh petani dan diaspora. Ia juga butuh keberpihakan nyata dari pemerintah—agar tanah subur ini tidak lagi ditanami jagung semata, tapi tumbuh menjadi rumah bagi masa depan yang lebih hijau, adil, dan berkelanjutan.

Penulis/Editor: Damayanti Sinaga

BERSPONSOR

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU