Kabupaten Toba itu Sebenarnya Mandailing atau Toba?

TOBA – Menurut saya ini serius. Bisa juga seperti main-main. Ceritanya begini. Pertama sekali saya lewat, saya melihat Billboard itu. Mungkin salah, pikirku. Di kemudian hari, saya lewat lagi. Mungkin belum sempat diubah, pikirku lagi. Kembali lagi lewat dan tetap seperti itu. Saya mulai heran. Apakah tak ada yang protes?

Hingga akhirnya cerita ini terjadi kemarin, tepatnya 13 Agustus 2022. Saya kembali lagi ke Balige. Billboard itu masih kokoh. Karena sudah lama, sudah berkali-kali, maka saya seperti yakin bahwa tak ada yang protes. Barangkali spanduk itu benar sehingga tak ada yang protes. Jadi, berdasarkan spanduk itu, izinkan saya membuat simpulan dini.

Simpulan itu ada dua. Pertama, orang di Kabupaten Toba adalah puak Mandailing. Kedua, jika mereka Toba, mereka Toba yang berbeda. Setidaknya dari pakaiannya. Mungkin saya salah. Tetapi, sejauh pengetahuan saya, gambar itu tidak tepat. Sejauh pelacakan saya, pakaian dalam gambar itu cenderung milik puak Mandailing.

Saya juga bertanya pada teman-teman. Dan, mereka cenderung sepemikiran dengan saya bahwa pakaian dalam gambar itu milik Mandailing. Atas dasar itulah saya yakin, berdasarkan gambar dalam spanduk itu, masyarakat di Kabupaten Toba adalah puak Mandailing. Atau, puak Toba yang berbeda dengan Toba di Humbang, Samosir, Taput, dan sebagainya.

BERSPONSOR

Sebab, kalimat dalam Billboadr itu sangat tegas. “Selamat datang di Kabupaten Toba”. Latar gambarnya cenderung hitam. Ada dua sosok dalam Billboard itu: pria dan wanita. Pria dan wanita memakai bulang. Bulangnya seperti tanduk dan bertingkat. Berwarna emas. Sependek pengetahuan saya, bulang itu milik Mandailing.

Kalau Batak Toba, biasanya penutup kepalanya cenderung sortali. Apakah Batak di Kabupaten Toba cenderung Mandailing? Dari gambar pakaian di Billboard itu: ya. Namun, dari bahasa dalam Billboard itu: cenderung: tidak. Oh, iya. Dari data dalam Billboard itu,  dibuat oleh Museum TB Silalahi.

TERKAIT  Sejarah Babi bagi Orang Batak

Saya tak tahu persis mengapa mereka membuat pakaian itu bergaya Mandailing. Apakah itu artinya bahwa di museum tersebut cenderung beraroma puak Mandailing? Atau, apakah Toba pada hulu sejarahnya cenderung berpakaian seperti puak Mandailing? Apakah orang Batak di Toba adalah puak Mandailing?

Sekali lagi, saya tak tahu. Yang tahu persis pasti adalah pembuat Billboard tersebut. Mungkin saja sudah ada yang protes. Satu orang. Dua orang. Banyak orang. Namun, karena pembuatnya punya alasan, akhirnya Billboard itu tetap kokoh. Itu kemungkinan pertama. Masih ada kemungkinan lain. Katakan, misalnya, tak ada yang peduli.

BERSPONSOR

Entah apa pun ditulis dalam Billboard itu, bodo amat. Begitu mungkin. Tetap ada kemungkinan lain. Kemungkinan itu misalnya begini: ya, inilah kami. Kami ini sebenarnya bergaya pakaian tradisional demikian. Kami bukan Mandailing. Hanya saja, pakaian adat tradisional kami memang begini. Masih banyak lagi.

Entah apa pun kemungkinan itu, mohon maaf, berdasarkan pengetahuan saya yang masih minim, saya menilai bahwa orang Batak di Kabupaten Toba adalah orang Mandailing. Atau, orang Toba yang berbeda dengan Toba lainnya. Penasaran juga alasan di balik Billboard tersebut. Benar-benar sangat penasaran karena spanduk itu kokoh.

Bulan depan saya akan ke sana. Mungkin Billboard itu akan tetap di sana. Saya yakin itu. Namun, jika sudah tidak di sana lagi, apalagi karena sudah membaca esai ini, saya punya penilaian yang lain. Penilaian yang lain itu adalah bahwa sejauh ini, mereka tidak protes karena tidak mau tahu, tidak tahu, tidak peduli, bodo amat, dan sebagainya, dan sebagainya.

 

- Advertisement -

Penulis    : Riduan Pebriadi Situmorang
Editor       : Mahadi Sitanggang

BERSPONSOR

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU