Kembali ke Hasinggaan Menyusuri Jejak Leluhur Simanjorang

Samosir, NINNA.ID-Di balik riuh kehidupan kota, sekelompok keturunan marga Simanjorang dari Sektor 3 Kota Medan Sabtu 28 Juni 2025 memilih melangkah pulang ke tempat yang tak hanya menyimpan kenangan, tapi juga pangkal sejarah keluarga mereka: Hasinggaan, desa kecil di wilayah Kenegerian Sianjur Mula-Mula, Kabupaten Samosir.

Di sinilah dipercaya jejak awal perjalanan panjang leluhur mereka bermula—keturunan Toga Sinaga, dari garis Sinaga Uruk di Siduon Datu Urat, Kecamatan Palipi.

Perjalanan ini bukan kunjungan biasa. Ini adalah upaya menyapa masa lalu, merajut kembali dasar jati diri, dan menyulut kembali semangat kebersamaan yang telah diwariskan oleh para pendahulu.

Mengenali Asal-Usul, Menyentuh Sejarah

Nama Hasinggaan sebelumnya hanya hadir dalam cerita dari mulut ke mulut. Namun ketika kaki benar-benar menginjakkan langkah di sana, cerita itu menjelma menjadi pengalaman yang nyata—penuh emosi dan rasa syukur.

Sambutan hangat dari warga dan keluarga besar Simanjorang yang masih menetap di tanah ini terasa seperti pelukan waktu.

Senyum tulus, hidangan khas Batak, hingga upacara adat sederhana namun penuh makna menjadi bagian dari penyambutan.

Semuanya menguatkan kembali hubungan batin yang lama tak bersua.

BERSPONSOR
HASINGGAAN
Rombongan marga Simanjorang dari Sektor 3 Kota Medan

Rangkaian Langkah Bermakna

Napak tilas ini menyuguhkan lebih dari sekadar panorama. Ia memuat lapisan-lapisan emosi dan makna dalam tiap kegiatan:

  1. Ziarah ke Makam Leluhur

Di Hasinggaan Dolok, terdapat makam-makam tua (Sarpagus) leluhur Simanjorang. Di sinilah rombongan menundukkan kepala, memanjatkan doa, dan menyampaikan penghormatan kepada mereka yang telah mewariskan nilai dan kehidupan.

Suasana menjadi hening, penuh haru, seakan waktu berhenti sejenak untuk memberi ruang bagi perenungan.

- Advertisement -
  1. Menyusuri Situs dan Jejak Bersejarah

Rombongan berjalan kaki menyusuri rumah adat, halaman tempat bermusyawarah, hingga menyapa kembali aliran sungai tempat anak-anak dahulu mandi dan mata air yang digunakan untuk upacara penyucian.

Semua ini menjadi pengingat akan jejak awal kehidupan yang sederhana namun penuh nilai luhur.

  1. Doa dan Ende-Ende di Alam Terbuka

Di bawah langit Hasinggaan yang teduh, suara ende-ende Batak menggema. Doa pun dilantunkan bersama, menciptakan suasana yang syahdu dan mendalam.

Suatu peristiwa spiritual yang menyatukan hati mereka pada satu titik: asal-usul mereka sendiri.

  1. Diskusi Sejarah dan Garis Keturunan
TERKAIT  Terminal Lubuk Pakam Siap Uji Coba Guna Optimalkan Pemanfaatan

Tokoh adat menjelaskan perjalanan dan penyebaran keturunan Simanjorang, dari Girsang Sipanganbolon hingga berbagai penjuru Samosir: Hasinggaan, Hutaginjang, Limbong, Parsinomba.

Lalu menyebar lebih jauh ke Dairi, Karo, bahkan hingga ke Takengon, Aceh.

Jejak ini menunjukkan bahwa marga Simanjorang telah mewarisi semangat merantau, menjalin persaudaraan, dan menjadi bagian dari masyarakat di mana pun mereka berada.

Hadirnya Sosok Inspiratif

Kegiatan ini menjadi lebih bermakna dengan kehadiran Dr. Wilmar Eliaser Simandjorang, tokoh nasional dan pelestari lingkungan di Kawasan Danau Toba.

Bersama istrinya, Nurhaida Simarmata, beliau menegaskan pentingnya mengenalkan asal-usul kepada generasi muda secara langsung.

“Jangan hanya menceritakan Hasinggaan kepada anak-anak. Ajak mereka datang, melihat, dan merasakannya sendiri. Itulah pendidikan budaya paling nyata.”

Beliau juga menekankan pentingnya menjaga alam, gotong royong, dan menghormati nilai-nilai yang telah diwariskan oleh para leluhur—termasuk menjaga hutan di hulu Hasinggaan yang menjadi bagian penting dari identitas wilayah tersebut.

Untuk Generasi Penerus

Lebih dari sekadar melihat masa lalu, napak tilas ini menjadi titik balik untuk membangkitkan kembali dasar jati diri sebagai bagian dari marga Simanjorang.

Generasi muda yang ikut serta merasakan bagaimana asal-usul mereka bukanlah cerita lama yang membosankan, melainkan sumber kebanggaan dan kekuatan.

Hasinggaan bukan sekadar tempat. Ia adalah ruang batin, tempat nilai-nilai lama tumbuh kembali, dan semangat leluhur dipeluk dengan utuh.

Penutup: Pulang untuk Menguat

Perjalanan ke Hasinggaan menyadarkan kita bahwa sejauh apa pun seseorang melangkah, asal-usul tak boleh dilupakan.

Di sanalah kita mengenal siapa diri kita, kepada siapa kita berutang kehidupan, dan untuk siapa kita meneruskan nilai-nilai.

Dengan semangat ini, napak tilas bukan sekadar catatan harian perjalanan. Ia adalah komitmen dalam diam, bahwa warisan leluhur ini akan dijaga, dirawat, dan diteruskan.

Sebab, hanya dengan mengenali dan menghormati jejak awal kita, hidup bisa tumbuh bermakna dan memberi arah—bukan hanya bagi diri sendiri, tapi juga bagi generasi yang akan datang.

Penulis: PR Punguan Simanjorang
Editor: Damayanti Sinaga

BERSPONSOR

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU