Ingin Mengenal Humbang Hasundutan, Lions Club Foundation Meeting di Ayola Hotel

NINNA.ID-Mereka punya komunitas. Di seluruh Indonesia. Nama komunitas itu Lions Club Foundation. Mereka mengadakan rapat sengaja di Ayola Hotel.

Mereka ingin kenal Humbang Hasundutan. Saat saya tanya. Itu kata mereka pada saya. Komunitas ini katanya komunitas sosial. Mereka membuat bakti sosial.

Membagi rezeki dan kemampuan. Membagi relasi dan semacamnya.

Bagi Lions Club Foundation rapat tersebut disebut Cabinet Meeting. Tahun lalu diadakan di Tanah Karo. Tahun ini di Humbang Hasundutan.

BERSPONSOR

Di Hotel Ayola mereka menginap. Disambut tarian tradisional dari Sanggar Maduma. Para orang Tionghoa bahagia.

Mereka tertawa dan sumringah. “Horas, Horas, Horas,” begitu mereka berteriak. Ucapan ini mereka rupanya sudah tahu.

Dinas Pariwisata dan Budaya Humbang Hasundutan ikut serta. Kadis Jakkon Halomoan Marbun dan Indra Hutabarat. Orang-orang Tionghoa ini berencana berkunjung ke Sipinsur. Menikmati Danau Toba dari sebuah ketinggian.

HOTEL AYOLA
Para tamu disambut (foto: istimewa)

Lions Club Foundation menyumbangkan tempat sampah. Memberikan bantuan lain. Juga membuat monumen di Sipinsur. Monumennya berbentuk singa.

BERSPONSOR

Persis seperti nama yayasan tersebut. Mungkin akan jadi spot foto yang baru di Sipinsur.

Di Ayola, mereka disambut sajian khas Hotel Ayola. Ada bandrek penawar rasa dingin. Saat itu hujan cukup deras. Sudah sore pula.

TERKAIT  Mengapa Danau Toba Butuh Banyak Pemandu Wisata yang Andal?

Suasana dingin merambat. Harusnya begitu. Namun, di Hotel Ayola, ada tempat perapian.

Ayola mungkin mengadopsi konsep marsisulu. Marsisulu berarti menghangatkan badan tempat menghangatkan badan.

- Advertisement -

Dulu, orang Batak selalu punya tataring. Di tataring, mereka menghangatkan badan. Pun juga di Hotel Ayola.

Tataring menjadi penghangat. Dulu, tataring menjadi tempat yang melegenda. Keluarga Batak akan duduk berkeliling.

Di sana keluarga akan berbicara. Penuh dengan kehangatan fisik dan kehangatan psikis. Kisah itu jadi kenangan.

Kenangan bagi anak ketika merantau. Sebab, di tataring itu berbagai mimpi disampaikan. Nasihat diberikan. Karena itu, anak rantau selalu rindu.

Mereka ingat berbagai momen. Kini, tataring sudah mulai diganti oleh kompor. Kenangan mulai bertukar.

Tak banyak lagi kisah tentang tataring. Apalagi bagi Generasi Z. Komunikasi internal keluarga pun mulai kurang intens secara fisik.

Mereka kini berkomunikasi lewat gawai. Atau, bicara dari mulut, tapi tangan sibuk dengan gawai. Hidup menjadi kurang berkesan.

Penulis: Riduan Situmorang
Editor: Damayanti Sinaga

BERSPONSOR

ARTIKEL TERKAIT

TERBARU