TAPUT – Sudah pernah melihat bagaimana Danau Toba mempertontonkan keindahannya kepada langit? Bagi yang menggunakan jasa penerbangan dari dan ke Bandara Silangit, khususnya duduk di sisi jendela kabin, keindahan Danau Toba dari angkasa akan terlihat mengagumkan. Saat landing, ingin rasanya segera menjumpai danau nan elok itu.
Rasa penasaran akan keindahan Danau Toba dilihat dari dekat, diungkapkan Abed Nego Sinaga, asal Kalimantan. Liburannya awal tahun ini, jauh hari sudah direncanakan ke Danau Toba.
Dari Bandara Silangit diapun berencana menuju Geosite Hutaginjang, jaraknya dari sarang burung besi itu hanya sekitar 9,3 kilometer. Tidak sampai 10 menit, gapura Geosite Hutaginjang di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanui Utara sudah dilewati, dan bentang alam kawasan Danau Toba dari ketinggian sana menyampaikan satu pesan, wah!
“Mengagumkan! Megah sekali keindahan Danau Toba dari sini. Danau Toba bisa dilihat lebih luas lagi dari sini. Ini luar biasa,” ungkap Abednego.
Memang dari Geosite Hutaginjang yang berada di ketinggian 1400 mdpl itu, Danau Toba bisa dilihat lebih luas lagi. Dari titik ini terlihat dua wilayah kecamatan Pulau Samosir, yaitu Kecamatan Palipi dan Nainggolan. Juga terlihat wilayah Kabupaten Toba, daerah Baktiraja di Kabupaten Humbang Hasundutan, dan pastinya wilayah Kabupeten Tapanuli Utara seperti Pulau Sibandang dan Kecamatan Muara. Posisi daerah-daerah itu biasanya dijelaskan dengan sukarela oleh para para penjual jasa foto cetak langsung yang ada di sana.
Geosite Hutaginjang saat ini menjadi salah satu destinasi wisata andalah di Kabupaten Tapanuli Utara. Selain menikmati kemegahan Danau Toba, wisatawan yang datang pada hari Minggu biasanya berkesempatan menikmati atraksi penerjun paralayang.
Tentang Geosite Hutaginjang di Mata Wisatawan
Tempat ini sudah memberlakukan tiketing. Untuk orang dewasa dikenakan tiket Rp6000 dan anak-anak Rp4000. Biaya parkir kendaraan roda dua Rp2000, minibus Rp5000 dan bus sebesar Rp6000.
Sayangnya, beberapa penuturan orang-orang yang pernah berkunjung dari sana menyebutkan, petugas tiketing terkadang berupaya tidak memberikan karcis masuk kepada wisatawan.
Praktik seperti ini dapat membuat pendataan wisatawan ke tempat itu menjadi tidak terukur dengan jelas. Di era teknologi yang semakin mudah dan murah saat ini, ada baiknya diberlakukan elektronik tiketing, bukan hanya di Geosite Hutaginjang tapi di seluruh Geosite di kawasan Danau Toba.
Di tempat ini, wisatawan dapat membaca proses geologi yang menyebabkan terbentuknya Danau Toba pasca letusan super vulcano 74.000 tahun yang lalu serta bagaimana kehidupan masyarakat di sekitar Danau Toba saat ini. Dari catatan di sana, juga bisa ketahui potensi alam yang lain seperti flora dan fauna yang ada di kawasan danau.
Puas menikmati kemegahan Danau Toba, wisatawan dapat menikmati secangkir kopi lokal yang namanya tak asing lagi, Kopi Lintong. Lalu ada banyak food court di sana menyiapkan kebutuhan makan dan minum wisatawan.
Sayang beribu sayang, belum ada pedagang menjual panganan khas lokal yang sebenarnya banyak peminat seperti Ombus-ombus, Sasagun dan Tipa-tipa. Hanya ada satu yang jelas terlihat, Kacang Sihobuk. Selebihnya, pop mie, kwaci bunga matahari dan cemilan pabrikan lainnya.
Bagi yang berniat menggelar event, di tempat ini juga tersedia panggung minimalis. Tentunya harus mengantongi ijin dari pengelola.
Untuk fasilitas umum seperti toilet memang sudah tersedia, terpisah untuk pria dan wanita. Sayangnya, persediaan air di tempat yang sangat membutuhkan air ini terkadang belum maksimal. Alasannya karena daerah itu berada di ketinggian. Mungkin bisa menjadi perhatian serius bagi pengelola Geosite Hutaginjang.
Berada di Geosite ini tidak cukup dua jam. Apalagi bagi yang ingin melihat atraksi para layang, yang akan membelah angkasa di atas Danau Toba selepas jam keluar ibadah gereja. So pasti waktu tunggu di sana semakin lama. Untuk itu, perlu perhatian memberi kenyamanan beribadah kepada wisatawan muslim yang juga banyak ke sana, dalam menyediakan tempat ibadah.
Pernah penuturan wisatawan muslim, bertanya tentang musollah ketika ingin beribadah. Memang oleh pedagang di sana mengatakan ada, tapi airnya tidak ada. Tentu saja, ibadah tidak bisa dilakukan tanpa air untuk wudhu.
Kedua hal di atas, makanan khas kawasan Danau Toba dan menyediakan rumah ibadah sepertinya perlu diperhatikan pengelola Geosite Hutaginjang agar tetap bertahan sebagai destinasi andalan.
Hal terakhir yang biasanya dilakukan oleh wisatawan sebelum meninggalkan Geosite Hutaginjang adalah, kembali berfoto dengan latar belakang Danau Toba yang megah, dengan Pulau Samosir dan Pulau Sibandang berdiri kokoh jauh di sana. Danau Toba sungguh megah dari Geosite Hutaginjang.
Penulis : Febe
Editor : Mahadi Sitanggang