NINNA.ID-Berdasarkan Survei Ekonomi Pertanian (SEP) 2024 dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan keterbatasan modal dan kesulitan pemasaran menjadi tantangan utama para petani di Sumatera Utara.
Hasil survei menunjukkan bahwa pelaku usaha pertanian di Sumatera Utara menghadapi berbagai tantangan, yang sebagian besar berakar pada:
• Keterbatasan lahan pertanian (47,92%): Masalah ini umum terjadi di wilayah dengan urbanisasi tinggi dan konversi lahan menjadi non-pertanian.
• Modal kecil atau terbatas (43,93%): Keterbatasan akses terhadap sumber pendanaan menghambat peningkatan produktivitas petani.
• Kesulitan pemasaran hasil pertanian (30,38%): Banyak petani tidak memiliki jaringan pemasaran yang memadai, sehingga harga jual sering tidak menguntungkan.
• Faktor alam dan serangan hama atau penyakit: Faktor ini berdampak signifikan terhadap produktivitas dan kualitas hasil panen.
Kondisi Ekonomi Pelaku Usaha Tani
Sebagian besar pelaku usaha tani melaporkan bahwa kondisi ekonomi mereka stabil dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, ada ketimpangan signifikan antar wilayah. Beberapa kabupaten/kota, seperti Nias Selatan dan Samosir, mencatat persentase tinggi petani yang menyatakan pendapatannya kurang atau sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Pendapatan yang tidak mencukupi membuat banyak petani terpaksa mengandalkan sumber pendapatan lain, termasuk bekerja sebagai buruh tani atau menggadaikan barang dan lahan. Data menunjukkan bahwa 66,22% petani memenuhi kekurangan pendapatan dari sumber alternatif.
Akses ke Sumber Daya dan Infrastruktur
Akses terhadap sumber daya pertanian masih menjadi masalah besar, khususnya dalam hal:
• Bahan input: Kesulitan dalam mendapatkan benih, pupuk, dan pestisida dilaporkan oleh sebagian besar responden.
• Kredit: Banyak petani menghadapi hambatan birokrasi dan kurangnya informasi terkait akses kredit.
• Sarana produksi: Infrastruktur pendukung, seperti irigasi dan alat mekanis, masih kurang merata di berbagai wilayah.
Survei Ekonomi Pertanian (SEP) 2024 dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai tindak lanjut dari Sensus Pertanian 2023 (ST2023).
Survei ini bertujuan untuk memahami kondisi ekonomi sektor pertanian di Indonesia secara lebih rinci, mencakup pendapatan, pengeluaran, akses ke sumber daya, serta masalah yang dihadapi pelaku usaha tani.
Dengan pendekatan ini, SEP menjadi instrumen penting untuk mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan dan mencapai indikator SDGs terkait, yakni SDG 2.3.2 (pendapatan bersih petani skala kecil) dan SDG 2.4.1 (proporsi lahan pertanian yang dikelola secara berkelanjutan).
Cakupan survei meliputi 38 provinsi dan 514 kabupaten/kota di Indonesia, dengan fokus pada tiga jenis unit usaha: Usaha Pertanian Perorangan (UTP), Perusahaan Pertanian Berbadan Hukum (UPB), dan Usaha Pertanian Lainnya (UTL).
Di Provinsi Sumatera Utara, survei mencakup berbagai subsektor, seperti tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan.
Analisis dan Implikasi Kebijakan
Modal yang kecil menjadi penghalang utama bagi pengembangan usaha tani. Pemerintah perlu memperluas akses kredit mikro yang mudah diakses oleh petani kecil. Program seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) perlu diperkuat dengan persyaratan yang lebih fleksibel dan suku bunga yang lebih terjangkau.
Selain itu, penyediaan pendampingan keuangan dapat membantu petani mengelola pinjaman dengan lebih baik.
Untuk mengatasi masalah akses sarana produksi, perlu dilakukan investasi besar-besaran dalam infrastruktur pertanian, seperti pembangunan irigasi, jalan usaha tani, dan pusat distribusi hasil pertanian.
Teknologi pertanian, seperti alat mekanisasi dan teknologi pengendalian hama terpadu, juga harus diperkenalkan dan disubsidi agar dapat dijangkau oleh petani kecil.
Kesulitan dalam pemasaran hasil pertanian menunjukkan perlunya penguatan rantai nilai dan akses pasar. Pemerintah dapat memfasilitasi pembentukan koperasi petani yang berfungsi sebagai perantara dalam distribusi dan pemasaran hasil panen.
Selain itu, inisiatif untuk memanfaatkan teknologi digital, seperti platform e-commerce agribisnis, dapat membantu petani menjangkau pasar yang lebih luas.
Perlindungan terhadap Risiko Alam
Faktor alam dan serangan hama menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan pertanian. Untuk itu, program asuransi pertanian harus diperluas agar mencakup lebih banyak petani kecil. Di sisi lain, penyuluhan mengenai praktik pertanian berkelanjutan dan ramah lingkungan perlu ditingkatkan guna mengurangi risiko degradasi lahan.
Hasil SEP 2024 memberikan gambaran jelas mengenai tantangan yang dihadapi sektor pertanian di Sumatera Utara, mulai dari masalah ekonomi hingga akses terhadap sumber daya dan pasar.
Untuk mendorong pembangunan pertanian yang berkelanjutan, diperlukan kebijakan terpadu yang mencakup perluasan akses kredit, penguatan infrastruktur, pengembangan pasar, dan perlindungan terhadap risiko alam.
Langkah-langkah strategis ini tidak hanya akan meningkatkan kesejahteraan petani, tetapi juga mendukung ketahanan pangan nasional secara keseluruhan
Penulis: Damayanti Sinaga
Bahan disadur dari Publikasi BPS Sumut