HUMBAHAS – Siswa SMA se-Humbang dan Tapanuli Utara berkompetisi, paduan suara. Sebelumnya, sudah diadakan seleksi per kabupaten. Diambil enam besar dari setiap kabupaten.
Enam dari Humbang, enam juga dari Tapanuli Utara. Jadi, ada 12 SMA yang bersaing. Hari itu, siswa terlihat antusias. Mereka berkumpul di Siborongborong.
Kompetisi final memang diasakan di sana. Animo siswa sangat tinggi. Hal itu terlihat dari persiapannya. Pakaian rapi dan mewah. Dandanan yang maksimal. Dan masih banyak lagi.
Waktu di Humbang, saya melihat semua peserta. Sangat bagus. Namun, beberapa ketika jumpa final di Siborongborong, kemampuan menurun.
Saya melihatnya sederhana: generasi kita gampang gugupan. Demam panggung istilahnya. Di kampung sendiri mereka percaya diri. Namun, tiba di kampung lain, mereka mulai gugup.
Mental seperti ini tak boleh dibiarkan. Orang Batak modern punya nasihat baik untuk itu: kambing di kampung sendiri. Namun, banteng si perantauan.
Orang Batak memang begitu karakternya. Kuat. Berani. Dan, hampir tak tahu malu. Tentu, dalam arti positif. Namun, mungkin kini mulai terjadi pergeseran.
Orang Batak dulu mungkin kuat dan tangguh. Orang Batak generasi Z sepertinya mulai berubah. Mereka mulai gugupan.
Ini berita negatif. Karena itu, generasi Z orang Batak harus dipompa lagi. Mereka tak boleh gugupan. Apalagi demam panggung.
Justru, orang Batak harus jadi banteng. Banteng di kampung sendiri, terutama di kampung orang lain. Dikatakan begitu karena saat ini, Tanah Batak mulai terbuka sangat luas.
Tanah di beberapa wilayah Danau Toba kini mulai marak djual oleh orang kampung. Kepada bukan Batak pula. Terjadi pergeseran kepemilikan tanah. Dari Tanah Batak ke Tanah bukan Batak.
Artinya, di kampung sendiri, orang Batak tak bisa lagi jadi kambing. Mereka juga harus jadi banteng. Kuat. Teguh. Kokoh. Tangguh.
Mudah-mudahan melalui kompetisi lintas daerah, generasi Z orang Batak dilatih untuk kembali tangguh. Jangan terbalik: banteng di kampung, kambing di luar. Itu bukan mental Batak.
Mungkin opini ini salah. Tapi, begitulah saya memandang. Tentu secara sekilas dari perhelatan kompetisi paduan suara ini.
Terbukti memang. Juara di Humbang, malah melempem saat di Siborongborong. Terjadi penurunan kualitas. Tapi, tidak semua.
SMA Negeri 2 Lintong Ni Huta melompat jadi juara I. Sebelumnya juara 4 kalau hanya di Humbang. SMA Negeri 1 Doloksanggul juga begitu. Sebelumnya juara 5 di Humbang.
Jumpa di final bersama Tapanuli Utara, jadi juara 4. Juara 2 dan 3 dari Tapanuli Utara. Harapan 2 dari SMA Negeri 1 Pollung. Jadi, sampai lima besar, ada 3 perwakilan Humbang. Dua juara harapan dan satu juara pertama. Sementara dari Taput, dua juaranya: kedua dan ketiga. Artinya, Humbang dominan.
Tapi, itu untuk tahun ini. Sebab, piala paduan suara ini bergilir. Tahun ini memang di Humbang. Tepatnya di SMA Negeri 2 Lintong ni Huta.
Tahun depan siapa yang tahu. Sebab, Cabdis Humbang Hasundutan berencana even ini menjadi even tahunan. Supaya mental generasi Z terasah. Semoga mental generasi Z Batak kembali tangguh.
Penulis : Riduan Pebriadi Situmorang
Editor  : Mahadi Sitanggang